:: Mutiara Kata Pembuka Hati ::

What's.....

Children

(Kahlil Gibran)

Your children are not your children.
They are the sons and daughters of Life’s longing for itself
They come through you but not from you,
And though they are with you yet they belong not to you
You may give them your love but not your thoughts,
For they have their own thoughts
You may house their bodies but not their souls,
For their souls dwell in the house of tomorrow,
Which you cannot visit, not even in your dreams
You may strive to be like them, but seek not to make them like you
For life goes not backward nor tarries with yesterday
You are the bows from which your children as living arrows are sent forth
The archer sees the mark upon the path of the infinite,
And He bends you with His might that His arrows may go swift and far
Let your bending in the archer’s hand be for gladness;
For even as He loves the arrow that flies,
so He loves also The bow that is stable


Wednesday, May 25, 2005

Membeli kebahagiaan anak


Seperti biasa Rudi, kepala cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di jakarta, tiba di rumahnya pada pk 21:00. tidak seperti biasanya, Imron putra pertamanya yang baru duduk di kelas tiga SD membukakan pintu. Ia nampaknya sudah menunggu cukup lama.
"Kok, belum tidur ?" sapa Rudi sambil mencium ananknya. Biasanya, Imron memang sudah tertidur lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia berangkat ke kantor pagi hari.

Sambil membuntuti sang ayah menuju ruang keluarga, Imron menjawab, "Aku menunggu ayah pulang. Sebeb aku mau tanya berapa gaji ayah".
"Lho, tumben kok nanya gaji ayah.? Mau minta uang lagi yah...?"
"Ah, Enggak. Pengen tau aja".
"Oke kamu boleh hitung sendiri, setiap hari ayah bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 400.000,-. Dan setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja. Sabtu dan minggu libur, kadang sabtu ayah masih lembur. Jadi gaji ayah dalam satu bulan berapa ayo?" Imron berlari mengambil kertas dan pinsil dari meja belajar, sementara ayahnya melepas sepatu dan menyalakan TV. Ketika Rudi beranjak menuju kamar tidur untuk berganti pakaian, imron berlari mengikutinya". Kalau satu hari ayah dibayar Rp 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam ayah digaji Rp 40.000,- dong" katanya.
"Wah pinter kamu. Sudah sekarang cuci kaki, bobo" perintah Rudi. Tapi imron tak beranjak. Sambil menyaksikan ayahnya berganti pakaian, imron kembali bertanya, "Ayah, aku boleh pinjem uang Rp 50.000,- enggak?"
"Sudah enggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini? Ayah capek, dan mau mandi dulu. Tidurlah". Tapi ayah.... "kesabaran rudi habis". Ayah bilang tidur!" hardiknya mengejutkan imron.

Anak kecil itupun berbalik menuju kamarnya. Usai mandi, rudi nampak menyesali hardikannya. Ia pun menengok imron dikamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Imron didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp 15.000,- ditangannya.

Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, rudi berkata, "Maafin ayah, nak. Ayah ayah sayang sama imron. Buat apa sih minata uang malam-malam begini?. Kamu mau beli mainan, besokkan bisa. Jangankan Rp 50.000,- lebih dari itu pun ayah kasih".
"Ayah, aku enggak minta uang, aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini".
"Iya, iya, tapi buat apa?" tanya rudi.
"Aku menunggu ayah dari jam 8:00. Aku mau ajak ayah main ular tangga, tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang kalau waktu ayah sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu ayah. Aku buka tabunganku ada Rp15.000,- tapi karena ayah bilang satu jam ayah dibayar Rp 40.000,-, maka setengah jam harus Rp 20.000,- uang tabungan ku kurang Rp 5.000,- makanya aku mau pinjam dari ayah, " kata imron polos.

Rudi terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang di berikan selama ini tidak cukup untuk "Membeli" kebahagiaan anaknya.


Semoga cerita diatas bisa jadi renungan.

go to the top of the page

1 Comments:

  • mantap, sangat menyentuh. hidup di tengah era yang mengukur segala sesuatunya dengan materi, menganggap materi adalah segalanya luruh oleh kerinduan seorang anak kecil akan kasih sayang orang tuanya...

    By Blogger an. Rakyat, at January 30, 2014 12:32 PM  

Post a Comment
<< Home