:: Mutiara Kata Pembuka Hati ::

What's.....

Children

(Kahlil Gibran)

Your children are not your children.
They are the sons and daughters of Life’s longing for itself
They come through you but not from you,
And though they are with you yet they belong not to you
You may give them your love but not your thoughts,
For they have their own thoughts
You may house their bodies but not their souls,
For their souls dwell in the house of tomorrow,
Which you cannot visit, not even in your dreams
You may strive to be like them, but seek not to make them like you
For life goes not backward nor tarries with yesterday
You are the bows from which your children as living arrows are sent forth
The archer sees the mark upon the path of the infinite,
And He bends you with His might that His arrows may go swift and far
Let your bending in the archer’s hand be for gladness;
For even as He loves the arrow that flies,
so He loves also The bow that is stable


Wednesday, September 28, 2005

Pohon yang Digugurkan Daun Dosanya

Rudy Harahap

Tiap-tiap yg berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan. (QS 21:35)

Di saat terbaring di ranjang, ketika sakit menggerumus, wajahmu Emak yang membayang. Wajahmu Emak menjadi obat yang menumbuhkan kekuatan di tubuh. Bayang kehadiranmu Emak, menjadi spirit kekuatan, ketika setiap orang sakit senantiasa merasa tiada berdaya. Tapi, lelaki berusia 50-an yang terbaring di ranjang sebuah rumah sakit, kini merasa berdaya. Betul, beberapa hari sebelumnya, ia merasa menjadi manusia sia-sia lantaran tidak mampu menanggung rasa sakit. Bahkan, ia merasa Allah yang belakangan kian rajin dihampiri-Nya, menampik kasihnya. Bukankah bila Ia membalas kasihnya, demikian ia berpikir, tidak akan mengirimkan sakit kepadanya?

Di puncak rasa putus asa, lelaki berusia 50-an itu, teringat kepada almarhumah emaknya. Emaknya menghabiskan sebagian kehidupannya dengan deraan sakit. Pelbagai jenis penyakit, mulai jantung, hipertensi, kanker, silih berganti menggerumus tubuh sang emak. Bahkan, vertigo yang kemudian turut melumpuhkan sistem saraf, membuat perempuan tua itu terbaring terus menerus selama lebih tujuh tahun. Akibatnya, ketika lima anaknya menikah, membuatnya tidak dapat sepenuhnya meneguk kegembiraan seperti jamaknya orangtua yang menikahkan putra-putrinya. Ia hanya berbaring sendirian membayangkan rona keriaan di wajah anak-anaknya.

Begitu menderita kehidupanmu, wahai Emak? Sang emak justru belajar makna kesabaran dari setiap penyakit yang silih berganti mendera. Tiada keluhan berkepanjangan. Ia tidak menyesali Allah yang belum juga memberi kesembuhan padanya. Anak-anaknya jarang menemukannya berlinang air mata ketika kehidupannya hanya sebatas ranjang. Sebaliknya, ia tetap melaksanakan ibadah ketika hanya mampu berbaring, menghabiskan waktunya dengan berzikir.

Kendati kehidupannya sebatas ranjang, perempuan tua itu tetap semangat mengikuti perkembangan yang ada di luar kamarnya. Bahkan, lebih mengagumkan lagi, ia menjadi sumber wejangan: tidak hanya bagi anak-anaknya tetapi handai taulan yang mengunjunginya. Tak jarang, ia menasihati handai taulan yang tertimpa musibah ringan laiknya jemari tertusuk duri, agar bersabar dan tawakal.

Tak mengherankan, bagi anak-anaknya termasuk pria berusia 50-an yang diserang sakit, sang emak menjadi simbol kesabaran dan keikhlasan dalam menempuh ujian sakit. Tapi, siapakah yang mengirim spirit untuk mampu bertahan? Ketika anak-anaknya pernah mengeluh karena kasihan melihat orang tuanya terus menerus terbaring, sang emak justru yang menyabarkan. ''Sakit itu ujian bagi kesabaran. Ini belum seberapa. Nabi Ayub saja yang menjadi utusan Allah lebih parah menerima cobaan sakit tetapi ia tetap tawakkal. Saat ia sujud, ulat yang ada di borok kepalanya terjatuh, tetapi dipungutnya dan dikembalikannya ke tempat semula,'' ujar sang emak mengutip kisah dari guru mengajinya semasa sehat.

Memang, Ayub menjadi simbol kesabaran, di tengah derita sakit. Allah pun mengisahkan: dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: ''(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang'' (QS 21:83). Tiada seikhlas Ayub dalam menerima sakit sehingga Allah mengirimkan kesembuhan seperti sang emak di usia senjanya menerima kesembuhan-Nya.

Mengapa Ayub --dan agaknya emaknya-- dapat tawakal? Nabi Ayub merupakan refleksi dari kesabaran dalam menerima penderitaan sakit. Ayub menjadi sumber inspirasi bagi emak maupun setiap Muslim yang sabar dalam menerima cobaan-Nya. Bukankah Allah telah menjanjikan ujian dan cobaan untuk membuktikan keimanan seperti terkandung di dalam Alquran: Apakah manusia itu mengira mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ''Kami telah beriman'', sedang mereka tidak diuji lagi?...Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka (QS 29: 2-3).

Cobaan itu dapat dalam pelbagai bentuk: penyakit, meninggal orang yang dikasihi, maupun musibah. Ujian pun dapat hadir dengan rupa kekayaan yang melimpah. Tragisnya, terkecuali pelbagai penderitaan, kita seringkali merasa kekayaan dan kesenangan bukan cobaan, sehingga tergelincir lupa diri. Tak ayal, telah menjadi 'kodrat' manusia, ketika hidupnya senang melupakan Allah dan bersikap sebaliknya ketika mengalami kesengsaraan. Semua itu menyebabkan Nabi Muhammad bersabda, ''sesungguhnya bagi setiap umat ada ujian dan ujian bagi umatku ialah harta kekayaan'' (HR Turmudzi).

Demi menegaskan hal itu, Nabi suatu kali bersabda: ''Demi Allah! Bukanlah kefakiran atau kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian, akan tetapi justru aku khawatir kemewahan dunia yang kalian dapatkan sebagaimana telah diberikan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian bergelimang dalam kemewahan itu sehingga binasa, sebagaimana mereka bergelimang dan binasa pula'' (HR Bukhari).

Cobaan sebagai bentuk ujian seringkali dilipatgandakan bagi hamba yang alim dan berusaha menghampiri-Nya. Kenapa? Semakin seseorang ingin menghampiri-Nya, semakin Allah berusaha menguji kadar keimanannya. Tidak mengherankan, semua nabi mengalami pelbagai cobaan, seperti Ayub dengan penyakit maupun Ibrahim yang diperintahkan menyembelih anak kesayangannya. Nabi Muhammad pun bersabda: ''Tingkat berat ringannya ujian disesuaikan dengan kedudukan manusia itu sendiri. Orang yang sangat banyak mendapatkan ujian itu adalah para nabi, kemudian baru orang yang lebih dekat derajatnya kepada mereka berurutan secara bertingkat. Orang diuji menurut tingkat ketaatan kepada agamanya'' (HR Turmudzi).

Dengan demikian, selaiknya kita tidak menduga-duga bila seseorang yang menderita akibat cobaan, sebagai bentuk hukuman. Kenapa? Dengan ujian yang berat, sang insan belajar sabar dan ikhlas, untuk menerima segenap cobaan. Bukankah Nabi Ayub --maupun sang emak dalam kisah ini-- menggunakan cobaan berupa penyakit sebagai sarana membangun ikhlas dan ibadah?

Kemampuan menjadikan cobaan sebagai sarana beribadah sekaligus sabar dan ikhlas, sejatinya menghantar seseorang menghampiri dan menjadi kekasih-Nya; suatu maqom yang menjadi idaman pejalan ruhani. Dengan kesabaran dan keikhlasan menerima ujian tersebut, sejatinya pejalan ruhani akan menemui-Nya, dalam keadaan tiada berdosa (lihat HR Muttafaq alaih dan Turmudzi). Maka, wahai Emak, engkaulah melalui keikhlasan dalam menerima cobaan, menjadi pohon yang digugurkan daun dosanya.

go to the top of the page

Karena Noda Datang Setiap Hari

Beberapa tahun silam, setiap satu hari menjelang Ramadhan biasanya kami sekeluarga melakukan satu kegiatan bersama. Seluruh anggota keluarga berkumpul, tanpa kecuali, untuk bersama-sama membersihkan rumah. Setiap sudut dan sisi rumah dibersihkan, dari pagar, teras, kamar mandi hingga gudang. Ibu sudah mengatur tugas masing-masing dan seperti tahun sebelumnya, saya mendapatkan bagian paling basah, kamar mandi.

Bagi kami, rutinitas tahunan seperti ini amatlah menyenangkan. Disitu terlihat kekompakan dan kebersamaan semua anggota keluarga untuk membersihkan istana kecil yang selama ini menjadi tempat kami bernaung, berteduh dan terlelap menikmati mimpi-mimpi sederhana kami. Walaupun sebenarnya, tanpa acara bebersih total semacam ini, meski sederhana namun istana kecil kami senantiasa terlihat asri dan bersih setiap harinya.

Dan ketika saya coba tanyakan itu kepada ibu, lembut bibirnya berucap, "Apa abang mau hari ini nggak mandi? Kita harus bersih setiap hari kan?"

"Iya, tapi kenapa ini berbeda dari hari lainnya?" tanyaku lagi

"Karena besok tamu istimewa akan tiba. Sepantasnya kita menyambutnya dengan cara yang istimewa juga," terang ibu kemudian.

Maka dimulailah tugasku. Sementara Abang dan adik-adik saya harus berkutat dengan debu di halaman depan, teras, juga gudang, saya menghabiskan waktu beberapa jam dengan kubangan air untuk membersihkan kamar mandi. Sepintas kamar mandi kami terlihat bersih, sehingga,

"Kamar mandi kita masih bersih kok bu ..." ujarku nakal untuk menghindari pekerjaan berat.

"Jangan tertipu dengan pandangan pertama. Yang terlihat bersih belum tentu benar-benar bersih. Coba perhatikan lebih dekat, banyak noda hitam di sudut-sudutnya ..." ajar ibu.

Ibu benar. Setelah kuperhatikan, banyak sekali noda hitam di celah-celah, sudut dan juga ruas keramik lantai kamar mandi. Segera kuambil peralatan pembersih seperti sikat lantai dan sabun pembersih.

Mulanya kusiram dengan air berkali-kali, tapi noda hitam itu tidak juga hilang dari dinding dan lantai. Hingga satu ember air habis, tak juga hilang. Ibu yang sejak tadi memperhatikan, berujar, "Tidak semua noda bisa hilang hanya dengan menyiramnya dengan air, sebanyak apa pun air yang Abang siapkan"

Lalu saya menyikat noda hitam itu. Sekali sikat tak hilang, berkali-kali kucoba, hanya sedikit. Masih banyak noda tersisa di lantai dan nampaknya sudah begitu merekat di dinding sehingga teramat sulit untuk dihilangkan. Suara ibu kembali terdengar, "Susah kan kalau noda tidak dibersihkan setiap hari? Noda-noda itu sebenarnya tidak terlihat, tapi justru karena tidak terlihat itu kita menganggap ruang ini tetap bersih. Karena tidak pernah dibersihkan, semakin hari noda itu semakin jelas pekatnya."

Tidak cukup dengan air dan sikat, saya pun menggunakan sabun pembersih untuk membantu menghilangkan noda-noda itu. Dan, setelah beberapa butir peluh menetes, akhirnya bersih juga kamar mandi itu. Saya dan ibu saling berpandangan lega memperhatikan hasilnya.

Sebelum keluar dari kamar mandi, lagi-lagi ibu bersuara, "Seperti ini lah sulitnya jika diri ini sudah dipenuhi dosa. Tidak cukup satu dua macam ibadah untuk bisa menghilangkannya. Semakin banyak kita berbuat salah, semestinya jauh lebih banyak perbuatan baik yang kita lakukan untuk membuat diri kita bersih."

Malam hari sebelum ibu membimbing kami dengan untaian doa dan belai lembut usapannya menjelang tidur, ibu berpesan, "Perbaiki diri kita setiap hari, karena kita melakukan kesalahan juga setiap hari."

Esoknya Ramadhan tiba. Kami semakin mengerti bahwa Ramadhan semakin indah dijalani dengan rumah yang bersih. Juga hati yang bersih. Sekali lagi ibu benar, noda datang tidak mengenal waktu.

go to the top of the page

Friday, September 23, 2005

Skenario Allah SWT

Nuzulah HM Nuh

Sehelai daun yang jatuh ke Bumi adalah atas kehendak Allah SWT. Sungguh tak ada kejadian sekecil apapun luput dari skenario Allah Yang Maha Kuasa.

Kita bertemu dengan berbagai macam orang dan berpisah dengan orang-orang yang lain pun merupakan skenario Allah, alur kehidupan terus berjalan bagai mengalirnya air.

Ada banyak berbagai macam kenangan yang telah kita lalui. Pahit, getir, suka, duka, bahagia, sedih, kecewa, gembira, cinta, benci, gagal, berhasil, putus asa, optimis dan semuanya itu merupakan bagian dari kehidupan ini yang selalu menyertai tanpa membedakan warna kulit, ras, keyakinan, kebangsaan, pangkat, jabatan, kaya, gelar, miskin, pandai atau kurang pandai.

Kita harus meyakini dengan sebenarnya bahwa semuanya dalam skenario Allah SWT. Tak ada yang perlu disesali secara berlama-lama. Kita hanya boleh memiliki rencana, kita hanya boleh memiliki estimasi. Ketentuan mutlak di'tangan' Allah SWT. Keyakinan semacam inilah yang semestinya kita pahami secara benar, agar apapun guncangan kehidupan yang menimpa kita mampu kita menyikapinya secara lebih arif dan bijak.

Cuma ada dua sikap yang harus diperlihatkan seorang Muslim, bila menerima kebaikan ia bersyukur dan bila menerima musibah ia bersabar. Ajaib sepertinya Allah SWT. tak ingin melihat hamba-hamba-Nya berada dalam perasaan tidak nyaman yang berkepanjangan.

Di Zaman supercanggih ini sebaik firman Allah merupakan oase di padang pasir gersang, Begitu menyejukkan. Begitu menentramkan.

go to the top of the page

Thursday, September 22, 2005

Biarkan Aku Pergi Dalam Damai

Gibran

Biarkanlah aku pergi dalam damai, anakku.

Aku telah mematahkan jeruji-jeruji kerangkeng ini; Biarkanlah aku terbang dan jangan halangi, karena ibumu sedang memanggilku.

Langit cerah dan laut tenang, perahu siap untuk berlayar; jangan tunda perjalanan ini.

Biarkanlah tubuhku beristirahat bersama waktu yang berlalu; biarkan mimpiku berakhir dan jiwaku terbangun bersama fajar; biarkanlah jiwamu memeluk jiwaku dan berilah aku ciuman harapan; jangan ada satu pun kesedihan dan kepahitan yang tumpah ke tubuhku agar bunga-bunga dan rerumputan itu tidak menolak hidangan untuk mereka.

Jangan tuangkan air mata kesusahan ke tanganku, karena mereka akan menumbuhkan duri di atas kuburku.

Janganlah kau tarik guratan kesedihan di atas keningku, karena jika angin lewat dan membacanya mereka akan menolak untuk menerbangkan debu-debu dari tulang-belulangku ke padang yang hijau.

Aku mencintaimu, anakku, ketika aku hidup, dan aku akan mencintaimu ketika aku mati, jiwaku akan terus menatap dan menjagamu.

Jangan panggil tabib, karena dia hanya akan memperpanjang hukumanku di penjara ini dengan obat-obatnya. Hari-hari perbudakan telah berlalu, dan jiwaku mencari kebebasan di atas langit.

Jangan panggil pendeta ke sampingku, karena doa-doanya tak akan menyelamatkan aku jika aku memang pendosa, tak akan pula mendorongku ke surga kalaulah aku ini tak berdosa.

Kehendak manusia tak akan dapat mengubah kehendak Tuhan, sebagaimana seorang ahli perbintangan tak akan dapat mengubah arah dari bintang-bintang itu.

Tetapi setelah kematianku biarkanlah sang dokter dan pendeta melakukan yang mereka suka, sementara perahuku akan terus berlayar sampai ke tempat tujuan.

go to the top of the page

Wednesday, September 21, 2005

Lima menit saja...

Seorang ibu duduk di samping seorang pria di bangku dekat Taman-Main di West Coast Park pada suatu minggu pagi yang indah cerah. "Tuh.., itu putraku yang di situ," katanya, sambil menunjuk ke arah seorang anak kecil dalam T-shirt merah yang sedang meluncur turun dipelorotan. Mata ibu itu berbinar, bangga.

"Wah, bagus sekali bocah itu," kata bapak di sebelahnya. "Lihat anak yang sedang main ayunan di bandulan pakai T-shirt biru itu? Dia anakku," sambungnya, memperkenalkan.

Lalu, sambil melihat arloji, ia memanggil putranya. "Ayo Jack, gimana kalau kita sekarang pulang?"

Jack, bocak kecil itu, setengah memelas, berkata, "Kalau lima menit lagi, boleh ya, Yahhh? Sebentar lagi Ayah, boleh kan? Cuma tambah lima menit kok, yaaa...?"

Pria itu mengangguk dan Jack meneruskan main ayunan untuk memuaskan hatinya. Menit menit berlalu, sang ayah berdiri, memanggil anaknya lagi. "Ayo, ayo, sudah waktunya berangkat?"

Lagi-lagi Jack memohon, "Ayah, lima menit lagilah. Cuma lima menit tok, ya? Boleh ya, Yah?" pintanya sambil menggaruk-garuk kepalanya.

Pria itu bersenyum dan berkata, "OK-lah, iyalah..."

"Wah, bapak pasti seorang ayah yang sabar," ibu yang di sampingnya, dan melihat adegan itu, tersenyum senang dengan sikap lelaki itu.

Pria itu membalas senyum, lalu berkata, "Putraku yang lebih tua, John, tahun lalu terbunuh selagi bersepeda di dekat sini, oleh sopir yang mabuk. Tahu tidak, aku tak pernah memberikan cukup waktu untuk bersama John. Sekarang apa pun ingin kuberikan demi Jack, asal saja saya bisa bersamanya biar pun hanya untuk lima menit lagi. Saya bernazar tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi terhadap Jack. Ia pikir, ia dapat lima menit ekstra tambahan untuk berayun, untuk terus bermain. Padahal, sebenarnya, sayalah yang memperoleh tambahan lima menit memandangi dia bermain, menikmati kebersamaan bersama dia, menikmati tawa renyah-bahagianya...."

Hidup ini bukanlah suatu lomba. Hidup ialah masalah membuat prioritas. Prioritas apa yang Anda miliki saat ini? Berikanlah pada seseorang yang kau kasihi, lima menit saja dari waktumu, dan engkau pastilah tidak akan menyesal selamanya.

go to the top of the page

Ayah Juga Lupa

Dengar, Nak: Ayah mengatakan ini pada saat kau terbaring tidur, sebelah tangan kecil merayap di bawah pipimu dan rambut hitammu yang ikal dan lebat, melekat pada dahimu yang lembab. Ayah menyelinap masuk seorang diri ke kamarmu, diam-diam, bersijingkat.

Baru beberapa menit yang lalu, ketika ayah membaca koran di ruang perpustakaan, satu sapuan sesal yang amat dalam menerpa. Dengan perasaan bersalah Ayah datang masuk ke pembaringanmu.

Ada hal-hal yang Ayah pikirkan, Nak; Ayah selama ini telah bersikap kasar kepadamu. Ayah membentakmu ketika kau sedang berpakaian hendak pergi ke sekolah karena kau cuma menyeka mukamu sekilas dengan handuk. Lalu Ayah lihat kau tidak membersihkan sepatumu. Ayah berteriak marah tatkala kau melempar beberapa barangmu ke lantai. Saat makan pagi Ayah juga menemukan kesalahan, kau meludahkan makananmu. Kau menelan terburu-buru makananmu. Kau meletakkan sikumu di atas meja. Kau mengoleskan mentega terlalu tebal di rotimu. Dan begitu kau baru mulai bermain dan Ayah berangkat mengejar kereta api, kau berpaling dan melambaikan tangan sambil berseru, "Selamat jalan, Ayah!" dan Ayah mengerutkan dahi, lalu menjawab, "Tegakkan bahumu!".

Kemudian semua itu berulang lagi pada sore hari.

Begitu Ayah muncul dari jalan, Ayah segera mengamatimu dengan cermat, memandang hingga lutut, memandangmu yang sedang bermain kelereng. Ada lubang-lubang pada kaus kakimu. Ayah menghinamu di depan kawan-kawanmu, lalu menggiringmu untuk pulang ke rumah. "Kaus kaki mahal dan kalau kau yang harus membelinya kau akan lebih berhati-hati!"

Bayangkan itu, Nak; itu keluar dari pikiran seorang Ayah! Apakah kau ingat, nantinya ketika Ayah sedang membaca di perpustakaan, bagaimana kau datang dengan perasaan takut dengan rasa terluka di dalam matamu? Ketika Ayah terus memandang koran, tidak sabar karena gangguanmu, kau jadi ragu-ragu di depan pintu. "Kau mau apa?" semprot ayah.

Kau tidak berkata sepatah pun, melainkan berlari melintas dan melompat ke arah Ayah, kau melemparkan tanganmu melingkari leher Ayah dan mencium ayah, tangan-tanganmu yang kecil semakin erat memeluk dengan hangat, kehangatan yang telah Tuhan tetapkan untuk mekar di hatimu dan yang bahkan pengabaian sekali pun tidak akan mampu melemahkannya. Dan kemudian kau pergi bergegas naik tangga.

Nak, Nak, sesaat setelah itu koran jatuh dari tangan Ayah, dan satu rasa takut yang menyakitkan menerpa Ayah. Kebiasaan apa yang sudah Ayah lakukan? Kebiasaan dalam menemukan kesalahan dalam mencerca, ini adalah hadiah Ayah untukmu sebagai seorang anak lelaki.

Bukan berarti Ayah tidak mencintaimu; Ayah lakukan ini karena Ayah berharap terlalu banyak dari masa muda. Ayah sedang mengukurmu dengan kayu pengukur dari tahun-tahun Ayah sendiri. Dan sebenarnya begitu banyak hal yang baik dan benar dalam sifatmu.

Hati mungil kecilmu sama besarnya dengan fajar yang memayungi bukit-bukit luas. Semua ini kau tunjukkan dengan sikap spontanmu saat kau menghambur masuk dan mencium Ayah sambil mengucapkan selamat tidur.

Tidak ada masalah lagi malam ini, Nak. Ayah sudah datang ke tepi pembaringanmu dalam kegelapan, dan Ayah sudah berlutut di sana, dengan rasa malu! Ini adalah sebuah rasa tobat yang lemah; Ayah tahu kau tidak akan mengerti hal-hal seperti ini kalau Ayah sampaikan padamu saat kau terjaga.

Tapi esok hari Ayah akan menjadi Ayah sejati! Ayah akan bersahabat karib denganmu, dan ikut menderita bila kau menderita dan tertawa bila kau tertawa. Ayah akan menggigit lidah Ayah kalau kata-kata tidak sabar keluar dari mulut Ayah. Ayah akan terus mengucapkannya kata ini seolah-olah sebuah ritual: "Dia cuma seorang anak kecil, anak lelaki kecil!"

Ayah khawatir sudah membayangkanmu sebagai seorang lelaki. Namun, saat Ayah memandangmu sekarang, Nak; meringkuk berbaring dan letih dalam tempat tidurmu, Ayah lihat bahwa kau masih seorang bayi.

Kemarin kau masih dalam gendongan ibumu, kepalamu berada di bahu ibumu. Begitu mungil, begitu ringkih. Ayah sudah meminta terlalu banyak, sungguh terlalu banyak.

go to the top of the page

Ibuku, Tangguh!

Pernah suatu sore, ibu pulang dengan tapak kaki berdarah. "Tertusuk kerikil," terangnya. Setelah perjalanan panjang yang melelahkan semenjak pagi, wanita yang kasihnya tak terbilang nilai itu mengakhirinya dengan sedikit ringisan, "Tidak apa-apa, cuma luka kecil kok," tenang ibu.

Padahal, baru dua hari lalu beberapa orang warga yang tak satu pun saya mengenalnya membopong ibu dalam keadaan pingsan. Ternyata ibu kelelahan hingga tak kuat lagi berjalan. Bermil-mil ia mengetuk pintu ke pintu rumah orang yang tak dikenalnya untuk menawarkan jasa mengajar baca tulis Al Qur'an bagi penghuni rumah. Tak jarang suara hampa yang ia dapatkan dari dalam rumah, sesekali penolakan, dan tak terbilang kata, "Maaf, kami belum butuh guru mengaji." Tapi ibu tetap tersenyum.

Sejak perceraiannya dengan ayahku, ibu yang menanggung semua nafkah lima anaknya. Pagi ia berjualan nasi dan ketupat bermodalkan sedikit keterampilan memasak yang ia peroleh selagi muda dulu. Menjelang siang ia memulai menyusuri jalan yang hingga kini takkan pernah bisa kuukur, menawarkan jasa dan keahliannya mengajar baca tulis Al Qur'an. Selepas isya' kami ke lima anaknya menunggu setia kepulangan ibu di pinggir jalan.

Sempat saya bertanya dalam hati, lelahkah ia?

Biasanya kami berebut untuk menjadi tukang pijat ibu, saya di kepala, abang di kaki, sementara kedua tangan ibu dikeroyok adik-adik. Kecuali si cantik bungsu, usianya kurang dari empat tahun kala itu. Bukannya ibu yang tertidur pulas, justru kami yang terlelap satu persatu terbuai indahnya nasihat lewat tutur cerita ibu.

Tengah malam saya terbangun, melihat ibu masih duduk bersimpuh di sajadahnya. Ia menangis sambil menyebut nama kami satu persatu agar Allah membimbing dan menjaga kami hingga menjadi orang yang senantiasa membuat ibu tersenyum bangga pernah melahirkannya. Saya ternganga sekejap untuk kemudian terlelap kembali hingga menjelang subuh ia membangunkan kami.

Selepas subuh, wanita yang ketulusannya hanya mampu dibalas oleh Allah itu meneruskan pekerjaanya menyiapkan dagangan. Sementara kami membantu ala kadarnya. Tak pernah saya melihat ia mengeluh meski teramat sudah peluhnya.

Satu tanyaku kala itu, kapan ia terlelap?

Pagi hari di sela kesibukannya melayani pembeli, ia juga harus menyiapkan pakaian anak-anak untuk ke sekolah. Sabar ia meladeni teriakan silih berganti dari kami yang minta pelayanannya. Wanita yang namanya diagungkan Rasulullah itu, tak pernah marah atau kesal. Sebaliknya dengan segenap cinta yang dimilikinya ia berujar, "Abang sudah besar, bantu ibu ya."

Ingin sekali kutanyakan, pernahkah ia berkesah?

***

Kini, setelah berpuluh tahun ia lakukan semua itu, setelah jutaan mil jalan yang ia susuri, bertampuk-tampuk doa dan selaut tangisnya di hadapan Allah, saya tak pernah, dan takkan pernah bertanya apakah ia begitu lelah. Karena saya teramat tahu, Ibuku tangguh.

go to the top of the page

Membeli keajaiban

Sally baru berumur delapan tahun ketika dia mendengar ibu dan ayahnya sedang berbicara mengenai adik lelakinya, Georgi. Ia sedang menderita sakit yang parah dan mereka telah melakukan apa pun yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan jiwanya. Hanya operasi yang sangat mahal yang sekarang bias menyelamatkan jiwa Georgi.

Tapi mereka tidak punya biaya untuk itu. Sally mendengar ayahnya berbisik, "Hanya keajaiban yang bisa menyelamatkannya sekarang."

Sally pergi ke tempat tidur dan mengambil celengan dari tempat persembunyiannya. Lalu dikeluarkannya semua isi celengan tersebut ke lantai dan menghitung secara cermat, tiga kali. Nilainya harus benar-benar tepat.

Dengan membawa uang tersebut, Sally menyelinap keluar dan pergi ke toko obat di sudut jalan. Ia menunggu dengan sabar sampai sang apoteker memberi perhatian. Tapi dia terlalu sibuk dengan orang lain untuk diganggu oleh seorang anak berusia delapan tahun. Sally berusaha menarik perhatian dengan menggoyang-goyangkan kakinya, tapi gagal. Akhirnya dia mengambil uang koin dan melemparkannya ke kaca etalase. Berhasil!

"Apa yang kamu perlukan?" tanya apoteker tersebut dengan suara marah. "Saya sedang berbicara dengan saudara saya."

"Tapi, saya ingin berbicara kepadamu mengenai adik saya," Sally menjawab dengan nada yang sama. "Dia sakit... dan saya ingin membeli keajaiban."

"Apa yang kamu katakan?," tanya sang apoteker.

"Ayah saya mengatakan hanya keajaiban yang bias menyelamatkan jiwanya sekarang... jadi berapa harga keajaiban itu ?"

"Kami tidak menjual keajaiban, adik kecil. Saya tidak bisa menolongmu."

"Dengar, saya mempunyai uang untuk membelinya. Katakan saja berapa harganya."

Seorang pria berpakaian rapi berhenti dan bertanya, "Keajaiban jenis apa yang dibutuhkan oleh adikmu?"

"Saya tidak tahu," jawab Sally. Air mata mulai menetes di pipinya. "Saya hanya tahu dia sakit parah dan mama mengatakan bahwa ia membutuhkan operasi. Tapi kedua orang tua saya tidak mampu membayarnya... tapi saya juga mempunyai uang."

"Berapa uang yang kamu punya ?" tanya pria itu lagi.

"Satu dollar dan sebelas sen," jawab Sally dengan bangga. "Dan itulah seluruh uang yang saya miliki di dunia ini."

"Wah, kebetulan sekali," kata pria itu sambil tersenyum. "Satu dollar dan sebelas sen... harga yang tepat untuk membeli keajaiban yang dapat menolong adikmu". Dia Mengambil uang tersebut dan kemudian memegang tangan Sally sambil berkata: "Bawalah saya kepada adikmu. Saya ingin bertemu dengannya dan juga orang tuamu."

Pria itu adalah Dr. Carlton Armstrong, seorang ahli bedah terkenal. Operasi dilakukannya tanpa biaya dan membutuhkan waktu yang tidak lama sebelum Georgi dapat kembali ke rumah dalam keadaan sehat. Kedua orang tuanya sangat bahagia mendapatkan keajaiban tersebut. "Operasi itu," bisik ibunya, "seperti keajaiban. Saya tidak dapat membayangkan berapa harganya".

Sally tersenyum. Dia tahu secara pasti berapa harga keajaiban tersebut, satu dollar dan sebelas sen... ditambah dengan keyakinan.

go to the top of the page

Ketika Rindu yang Terkikis Kembali Hadir

Zamzam Muharamsyah

Terkadang kerinduan yang begitu besar terkikis oleh waktu dan kesibukan yang terus mengalir tak tertahankan. Tetapi janji pertemuan yang semakin dekat selalu mengingatkan kembali nostalgia yang terpendam di memori, terungkit lagi kenangan-kenangan indah sebelum perpisahan menjurang lebar menumbuhkan kerinduan yang melambungkan angan dan menantang asa, akankah waktu mempertemukan kembali jiwa perindu pada kekasihnya?

Tertatih aku mengejar bulan
Mengais sisa-sisa Ramadhan
Terjatuh terpuruk di keheningan
Ramadhanku telah pergi
Syawal tlah menjelang
Tinggalkan arti tujuh puluh tingkatan
Pahala bagi orang beriman
....

(suara persaudaraan--album balada sebuah dangau)

Masih kuingat lamat-lamat nasyid itu kulantunkan pada detik-detik akhir Ramadhan penuh berkah, ketika bulan yang begitu dirindukan itu tanpa bisa ditolak pergi meninggalkan. Terasa sekali jiwa ketakwaan yang masih rapuh, saat Ramadhan pergi. Sadar banyak sekali kesempatan terlewatkan tanpa pencerahan. Ingin Ramadhan tetap menjadi hari-hari yang panjang.

Syawal, Idul fitri, tetap menggembirakan. Hari kemenangan. Meski ketakwaan tak yakin telah merasuk di jiwa. Yang diinginkan adalah nuansa Ramadhan yang teduh dan menyimpan energi penyemangat yang unik tetap dirasakan di bulan-bulan yang akan datang. Agar bekal yang telah dihimpun selama Ramadhan bisa tetap terjaga tak ternoda hingga kelak bertemu kembali dengan hari-hari mulia itu, atau lebih dulu kembali menghadap pemilik bulan barokah itu sebelum hilal Ramadhan menggaris di langit dunia.

Ketika perpisahan menjelma, kerinduan pun merasuk ke setiap celah jiwa. Tak henti memori mengingat saat-saat bahagia dalam kebersamaan dan segala romantisme sesaat sebelum waktu memisahkan. Dan kerinduan memberi kekuatan dan optimisme yang khas, harapan kuat untuk bisa berjumpa kembali.

Sebelum terlalu jauh waktu memisahkan jiwa dari Ramadhan, nuansa ruhiyah masih betah dalam lingkaran pengaruhnya. Shalat, shaum, tilawah, dan amalan yang lainnya masih mudah dijaga dan dipelihara. Sampai ketika waktu semakin jauh menyeret jiwa yang belum utuh takwa, direcoki oleh berbagai hiruk sibuk dunia, kerinduan akan nuansa teduh Ramadhan mulai menguap. Lupa. Meski tetap ada tetapi tak nampak di pelataran jiwa, tersembunyi di pojok jiwa yang terlupakan.

Kini kerinduan itu hadir kembali di pelataran jiwa, ketika Sya'ban menyapa dan mengatakan Ramadhan kan datang dalam hitungan hari. Kerinduan yang terkikis kini kembali hadir. Harapan untuk bisa merasakan lagi nuansa khas bulan yang memiliki hari seribu bulan itu kembali menguat. Tetapi, akankah aku menatap kembali wajahnya yang teduh? Siapa yang bisa memberi kepastian, sedang ajal hanya ada di genggaman-Nya?

Ah, Ramadhan, jumpai aku. Biarlah aku menghabiskan waktuku bersamamu dengan untaian amal yang melangit. Banyak kesempatan terlewatkan tanpa pencerahan, di Ramadhan yang lalu. Kalau waktu masih mengizinkanku menemuimu aku berharap Ramadhan kali ini adalah Ramadhan terbaik di antara Ramadhan yang pernah kulalui. Kuingin Ramadhan kali ini adalah Ramadhan yang bisa membawaku ke puncak derajat takwa. Ramadhan yang mempertemukanku dengan diriku yang seutuhnya, seperti yang kuinginkan sebagai seorang muslim.

Ramadhan menyimpan banyak rahasia unik yang mampu memberikan atmosfir yang menghidupkan nurani dan semangat ibadah. Seperti Rasul Mulia (SAW) yang dermanya di bulan suci menyerupai hembusan angin. Ramadhan akan menyajikan berbagai kesempatan, peluang dan kemudahan untuk kita melakukan sebaik-baik dan sebanyak-banyaknya amalan. Jika kita mempersiapkannya sejak Sya'ban menjelang maka banyak hal yang akan kita peroleh, tetapi jika kita baru tersadar ketika ramadhan sudah membuka pintunya Ramadhan maka banyak hal akan terlewatkan tanpa arti yang dalam.

Mumpung masih ada banyak hari yang bisa kita hitung sebelum Ramadhan tiba, marilah kita mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Bersihkan diri, agar kesucian diri yang bersinergi dengan kesucian Ramadhan menghasilkan keajaiban jiwa yang menakjubkan, tercapainya derajat takwa. Azamkan dalam hati untuk banyak beramal di bulan lipat ganda, agar semakin banyak niat yang kita tanamkan semakin banyak tunas amal yang tumbuh, dan semakin banyak buah amal yang kita petik. Kalaupun taqdir memaksa kita untuk tidak melaksanakan niat yang kita telah kita tanamkan, insya Allah niat saja jauh lebih baik daripada tiada keinginan sekali. Bukankah niat seorang mukmin itu lebih baik dari amalnya itu sendiri?

Nun di sana
Masih ada jalan putih
Peluang kebaikan
Sebulan di Bulan Ramadhan...

(Now See Heart)

Allahumma baarik lanaa fi Sya'ban wabalighnaa Ramadhan. Spesial buat semua teman yang masih betah di Negeri Seribu Menara, tempat aku dibuat sangat terkesan oleh budaya "Ma'idaturrahman"-nya.

go to the top of the page

Mengingat Kematian

Sus Woyo

Suatu hari, seorang lelaki sedang tiduran di bawah pohon apel. Tiba-tiba salah satu dari buah apel gugur dan menimpa salah satu bagian badannya. Laki-laki itu lantas berpikir. Kenapa barang ini jatuh ke bawah? Bagi orang biasa, jatuh ke bawah adalah hal biasa, sebab yang namanya jatuh, sudah pasti ke bawah. Tidak perlu pemikiran yang lebih sulit lagi. Tapi bagi laki-laki berotak cerdas ini menjadi hal yang luar biasa. Dan dari gerilya pemikiran laki-laki inilah lahir teori gravitasi bumi yang mashur itu. Dan laki-laki itu bernama Newton, fisikawan Eropa.

Tiba-tiba, suatu hari saya mengingat laki-laki itu. Sebab ketika saya sedang santai di bawah pohon mangga, setelah letih bekerja, tiba-tiba salah satu buah mangga, jatuh dan menimpa saya. Karena otak saya tidak secerdas otak Newton, kejadian itu juga saya pandang biasa-biasa saja. Tapi ada satu yang menjadi luar biasa adalah, ketika yang jatuh itu adalah buah yang masih muda. Bahkan untuk menjadi masak, buah ini perlu proses alamiah yang lebih lama lagi.

Kenapa mangga muda yang jatuh? Bukankah ada mangga yang lebih layak jatuh terlebih dahulu? Pandangan umum manusia, suatu saat akan sangat berbeda dengan kekuasaan Sang Maha pencipta. Kita mengatakan, benda ini layaknya begini dan begitu. Tapi, Allah SWT mempunyai hak prerogatif untuk berkata dan bertindak lain. Dalam bahasa orang-orang yang beriman: Apa yang terjadi di dunia ini, sudah barang tentu ada dalam lingkup qada dan qadar-Nya. Dan jatuhnya mangga muda itu, tak hanya sekedar terkena tiupan angin yang berhembus belaka, tapi di balik itu semua, Allah SWT ikut berperan di dalamnya.

Alhamdulillah, dari jatuhnya mangga itu, saya diingatkan untuk yang kesekian kalinya oleh Allah, untuk mengingat kembali sesuatu yang sangat penting, yaitu kematian. Ada sebuah kisah, bahwa seorang saleh zaman dulu, pernah meletakkan batu nisan di depan pintu rumahnya. Tujuannya tak ada lain hanyalah agar setiap saat ia bisa mengingat kematian. Itu tentu wajar -wajar saja, sebab datangnya ajal adalah sebuah kepastian, dan tak ada satu mahlukpun yang mengetahuinya.

Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang ajalnya. Dan Allah maha mengtahui apa yang kamu kerjakan. (QS 63:11)

Dan dalam perjlanan hidup saya, saya tidak harus meletakkan batu nisan di depan pintu rumah saya. Kalau berpikir ke belakang sana, sudah sangat sering sebenarnya saya diingatkan tentang hal tersebut. Hal-hal yang seharusnya saya lebih waspada dan cepat-cepat berbuat amal kebaikan. Sebelum kematian menjemput saya.

Ketika saya berumur sepuluh tahun, adik yang sangat saya sayangi, adik yang selalu saya gendong ke sana ke mari kalau ibu saya memasak atau ke kebun, dipanggil oleh Allah SWT. Masuk SMP, kembali Allah mengingatkan saya, dengan meninggalnya bapak saya, yang baru berusia 40-an. Umur yang masih sangat produktif, dan saya masih sangat membutuhkan pendidikan darinya.

Setelah meninggalnya bapak saya, saya jadi sering sekali pergi ke kuburan untuk men-ziarahi makamnya. Atau saya sangat sering pergi ke tempat tersebut, karena saya sering ikut menggali kubur kalau saudara atau tetangga saya meninggal.

Dewasa sedikit, saya lebih sering masuk ke liang lahat, untuk menghadapkan wajah sang mayat ke kiblat, sebelum ditimbun dengan tanah. Saya sering sekali melihat wajah-wajah terakhir orang yang mau menghadap-Nya. Atau saya sering sekali diajak oleh mudin, orang yang mengurusi tentang kematian di kampung untuk menjadi asistennya. Saya membantu mempersiapkan kain kafan, ikut memandikan jika mayatnya laki-laki dan sekaligus ikut membantu membungkusnya.

Sebelum saya berangkat merantau ke Brunei, saya banyak dihubungi tokoh-tokoh masyarkat desa saya, agar saya jangan merantau lagi. Mereka menginginkan saya agar jadi Kaur Kesra, Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat. Yaitu suatu struktur organisasi desa yang mengurusi tentang kesejahteraan rakyat, pernikahan dan sekaligus tentang urusan kematian. Tapi saya menolak dengan sopan. Saya merasa masih terlalu muda untuk mengurusi hal kemasyarakatan, dan lebih menghormati senior saya, tentu yang ilmu agamanya lebih dari saya.

Dan hari-hari ini, alhamdulillah, Allah masih sayang kepada saya, bahwa di perantauan inipun Allah memberikan pekerjaan dengan sesuatu yang berhubungan dengan kematian. Setiap hari, kalau saya membuat mie putih ala Cina, saya harus mencuci kain putih sepanjang lima meter. Kain yang selalu mengingatkan saya kepada pembungkus mayat. Dan Kalau saya membuat tahu, juga saya selalu berhadapan dengan kain putih untuk menyaring susu kedele. Dan tentu saja ini juga mengingatkan saya kepada benda yang akan dibawa jika kelak kita meninggal dunia.

Maka, ketika saya kejatuhan mangga muda, saya merenung. Sudah sering sekali Allah mengingatkan saya dengan hal-hal yang berhubungan dengan kematian, tapi apakah saya sendiri sudah ingat dengan kematian yang akan menimpa saya? Dan sudah cukupkah bekal saya jika tiba-tiba Izrail menemui saya? Sudahkah saya termasuk golongan orang-orang cerdas menurut prespektif Rasulullah? Karena menurut Rasulullah orang-orang yang cerdas adalah orang yang selalu mengingat kematian.

Saya meraba diri saya, dengan mengingat perbuatan selama hidup saya ini. Saya mencoba bercermin dengan para salafusshaleh, sudah sejauh manakah jejak mereka yang saya laksanakan. Dan sudah sejauh mana kelayakan saya jika menghadap-Nya.

Otak saya terus bergerilya. Walaupun otak saya tidak secerdas seperti para penerima beasiswa, apalagi deretan ilmuwan fisika dan para penerima hadiah Nobel, seperti Newton misalnya, tapi mudah-muahan Allah memasukan saya kepada deretan orang-orang cerdas menurut kacamata khatamul ambiya, Muhammad SAW. Yang selalu mengingat akan datangnya kematian. Itulah yang tak henti-hentinya saya mohonkan pada-Nya.

go to the top of the page

Anak Penyedia Batu

Kisah ini bermula ketika saya menyempatkan diri berkunjung ke sebuah daerah terpencil di Jawa Tengah.

Dalam perjalanan, saya menjumpai seorang anak berpakaian kumal yang bekerja sebagai penyedia batu. Sehari-hari bocah itu harus bekerja mengangkat bongkahan-bongkahan batu yang besar, dan berjalan kaki mengantarkannya ke suatu tempat yang berjarak tiga kilometer dari lokasi pengambilan batu.

Saya terkesan melihat cara bocah itu bekerja. Apalagi setelah mengetahui, bahwa upaj yang diperolehnya sangat minim. Bayangkan, untuk sekali bolak-balik (6 kilometer), bocah itu hanya mendapatkan upah 50 rupiah!

Yang lebih menarik, semua kerja berat itu ia lakukan dengan senang hati, tanpa keluh kesah tergambar di wajahnya. Dengan rajin, anak lelaki itu mengangkat batu-batu besar, berjalan tiga kilo, balik lagi sejauh tiga kilo… mengangkat batu selanjutnya, berjalan lagi dan seterusnya.

Sesekali terdengar siul riangnya, saat tangan kurusnya memasukkan sekeping uang logam lima puluhan ke kantong (Tiba-tiba saya teringat anak-anak lain di Jakarta, yang sering segan menggenggam keeping uang yang sama).

Rasa iba saya menguak. Saya tawari dia tempat tinggal dan kesempatan sekolah di Jakarta. Anak lelaki itu menyambut dengan gembira.

Begitulah… setelah berpamitan dengan ibunya, anak itu memulai kehidupannya di Jakarta.

Tahun demi tahun berlalu… bocah lelaki itu menyelesaikan tahap-tahap pendidikannya dengan sangat baik. Ia bahkan selalu mendapatkan rangking tiga besar di kelas. Secara rutin, saya selalu meminta dia untuk tidak lupa mengirim surat, dan memberi berita baik pada ibunya.

Anak lelaki itu pun mulai tumbuh remaja, namun ia tak pernah berubah. Selalu saja ada yang dikerjakannya di rumah. Mulai pekerjaan dapur, sampai menyapu. Meski di tempat tinggal kami, hal-hal seperti itu sudah ada yang mengurus.

Sampai akhirnya bocah lelaki itu berhasil lulus dengan memuaskan dari perguruan tinggi negeri tempat ia belajar. Saya menyambut keberhasilan itu dengan rasa haru yang dalam, dan memintanya segera mengabarkan ibunya berita baik ini.

Sekarang, bocah lelaki itu telah menjadi seorang pengusaha yang sukses dan hidup mapan. Namun kerendahan hati, dan sifat suka bekerjanya tak berubah. Ia masih ringan tangan dan selalu berusaha membantu.

Meski sudah menjadi 'orang', setiap kali ke rumah dengan santai ia menggulung lengan bajunya dan mulai mencuci piring, menyapu, atau sekedar ikut membereskan pekerjaan rumah.

Hal lain yang sangat menghibur hati saya, adalah baktinya pada Ibu yang melahirkannya. Ia tak pernah lupa menelepon saya, untuk menceritakan tentang ibunya, dan memberi 'kabar baik' dengan nada gembira.

"Alhamdulillah, Pak, saya sudah belikan Ibu rumah." Atau, "Pak Houtman? Alhamdulillah Ibu baik. Saya sudah belikan Ibu sawah, Pak!" Dan seterusnya.

Dan setiap kali dia menelepon, saya tahu… lelaki itu tak pernah melupakan ibunya!

(Seperti yang diceritakan Bpk Houtman Z. Arifin)

go to the top of the page

Tuesday, September 20, 2005

Untuk Istri-Ku

Ananto Pratikno

Pernikahan ataupun perkawinan,
Membuka tabir rahasia,

Suami yang menikahi kamu,
Tidaklah semulia Muhammad,
Tidaklah setaqwa Ibrahim,
Pun tidak setabah Ayub,
Atau pun segagah Musa,
Apalagi setampan Yusuf

Justeru suamimu hanyalah pria akhir zaman,
Yang punya cita-cita,
Membangun keturunan yang soleh ...

Pernikahan ataupun Perkawinan,
Mengajar kita kewajiban bersama,

Suami menjadi pelindung, Kamu penghuninya,
Suami adalah Nahkoda kapal, Kamu navigatornya,

Suami bagaikan balita yang nakal, Kamu adalah penuntun kenakalannya,
Saat Suami menjadi Raja, Kamu nikmati anggur singasananya,
Seketika Suami menjadi bisa, Kamu lah penawar obatnya,
Seandainya Suami masinis yang lancang, sabarlah memperingatkannya ...

Pernikahan ataupun Perkawinan,
Mengajarkan kita perlunya iman dan takwa,
Untuk belajar meniti sabar dan redha,
Karena memiliki suami yang tak segagah mana,
Justru Kamu akan tersentak dari alpa,

Kamu bukanlah Khadijah,
yang begitu sempurna di dalam menjaga
Pun bukanlah Hajar,
yang begitu setia dalam sengsara
Cuma wanita akhir zaman,
Yang berusaha menjadi solehah...

go to the top of the page

Monday, September 19, 2005

Tanamkan Cinta dan Taat Kepada Allah Dalam Qalbu Anak

Banyak kita dengar sebagian ibu-ibu menyaringkan suara-suara mereka, mewanti-wanti dan memberikan ancaman kepada anak dengan ungkapan "Kalau kamu begitu, Rabb-ku tidak akan mencintaimu, ... Kalau kamu begitu Allah akan menyiksamu, ... Jika kamu terus begitu Allah akan mengadzabmu, Allah akan memarahimu, ... Allah akan menempatkanmu dalam api neraka yang sangat panas"

Model demikian terkadang bisa menumbuhkan dalam jiwa sang anak gambaran yang jelek. Benar, memang kita harus mengingatkan sang anak dengan keagungan dan kemahakuasaan Allah, surga dan neraka sehingga tumbuh dalam qalbu sang anak pengagungan terhadap Allah, takut kepadanya, hingga terkumpullah padanya dua hal berharap sekaligus takut kepada-Nya.

Akan tetapi, tidak semestinya orang tua lebih banyak mewanti-wanti, menakut-nakuti, kaitkanlah anakmu dengan Allah, ingatkan ia akan luasnya rahma-Nya, keutamaan, dan kebaikan. Jika engkau ingin memotivasi sang anak untuk berjiwa tulus, maka ingatkan kepadanya akan keutamaan sifat tulus, Allah ta'alaa cinta kepada orang-orang yang tulus, suruhlah sang anak untuk menjadi baik sebab Allah cinta kepada orang-orang yang baik, dan maafkanlah kedhaliman yang menimpamu dari orang lain maka Allah akan mengampunimu. Ingatkan ia dengan keutamaan Allah bahw ajika kita berbuat satu kebaikan, Allah akan lipatgandakanmenjadi 10 kebaikan, motivasilah dia dengan surga, kenikmatan dan segala hal yang berkaitan dengan surga. Dan ungkapkan kepadanya bahwa kalau kamu ingin masuk surga, maka berbuatlah sesuatu yang menjadi syarat dan tuntutannya.

Ada satu hal yang mesti digarisbawahi; sebagian ibu-ibu tidak tega untuk menyuruh anak-anaknya untuk mengerjakan sejumlah amalan shalih yang terkesan berat, seperti shalat di waktu musim dingin, puasa, shalat shubuh. Bahkan mereka mengatakan, "Selama belum diwajibkan kepadanya, maka aku tidak perlu menyuruhnya untuk melakukan hal-hal itu."

Saya katakan, "Ketahuilah bahwa setiap amalan shalih yang dikerjakan sang anak akan ditulis sebagai kebaikan baginya dan ia akan menerima pahalanya; selama ia belum baligh maka setiap kebaikan dicatat dan keburukan yang ia lakukan tidak dicatat. Dan motivasimu kepada anak-anak untuk berbuat shalih, santun maka itupun akan membuahkan hasil yang banyak, diantaranya:

* Menambah tabungan kebaikan, sebab setiap kebaikan oleh Allah dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan;

* Membiasakan anak-anak dengan aktivitas ibadah dengan cara yang lembut, hal ini dibutuhkan sebab sang anak masih kecil, maka jika dari kecil dibiasakan maka tidak sulit untuk mengarahkan ketika sudah besar. Berbeda keadaannya dengan anak yang tidak pernah dididik untuk itu. Misalnya anak yang dari kecil didik untukshalat shubuh tepat waktu maka tidak berat ketika sudah dewasa. Maka, siapa yang membiasakan sang anak untuk memakai gamis sejak kecil, maka ia tidak risih ketika sudah dewasa;

* Ketahuilah bahwa engkau akan mendapatkan pahala sebagaimana kisah seorang perempuan yang anaknya meninggal dibawa kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Sang perempuan berkata, "Apakah untuk yang ini aku berhaji. Rasulullah menjawab, "Ya, dan engkau mendapat pahala." Imam Ibn Qayyim berkata, "Dan bila engkau memperhatikan kerusakan yang menimpa anak-anak, maka engkau akan mendapati bahwa mayoritas kerusakan itu berawal dari kedua orang tua."

Semoga Allah memperbaiki keadaan kami dan anda semua, melimpahkan anak keturunan, isteri-isteri yang menyejukkan hati. Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad.

go to the top of the page

Wahai Para Ibu, Bantulah Suamimu untuk menjadi Bapak

Ada 20 trik buat para ibu atau calon ibu untuk membantu suaminya menjadi seorang bapak yang baik, yaitu:

* Sebelum melahirkan, bicarakanlah dengan suamimu hal-hal yang mungkin akan terjadi dengan kehadiran bayi dalam keluarga.

* Dengan kelahiran bayi yang pertama, suami akan merasa cemas atau khawatir dengan "tanggung jawab barunya", maka berilah ia motivasi -tentu saja dengan cara yang menyenangkan- dan yakinkan bahwa dengan tanggung jawab yang baru ini pasti ia bisa menjadi bapak yang baik.

* Mungkin suamimu banyak menemui situasi yang bermacam-macam sepanjang perjalanannya, maka terimalah ia dengan lapang dada dan tanpa komplain. Misalnya, ketika suamimu menggendong bayi dengan kaku, maka jangan engkau mencegahnya atau menyalahkannya sepanjang tidak membuat rasa sakit atau membahayakan sang bayi.

* Jangan engkau mengulang-ulang ungkapan "Engkau memang suami yang tidak berguna" atau "Engkau selalu saja membuat kesalahan yang serupa". Karena ungkapan-ungkapan yang demikian membuatnya minder atau merasa tidak mampu, bahkan bisa membuatnya frustasi.

* Ketika suamimu baru pulang dan masuk rumah, maka jangan segera disuguhi permasalahan anak/bayi, akan tetapi carilah waktu yang tepat untuk mengungkapkannya, sehingga dia pun mempunyai kesiapan untuk berbincang-bincang dan berdiskusi.

* Tanyakanlah kepada dirimu, dan jawablah dengan jujur, "Apakah anakmu tersebut merupakan anak kalian (isteri dan suami) berdua? Ataukah engkau (isteri) lebih banyak memiliki anakmu itu ?"

* Engkau harus senang dari hati yang paling dalam bahwa anakmu (bayi/anak) tersebut adalah juga anaknya (suamimu) yang juga memiliki hak untuk mendidik dengan caranya.

* Keluar rumah sesekali dan meninggalkan anak tersebut bersama Bapaknya (suamimu) di rumah, akan menumbuhkan rasa percaya diri pada suami anda bahwa ia mampu untuk mengemban tanggung jawab pembinaan anaknya.

* Bersama-sama suami dan anakmu bermain dan bersenda-gurau akan menciptakan suasana kebersamaan dan kebahagiaan, apalagi apabila dibandingkan dengan pentingnya menghilangkan perasaan suami "mengemban tugas barunya sendirian".

* Menumbuhkembangkan kejujuran dan kecintaanmu kepada suamimu, dan memberikan kesempatan kepadanya untuk turut-serta merasakan hal itu adalah sebesar-besar pengaruh bagi kesatuan fungsi "Bapak" baginya.

* Hati-hatilah, jangan sampai suamimu merasa bahwa dirimu capek/lelah atau kamu berat mengemban tugas sebagai ibu, akan tetapi tunjukanlah hal itu kepada suamimu dengan isyarat yang halus sehingga ia berkenan membantumu.

* Usahakanlah tetap terjalin diskusi antara ibu dan bapak tentang pendidikan anak yang mengandung unsur komprehensif, unggul, menyenangkan, dan aman bagi anaknya.

* Ketika suamimu memintamu melakukan sesuatu, janganlah sampai engkau mengatakan, "Iya, nanti saja !!", akan tetapi katakanlah, "Iya, saya kerjakan, dan bantulah saya untuk ini atau itu", sehingga ia tahu bahwa dirimu selalu membutuhkan bantuannya dalam mengurus anak.

* Jadilah engkau orang yang sabar bersama suamimu, karena tanggung jawab tentang anak bukanlah hal yang mudah bagi suamimu, maka jangan sekali-kali engkau mencelanya bila bersalah. Akan tetapi jadikanlah urusan itu seperti bercanda sehingga kalian tertawa berdua.

* Sesungguhnya suasana emosional anak menjadi tinggi ketika sedang bersama ayah dan ibunya.

* Janganlah sampai perhatianmu kepada anakmu yang begitu besar menjadikanmu lupa kepada mertuamu, sehingga tidak terjadi kecemburuan antara kedua mertuamu.

* Sebagian laki-laki komplain apabila isterinya bersama mencari rizqi (bekerja) sehingga akhirnya ia kurang bersyukur kepada suaminya, maka janganlah engkau seperti itu.

* Suami adalah orang pertama yang seharusnya mengetahui pointer-pointer ini, sehingga ia mengetahui seluk-beluk anaknya dengan sebenar-benarnya, dan juga apa yang terjadi di dalam rumahnya.

* Biarkanlah kesempatan kepada suamimu untuk berkumpul dengan kawan-kawannya di luar rumah, atau pun mengerjakan hobinya sehingga ia mampu mengemban segalanya dengan baik secara terus-menerus.

* Terakhir, Ibu yang terhormat, .. Bapak yang terhormat, ... janganlah engkau berdua melupakan; "hidup sendiri sesekali waktu yang jauh dari kepribadian Ibu dan Bapak", akan tetapi hiduplah dengan jiwa kalian berdua.

go to the top of the page

Ilmu Untuk Bermuamalah Dengan Isteri

Interaksi yang bagus antara suami dengan isteri demikian juga sebaliknya merupakan hubungan yang terpenting antar manusia. Oleh karena itu, kita harus selau mengedepankan toleransi, mawaddah, menerima kekurangan, dan saling mencintai, sebab keserasian dan kekekalan rumah tangga adalah pokok dan dasar dalam membangun sistem masyarakat Islam yang kuat dan komitmen, bi idznillah. Dan banyaknya permasalahan yang dialami sekian banyak keluarga, sebabnya adalah mereka jauh dari dzikir kepada Allah.

Allah berfirman:
Dan barangsiapa yang berpaling lagi membangkang dari dzkikir kepada-Ku maka kami berikan kepadanya kehidupan yang sempit (Q.S. Thaha: 124)

Andai setiap kita mengetahui apa yang menjadi haknya dan apa yang menjadi tanggung jawabnya ketika terjadinya berbagai masalah hingga menyebabkan perselisihan dan penerlantaran anak, banyak dari para suami --semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada mereka- karena mereka kurang mengetahui apa yang menjadi tanggung jawab mereka dalam bermuamalah dengan isteri. Dan ini tidak selalu berarti mereka tidak tahu, akantetapi juga terkadang tidak tahu tentang "tabiat perempuan" dan bagaimana bersinergi dengan isteri. Sebab, setiap perempuan berbeda dengan orang lain, baik dalam tabiat maupun hal-hal yang membutuhkan kefahaman dari pihak suami. Maka seorang suami yang menyenangkan adalah orang yang selalu berbesar jantung (baca: berbesar hati), setiap perempuan suka dengan yang demikian.

Maka ketika sang suami demikian mencintai isterinya, menghormatinya, menghargai kesungguhannya walaupun ia tidak bisa memberikan seluruh kebutuhan materi sang isteri, tentu sang isteri akan menberikan seluruh kecintaan dan ketulusannya untuk sang suami. Dan ini adalah hak perempuan yang harus dipenuhi dari suami.

Allah berfirman:
Dan para isteri memiliki hak yangseimbang dengan kewajibannya secara ma'ruf dan suami satu derajat lebih tinggi daripada isteri ... (Q.S. Al-Baqarah: 228)

Ini adalah keadilan yang datang dari Allah ta'alaa, sebab berhubungan harus dengan cara yang ma'ruf sebagaimana seorang suami memiliki hak-hak, maka seorang isteri pun memiliki hak-hak yangharus ditunaikan sang suami.

Maka, apabila seorang suami ingin memberikan hak isterinya sebagaimana yang Allah tetapkan, maka perhatikanlah hal-hal di bawah ini:
Ketka melihat isterinya berbuat salah dalam masalah dunia atau keteledoran dalam agama, maka sang suami tidak boleh diam, bahkan ia harus menerangkan kepadanya apa yang menjadi kewajiban isterinya kepada Allah, maka ikutilah perintah Allah dan Rasul-Nya dan tinggalkanlah larangan-Nya. Akan tetapi, semua ini dengan cara yang bajik lagi santun, dengan penuh kecintaan dan kelembutan serta sabar. Rasulullah bersabda:

(( كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته، فالزوج راع في أهل وبيته ومسؤول عن رعيته ))
Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya; maka seorang suami menjadi pemimpin bagi keluarga dan rumahnya, dan akan dimintai pertnaggungjawaban atas kepemimpinannya itu

Engkau (suami) hendaklah senantiasa memotivasi isterimu untuk selalu berbuat baik sehingga ia menyibukkan dengan hal itu dan meninggalkan kecintaan kepada perkara-perkara dhahir (penampilan, pakaian, dll) sebab amal baik mendatangkan keridhaan Allah.

Mayoritas masalah penyebab terjadinya masalah antara suami dengan isteri adalah harta. Seolah sang isteri mengatakan, "Aku ingin ini, itu, ...dst". Dan seolah sang suami berkata, "Aku tidak punya cukup uang untuk memenuhi keinginanmu..."

Dan engkau wahai sang suami yang mulia, andai benar engkau tidakmemiliki harta yang cukup untuk memenuhi apa yang diinginkan isterimu, maka hendaklah engkau menyampaikan hal itu kepadanya dengan cara yang simpatik, sebab wanita memiliki tabiat lembut, rahmah, qanaah. Dan ucapan yang santun memiliki dampak yang sangat bagus dalam memperbaiki rumah tangga. Jika engkau demikian, tentu sang isteri akan menghormati dan memahami keadaanmu, insya Allah.

Dan andai engkau memiliki harta tetapi engkau memang bakhil (pelit) kepada isterimu, maka ketahuilah bahwa hal itu tidak boleh. Bahkan engkau harus memberi nafkah kepadanya dan kepada anak-anakmu dengan ma'ruf, dan tidak setiap yang diminta oleh keluargamu harus engkau tanggapi akan tetapi berhematlah dalam segala hal.

Allah berfirman:
Dan janganlah engkau terlalu bakhil dan jangan pula terlalu pemurah sehingga engkau menjadi menyesal lagi terhina (Q.S. Al-Israa': 29)
Sifat bakhil akanmenyebabkan sang isteri lari atau menjauh dari suaminya walaupun sebelumnya ia mencintai suaminya itu. Oleh karena itu, sifat pemurah adalah sifat yang dicintai oleh bukan hanya oleh isterimu bahkan oleh semua orang.

go to the top of the page

Ungkapan Sederhana Untuk Istri Tercinta

M. Fauzil Adzim

Bila malam sudah beranjak mendapati Subuh, bangunlah sejenak. Lihatlah istri Anda yang sedang terbaring letih menemani bayi Anda. Tataplah wajahnya yang masih dipenuhi oleh gurat-gurat kepenatan karena seharian ini badannya tak menemukan kesempatan untuk istirah barang sekejap, Kalau saja tak ada air wudhu yang membasahi wajah itu setiap hari, barangkali sisa-sisa kecantikannya sudah tak ada lagi.

Sesudahnya, bayangkanlah tentang esok hari. Di saat Anda sudah bisa merasakan betapa segar udara pagi, Tubuh letih istri Anda barangkali belum benar benar menemukan kesegarannya. Sementara anak-anak sebentar lagi akan meminta perhatian bundanya, membisingkan telinganya dengan tangis serta membasahi pakaiannya dengan pipis tak habis-habis. Baru berganti pakaian, sudah dibasahi pipis lagi. Padahal tangan istri Anda pula yang harus mencucinya.

Di saat seperti itu, apakah yang Anda pikirkan tenang dia? Masihkah Anda memimpikan tentang seorang yang akan senantiasa berbicara lembut kepada anak-anaknya seperti kisah dari negeri dongeng sementara di saat yang sama Anda menuntut dia untuk nenjadi istri yang penuh perhatian, santun dalam bicara, lulus dalam memilih kata serta tulus dalam menjalani tugasnya sebagai istri, termasuk dalam menjalani apa yang sesungguhnya bukan kewajiban istri tetapi dianggap sebagai kewajibannya.

Sekali lagi, masihkah Anda sampai hati mendambakan tentang seorang perempuan yang sempurna, yang selalu berlaku halus dan lembut? Tentu saja saya tidak tengah mengajak Anda membiarkan istri kita membentak anak-anak dengan mata terbelalak. Tidak. Saya hanya ingin mengajak Anda melihat bahwa tatkala tubuhnya amat letih, sementara kita tak pernah menyapa jiwanya, maka amat wajar kalau ia tidak sabar.

Begitu pula manakala matanya yang mengantuk tak kunjung memperoleh kesempatan untuk tidur nyenyak sejenak, maka ketegangan emosinya akan menanjak. Disaat itulah jarinya yang lentik bisa tiba-tiba membuat anak kita menjerit karena cubitannva yanq bikin sakit.

Apa artinya? Benar, seorang istri shalihah memang tak boleh bermanja-manja secara kekanak-kanakan, apalagi sampai cengeng. Tetapi istri shalihah tetaplah manusia yang membutuhkan penerimaan. Ia juga butuh diakui, meski tak pernah meminta kepada Anda.

Sementara gejolak-gejolak jiwa yang memenuhi dada, butuh telinga yang mau mendengar. Kalau kegelisahan jiwanya tak pernah menemukan muaranya berupa kesediaan untuk mendengar, atau ia tak pernah Anda akui keberadaannya, maka jangan pernah menyalahkan siapa-siapa kecuali dirimu sendiri jika ia tiba-tiba meledak. Jangankan istri kita yang suaminya tidak terlalu istimewa, istri Nabi pun pernah mengalami situasi-situasi yang penuh ledakan, meski yang membuatnya meledak-ledak bukan karena Nabi Saw. tak mau mendengar melainkan semata karena dibakar api kecemburuan. Ketika itu, Nabi SAW hanya diam menghadapi 'Aisyah yang sedang cemburu seraya memintanya untuk mengganti mangkok yang dipecahkan.

Alhasil, ada yang harus kita benahi dalam jiwa kita.

Ketika kita menginginkan ibu anak-anak kita selalu lembut dalam mengasuh, maka bukan hanya nasehat yang perlu kita berikan. Ada yang lain.

Ada kehangatan yang perlu kita berikan agar hatinya tidak dingin, apalagi beku, dalam menghadapi anak-anak setiap hari, Ada penerimaan yang perlu kita tunjukkan agar anak-anak itu tetap menemukan bundanya sebagai tempat untuk memperoleh kedamaian, cinta dan kasih-sayang.

Ada ketulusan yang harus kita usapkan kepada perasaan dan pikirannya, agar ia masih tetap memiliki energi untuk tersenyum kepada anak-anak kita. Sepenat apa pun ia.

Ada lagi yang lain: pengakuan. Meski ia tidak pernah menuntut, tetapi mestikah kita menunggu sampai mukanya berkerut-kerut.

Karenanya, marilah kita kembali ke bagian awal tulisan ini. Ketika perjalanan waktu telah melewati tengah malam, pandanglah istri Anda yang terbaring letih itu. lalu pikirkankah sejenak, tak adakah yang bisa kita lakukan sekedar Untuk menqucap terima kasih atau menyatakan sayang? Bisa dengan kata yang berbunga-bunga, bisa tanpa kata. Dan sungguh, lihatlah betapa banyak cara untuk menyatakannya. Tubuh yang letih itu, alangkah bersemangatnya jika di saat bangun nanti ada secangkir minuman hangat yang diseduh dengan dua sendok teh gula dan satu cangkir cinta.

Sampaikan kepadanya ketika matanya telah terbuka, "Ada secangkir minuman hangat untuk istriku. Perlukah aku hantarkan untuk itu?"

Sulit melakukan ini? Ada cara lain yang bisa Anda lakukan. Mungkin sekedar membantunya menyiapkan sarapan pagi untuk anak-anak, mungkin juga dengan tindakan-tindakan lain, asal tak salah niat kita. Kalau kita terlibat dengan pekerjaan di dapur, rnemandikan anak, atau menyuapi si mungil sebelum mengantarkannya ke TK, itu bukan karena gender-friendly; tetapi semata karena mencari ridha Allah. Sebab selain niat ikhlas karena Allah, tak ada artinya apa yang kila lakukan.

Kita tidak akan mendapati amal-amal kita saat berjumpa dengan Allah di yaumil-kiyamah.

Alaakullihal, apa yang ingin Anda lakukan, terserah Anda. Yang jelas, ada pengakuan untuknya, baik lewat ucapan terima kasih atau tindakan yang menunjukkan bahwa dialah yang terkasih. Semoga dengan kerelaan kita untuk menyatakan terima-kasih, tak ada airmata duka yang menetes dari kedua kelopaknya. Semoga dengan kesediaan kita untuk membuka telinga baginya, tak ada lagi istri yang berlari menelungkupkan wajah di atas bantal karena merasa tak didengar. Dan semoga pula dengan perhatian yang kita berikan kepadanya, kelak istri kita akan berkata tentang kita sebagaimana Bunda 'Aisyah radhiyallahu anha berucap tentang suaminya, Rasulullah Saw., "Ah, semua perilakunya menakjubkan bagiku."

Sesudah engkau puas memandangi istrimu yang terbaring letih, sesudah engkau perhatikan gurat-gurat penat di wajahnya, maka biarkanlah ia sejenak untuk meneruskan istirahnya. Hembusan udara dingin yang mungkin bisa mengusik tidurnya, tahanlah dengan sehelai selimut untuknya.

Hamparkanlah ke tubuh istrimu dengan kasih-sayang dan cinta yang tak lekang oleh perubahan, Semoga engkau termasuk laki-laki yang mulia, sebab tidak memuliakan wanita kecuali laki-laki yang mulia.

Sesudahnya, kembalilah ke munajat dan tafakkurmu.
Marilah kita ingat kembali ketika Rasulullah Saw. berpesan tentang istri kita. "Wahai manusia, sesungguhnya istri kalian mempunyai hak atas kalian sebagaimana kalian mempunyai hak atas mereka. Ketahuilah,"kata Rasulullah SAW melanjutkan, 'kalian mengambil wanita itu sebagai amanah dari Allah, dan kalian halalkan kehormatan mereka dengan kitab Allah.

Takutlah kepada Allah dalam mengurus istri kalian. Aku wasiatkan atas kalian untuk selalu berbuat baik. "

Kita telah mengambil istri kita sebagai amanah dari Allah. Kelak kita harus melaporkan kepada Allah Taala bagai mana kita menunaikan amanah dari-Nya kah kita mengabaikannya sehingga gurat-guratan dengan cepat rnenggerogoti wajahnya, jauh awal dari usia yang sebenarnya? Ataukah, kita sempat tercatat selalu berbuat baik untuk isti Saya tidak tahu. Sebagaimana saya juga tidak tahu apakah sebagai suami Saya sudah cukup baik jangan-jangan tidak ada sedikit pun kebaikan di mata istri. Saya hanya berharap istri saya benar-banar memaafkan kekurangan saya sebagai suami. indahya, semoga ada kerelaan untuk menerima apa adanya.

Hanya inilah ungkapan sederhana yang kutuliskan untuknya. Semoga Anda bisa menerima ungkapan yang lebih agung untuk istri Anda.

go to the top of the page

Cinta Sejati

Seorang pria dan kekasihnya menikah dan acaranya pernikahannya sungguh megah. Semua kawan-kawan dan keluarga mereka hadir menyaksikan dan menikmati hari yang berbahagia tersebut. Suatu acara yang luar biasa mengesankan.

Mempelai wanita begitu anggun dalam gaun putihnya dan pengantin pria dalam tuxedo hitam yang gagah. Setiap pasang mata yang memandang setuju mengatakan bahwa mereka sungguh-sungguh saling mencintai.

Beberapa bulan kemudian, sang istri berkata kepada suaminya, "Sayang, aku baru membaca sebuah artikel di majalah tentang bagaimana memperkuat tali pernikahan" katanya sambil menyodorkan majalah tersebut. "Masing-masing kita akan mencatat hal-hal yang kurang kita sukai dari pasangan kita. Kemudian, kita akan membahas bagaimana merubah hal-hal tersebut dan membuat hidup pernikahan kita bersama lebih bahagia" Suaminya setuju dan mereka mulai memikirkan hal-hal dari pasangannya yang tidak mereka sukai dan berjanji tidak akan tersinggung ketika pasangannya mencatat hal-hal yang kurang baik sebab hal tersebut untuk kebaikkan mereka bersama.

Malam itu mereka sepakat untuk berpisah kamar dan mencatat apa yang terlintas dalam benak mereka masing-masing. Besok pagi ketika sarapan, mereka siap mendiskusikannya. "Aku akan mulai duluan ya", kata sang istri. Ia lalu mengeluarkan daftarnya. Banyak sekali yang ditulisnya, sekitar 3 halaman. Ketika ia mulai membacakan satu persatu hal yang tidak dia sukai dari suaminya, ia memperhatikan bahwa airmata suaminya mulai mengalir. "Maaf, apakah aku harus berhenti?" tanyanya. "Oh tidak, lanjutkan" jawab suaminya. Lalu sang istri melanjutkan membacakan semua yang terdaftar, lalu kembali melipat kertasnya dengan manis diatas meja dan berkata dengan bahagia "Sekarang gantian ya, engkau yang membacakan daftarmu".

Dengan suara perlahan suaminya berkata "Aku tidak mencatat sesuatupun di kertasku. Aku berpikir bahwa engkau sudah sempurna, dan aku tidak ingin merubahmu. Engkau adalah dirimu sendiri. Engkau cantik dan baik bagiku. Tidak satupun dari pribadimu yang kudapatkan kurang"
Sang istri tersentak dan tersentuh oleh pernyataan dan ungkapan cinta serta isi hati suaminya. Bahwa suaminya menerimanya apa adanya, Ia menunduk dan menangis.

---

Dalam hidup ini, banyak kali kita merasa dikecewakan, depressi, dan sakit hati.
Sesungguhnya tak perlu menghabiskan waktu memikirkan hal-hal tersebut. Hidup ini penuh dengan keindahan, kesukacitaan dan pengharapan.

Mengapa harus menghabiskan waktu memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan dan menyakitkan jika kita bisa menemukan banyak hal-hal yang indah di sekeliling kita?

Kita akan menjadi orang yang berbahagia jika kita mampu melihat dan bersyukur untuk hal-hal yang baik dan mencoba melupakan yang buruk.

Cinta tak pernah memandang kekurangan orang yang kita sayangi dan kita cintai.

Cinta hanya akan membawa kebahagian dan saling berbagi untuk memahami kekurangan masing-masing. mencintai dengan apa adanya.

Cinta tak pernah menyakiti, yang sebenarnya adalah menambah kedewasaan dan cara berpikir kita untuk memandang hidup, sebagai kasih karunia Tuhan yang terbaik.

Cintailah semua makhluk dengan harapan semua berbahagia.

go to the top of the page

Sebatang Bambu

Sebatang bambu yang indah tumbuh di halaman rumah seorang petani. Batang bambu ini tumbuh tinggi menjulang di antara batang-batang bambu lainnya. Suatu hari datanglah sang petani yang empunya pohon bambu itu.

Dia berkata kepada batang bambu, "Wahai bambu, maukah engkau kupakai untuk menjadi pipa saluran air, yang sangat berguna untuk mengairi sawahku?"

Batang bambu menjawabnya, "Oh tentu aku mau bila dapat berguna bagi engkau, Tuan. Tapi ceritakan apa yang akan kau lakukan untuk membuatku menjadi pipa saluran air itu."

Sang petani menjawab, "Pertama, aku akan menebangmu untuk memisahkan engkau dari rumpunmu yang indah itu. Lalu aku akan membuang cabang-cabangmu yang dapat melukai orang yang memegangmu. Setelah itu aku akan membelah-belah engkau sesuai dengan keperluanku. Terakhir aku akan membuang sekat-sekat yang ada di dalam batangmu, supaya air dapat mengalir dengan lancar. Apabila aku sudah selesai dengan pekerjaanku, engkau akan menjadi pipa yang akan mengalirkan air untuk mengairi sawahku sehingga padi yang kutanam dapat tumbuh dengan subur."

Mendengar hal ini, batang bambu lama terdiam..., kemudian dia berkata kepada petani, "Tuan, tentu aku akan merasa sangat sakit ketika engkau menebangku. Juga pasti akan sakit ketika engkau membuang cabang-cabangku, bahkan lebih sakit lagi ketika engkau membelah-belah batangku yang indah ini, dan pasti tak tertahankan ketika engkau mengorek-ngorek bagian dalam tubuhku untuk membuang sekat-sekat penghalang itu. Apakah aku akan kuat melalui semua proses itu, Tuan?"

Petani menjawab batang bambu itu, "Wahai bambu, engkau pasti kuat melalui semua itu, karena aku memilihmu justru karena engkau yang paling kuat dari semua batang pada rumpun ini. Jadi tenanglah."

Akhirnya batang bambu itu menyerah, "Baiklah, Tuan. Aku ingin sekali berguna bagimu. Ini aku, tebanglah aku, perbuatlah sesuai dengan yang kau kehendaki."

Setelah petani selesai dengan pekerjaannya, batang bambu indah yang dulu hanya menjadi penghias halaman rumah petani, kini telah berubah menjadi pipa saluran air yang mengairi sawahnya sehingga padi dapat tumbuh dengan subur dan berbuah banyak.

***

Pernahkah kita berpikir bahwa dengan masalah yang datang silih berganti tak habis-habisnya, mungkin Allah sedang memproses kita untuk menjadi indah di hadapan-Nya? Sama seperti batang bambu itu, kita sedang ditempa, Allah sedang membuat kita menjadi manusia yang berguna. Dia sedang membuang kesombongan dan segala sifat kita yang tak berkenan bagi-Nya.

Tapi jangan kuatir, kita pasti kuat karena Allah tak akan memberikan beban yang tak mampu kita pikul. Jadi maukah kita berserah pada kehendak Allah, membiarkan Dia bebas berkarya di dalam diri kita untuk menjadikan kita alat yang berguna bagi-Nya?

Seperti batang bambu itu, mari kita berkata, "Ini hamba-Mu ya Allah, perbuatlah sesuai dengan yang Kau kehendaki. Hamba siap menjalaninya."

go to the top of the page

"Papa, baca yang keras ya..."

Pada suatu malam Budi, seorang eksekutif sukses, seperti biasanya sibuk memperhatikan berkas-berkas pekerjaan kantor yang dia bawa pulang ke rumah, karena keesokan harinya ada rapat umum yang sangat penting dengan para pemegang saham. Ketika sedang asyik menyeleksi dokumen kantor tersebut, Putrinya Jessica datang mendekati, berdiri tepat di sampingnya, sambil memegang buku cerita baru.

Buku itu bergambar seorang peri kecil yang *imut*, sangat menarik perhatian Jessica, "Pa, liat!" Jessica berusaha menarik perhatian ayahnya. Budi menengok ke arahnya, sambil menurunkan kaca matanya. Kalimat yang keluar hanyalah kalimat basa-basi "Wah, buku baru ya, Jes?"

"Ya, Papa" Jessica berseri-seri karena merasa ada tanggapan dari ayahnya. "* Bacain* Jessi *dong*, Pa," pinta Jessica lembut.

"Wah Papa sedang sibuk sekali, jangan sekarang *deh*," sanggah Budi dengan cepat. Lalu ia segera mengalihkan perhatiannya pada kertas-kertas yang berserakkan di depannya.

Jessica bengong. Tapi ia belum menyerah. Dengan suara lembut dan sedikit manja ia kembali merayu "Pa, Mama bilang, Papa mau baca untuk Jessi."

Budi mulai agak kesal, "Jes, Papa sibuk, sekarang Jessi suruh Mama baca ya?"

"Pa, Mama *cibuk* terus. Nih, Papa *liat* gambarnya, lucu-lucu."

"Lain kali Jessica. Sana! Papa lagi banyak kerjaan!" Budi berusaha memusatkan perhatiannya pada lembar-lembar kertas tadi. Menit demi menit berlalu, Jessica menarik napas panjang dan tetap di situ, berdiri di tempatnya penuh harap, dan tiba-tiba ia mulai lagi.

"Pa..., gambarnya bagus. Papa pasti suka..."

"Jessica, PAPA BILANG, LAIN KALI!!" Budi membentaknya dengan keras.

Kali ini Budi berhasil, semangat Jessica kecil terkulai, hampir menangis, matanya berkaca-kaca dan ia bergeser menjauhi ayahnya. "Iya, Pa. Lain kali ya, Pa?" Ia masih sempat mendekati ayahnya dan sambil menyentuh lembut tangan ayahnya, ia menaruh buku cerita di pangkuan sang Ayah. "Pa, kalau Papa ada waktu, Papa baca keras-keras ya Pa, supaya Jessica bisa *denger* ...."

Hari demi hari telah berlalu, tanpa terasa dua pekan telah berlalu namun permintaan Jessica kecil tidak pernah terpenuhi, Buku cerita Peri *imut*, belum pernah dibacakan bagi dirinya. Hingga suatu sore terdengar suara hentakan keras "Buukk..!!"

Beberapa tetangga melaporkan dengan histeris bahwa Jessica kecil terlindas kendaraan seorang pemuda mabok yang melajukan kendaraannya dengan kencang di depan rumah Budi. Tubuh Jessica mungil terentak beberapa meter. Dalam keadaan yang begitu panik, ambulance didatangkan secepatnya,. Selama perjalanan menuju rumah sakit, Jessica kecil sempat berkata dengan begitu lirih "Jessi takut Pa, Jessi takut Ma, Jessi sayang Papa-Mama." Darah segar terus keluar dari mulutnya hingga ia tidak tertolong lagi ketika sesampainya di rumah sakit terdekat.

Kejadian hari itu begitu mengguncangkan hati nurani Budi. Tidak ada lagi waktu tersisa untuk memenuhi sebuah janji. Kini yang ada hanyalah penyesalan. Permintaan sang buah hati yang sangat sederhana pun tidak dia penuhi. Masih segar terbayang dalam ingatan Budi tangan mungil anaknya yang memohon kepadanya untuk membacakan sebuah cerita, kini sentuhan itu terasa sangat berarti sekali, "...Papa baca keras-keras ya Pa, supaya Jessica bisa dengar..." Kata-kata Jessi itu mengiang kembali.

Sore itu setelah segalanya berlalu, yang tersisa hanya keheningan dan kesunyian hati. Canda dan riang Jessica kecil tidak akan terdengar lagi. Budi mulai membuka buku cerita peri *imut* yang diambilnya perlahan dari onggokan mainan Jessica di pojok ruangan. Bukunya sudah tidak baru lagi, sampulnya sudah usang dan koyak. Beberapa coretan tak berbentuk menghiasi lembar-lembar halamannya seperti sebuah kenangan indah dari Jessica kecil. Budi menguatkan hati, dengan mata yang berkaca-kaca ia membuka halaman pertama dan membacanya dengan sura keras. Tampak sekali ia berusaha membacanya dengan keras. Ia terus membacanya dengan keras-keras, halaman demi halaman, dengan berlinang air mata. "Jessi, dengar Papa baca ya..."

Selang beberapa kata, hatinya memohon lagi "Jessi, Papa mohon ampun, Nak. Papa sayang Jessi.." Seakan setiap kata dalam bacaan itu begitu menggores lubuk hatinya. Tak kuasa menahan sakit itu, Budi bersujud dan menagis..., memohon satu kesempatan lagi untuk belajar mencintai.

go to the top of the page

Bahasa Cinta

Kahlil Gibran


Bila cinta memanggilmu, turutilah bersamanya
Kendati jalan yang mesti engkau lalui sangat keras dan terjal
Ketika sayap-sayapnya merangkulmu, maka berserah dirilah padanya
Sekalipun pedang-pedang yang bersemayam di balik sayap-sayap itu mungkin akan melukaimu
Ketika ia bertutur kepadamu, maka percayalah padanya
Walaupun suaranya akan memporak porandakan mimpi-mimpimu laksana angin utara yang meluluh-lantakkan tetanaman


Cinta akan memahkotai dan menyalibmu
Menyuburkan dan mematikanmu
Membumbungkanmu terbang tinggi, mengelus pucuk-pucuk rerantinganmu yang lentik dan menerbangkanmu ke wajah matahari
Namun cinta juga akan mencekik dan menguruk-uruk akar-akarmu sampai tercabut dari perut bumi


Serupa dengan sekantong gandum, cinta menyatukan dirimu dengan dirinya
Meloloskanmu sampai engkau bugil bulat
Mengulitimu sampai engkau terlepas dari kulit luarmu
Melumatmu untuk memutihkanmu
Meremukkanmu sampai engkau menjelma liat

Lantas,

Cinta akan membopongmu ke kobaran api cusinya
Saampai engkau berubah menjadi roti yang disuguhkan dalam suatu jamuan agung kepada Tuhan


Cinta melakukan semua itu hanya untukmu sampai engkau berhasil menguak rahasia hatimu sendiri
Agar dalam pengertian itu engkau sanggup menjadi bagian dari kehidupan
Jangan sekali-kali engkau ijinkan ketakutan bersemayam di hatimu
Supaya engkau tidak memperbudak cinta hanya demi meraup kesenangan
Sebab memang akan jauh lebih mulia bagimu
Untuk segera menutupi aurat bugilmu dan meninggalkan altar pemujaan cinta
Memasuki alam yang tak mengenal musim
Yang akan membuatmu bebas tersenyum, tawa yang bukan bahak, hingga engkau pun akan menangis, air mata yang bukan tangisan


Cinta takkan pernah menganugerahkan apa pun kecuali wujudnya sendiri
Dan tidak sekali-kali menuntut apapun kecuali wujudnya sendiri itu pula
Cinta tidak pernah menguasai dan tidak pernah dikuasai
Lantaran cinta terlahir hanya demi cinta


Manakala engkau bercinta, jangan pernah engkau tuturkan, "Tuhan bersemayam di dalam lubuk hatiku".
Namun ucapkanlah, "Aku tengah bersemayam di lubuk hati Tuhan".
Jangan pula engkau mengira bahwa engkau mampu menciptakan jalanmu sendiri
Sebab hanya dengan seijin cintalah jalanmu akan terkuak


Cinta tidak pernah mengambisikan apapun kecuali pemuasan dirinya sendiri
Tetapi bila engkau mencintai dan terpaksa mesti menyimpan hasrat, maka jadikanlah hasratmu seperti ini:


Melumatkan diri dan menjelma anak-anak sungai yang gemericik mengumandangkan tembang ke ranjang malam
Memahami nyerinya rasa kelembutan
Berdarah oleh pandanganmu sendiri terhadap cinta
Menanggung luka dengan hati yang penuh tulus nan bahagia
Bahagia dikala fajar dengan hati mengepakkan sayap-sayap
Dan melambaikan rasa syukur untuk limpahan hari yang berbalur cinta
Merenungkan muara-muara cinta sambil beristirahat di siang hari
Dan kembali dikala senja dengan puja yang menyesaki rongga hati

Lantas,

Engkaupun berangkat ke peraduanmu dengan secarik doa
Yang disulurkan kepada sang tercinta di dalam hatimu
Yang diiringi seuntai irama pujian yang meriasi bibirmu...

go to the top of the page

Friday, September 09, 2005

Janji Allah bagi Orang yang akan Menikah

Ketika seorang muslim baik pria atau wanita akan menikah, biasanya akan timbul perasaan yang bermacam-macam. Ada rasa gundah, resah, risau, bimbang, termasuk juga tidak sabar menunggu datangnya sang pendamping, dll. Bahkan ketika dalam proses taaruf sekalipun masih ada juga perasaan keraguan.

Berikut ini sekelumit apa yang bisa saya hadirkan kepada pembaca agar dapat meredam perasaan negatif dan semoga mendatangkan optimisme dalam mencari teman hidup. Semoga bermanfaat buat saya pribadi dan kaum muslimin semuanya. Saya memohon kepada Allah semoga usaha saya ini mendatangkan pahala yang tiada putus bagi saya.

Inilah kabar gembira berupa janji Allah bagi orang yang akan menikah.
Bergembiralah wahai saudaraku...

1. Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). (An Nuur : 26)

Bila ingin mendapatkan jodoh yang baik, maka perbaikilah diri. Hiduplah sesuai ajaran Islam dan Sunnah Nabi-Nya. Jadilah laki-laki yang sholeh, jadilah wanita yang sholehah. Semoga Allah memberikan hanya yang baik buat kita. Amin.

2. Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya.Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (An Nuur: 32)

Sebagian para pemuda ada yang merasa bingung dan bimbang ketika akan menikah. Salah satu sebabnya adalah karena belum punya pekerjaan. Dan anehnya ketika para pemuda telah mempunyai pekerjaan pun tetap ada perasaan bimbang juga. Sebagian mereka tetap ragu dengan besaran rupiah yang mereka dapatkan dari gajinya. Dalam pikiran mereka terbesit, apa cukup untuk berkeluarga dengan gaji sekian?.

Ayat tersebut merupakan jawaban buat mereka yang ragu untuk melangkah ke jenjang pernikahan karena alasan ekonomi. Yang perlu ditekankan kepada para pemuda dalam masalah ini adalah kesanggupan untuk memberi nafkah, dan terus bekerja mencari nafkah memenuhi kebutuhan keluarga. Bukan besaran rupiah yang sekarang mereka dapatkan. Nantinya Allah akan menolong mereka yang menikah. Allah Maha Adil, bila tanggung jawab para pemuda bertambah dengan kewajiban menafkahi istri-istri dan anak-anaknya, maka Allah akan memberikan rejeki yang lebih. Tidakkah kita lihat kenyataan di masyarakat, banyak mereka yang semula miskin tidak punya apa-apa ketika menikah, kemudian Allah memberinya rejeki yang berlimpah dan mencukupkan kebutuhannya?

3. Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah,seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya.
(HR. Ahmad 2: 251,Nasaiy, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits no. 2518, dan Hakim 2: 160) [1]


Bagi siapa saja yang menikah dengan niat menjaga kesucian dirinya, maka berhak mendapatkan pertolongan dari Allah berdasarkan penegasan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits ini. Dan pertolongan Allah itu pasti datang.

4. Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang emikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar Ruum : 21)

go to the top of the page

Thursday, September 08, 2005

Tepiskan Dunia dari Qalbumu…

Mengikuti Pengajian Syeikh Abdul Qadir al-Jilany Hari Jumat Pagi, 10 Syawal 545 H. di Madrasahnya

Wahai kaum Sufi, kenalilah Allah dan jangan sampai kalian tidak mengenalNya. Taatilah Allah jangan sampai bermaksiat padaNya. Berselaraslah dengan Allah jangan kontra padaNya. Ridlolah terhadap rencana Allah dan jangan menentangNya.

Ma’rifatlah kepada Allah atas ciptaNya. Dialah Yang Maha Mencipta, Yang Maha memberi Rizki, Yang Maha Awal dan Maha Akhir, Maha Dzohir dan Maha Batin, Yang Maha Dahulu Yang Awal dan Maha Abadi, Yang Maha berbuat sesuai dengan kehendakNya.

“Allah tidak ditanya atas apa yang diperbuatNya, tetapi mereka akan ditanya (apa yang mereka lakukan).” (Al-Ambiya’ 23)
Dialah Yang Maha Memberi kekayaan dan Maha Dibutuhkan. Dialah Yang Memberi manfaat, Memberi Kehidupan, Mematikan, Memberi siksaan dan Ketakutan serta harapan. Takutlah padaNya dan jangan takut pada lainNya.
Berharaplah padaNya jangan berharap selainNya. Berjalanlah menurut lingkaran KekuasaanNya dan hikmahNya hingga dirimu terliput oleh Kuasa dan Hikmah itu sendiri.

Beradablah dengan cara yang lebih tegas, hitam dan putih sampai antara dirimu dan DiriNya terjadi kelangsungan, maka kalian akan terjaga, dengan berada di balik konteks tersembunyi aturan syari’at, bukan formalismenya. Dan untuk sampai ke sini, tidak akan diraih kecuali oleh orang-orang yang saleh. Kami tidak ingin keluar dari jalur syar’i, dan hal ini tidak diketahui kecuali oleh orang yang masuk di dalamnya. Adapun dengan hanya satu sifat saja, anda tidak akan mengetahuinya.

Jadikan seluruh perkara anda berada di hadapan Rasulullah saw, terikat oleh garis di bawah perintah dan larangan dan jejaknya, hingga kalian semua dipanggil oleh Yang Maha Diraja, maka saat itulah kalian semua memohon izin Rasulullah saw, dan masuklah di hadapannya. Kenapa seseorang disebut abdaal (sang pengganti), karena mereka ini tidak mengendaki sama sekali, suatu kehendak di sisi Allah Azza wa-Jalla.
Dan mereka tidak pernah meminta pilihan ketika berada pada pilihan Allah Ta’ala. Mereka tetap berada dalam jalur aturan dzohir, dan mengenal aktifitas amaliyah dzohir, lalu mereka secara khusus menjalankan amaliyah khusus pula.

Sebagaimana mereka menaiki derajat dan posisi mereka, maka bertambah pula perintah dan larangan mereka, sampai pada tahap dimana perintah dan larangan tidak ada, bahkan seluruh perintah syariat teraksentuasi dalam diri mereka dan disandarkan pada mereka, sementara mereka termakzulkan. Mereka senantiasa dalam keleburan bersama Allah Azza wa-Jalla.

Mereka hadir dalam kesadaran, pada suatu waktu ketika perintah dan larangan syara’ yang terus menjaganya hingga mereka tidak sama sekali merobohkan aturan syariat. Sebab meninggalkan ibadah-ibadah fardlu itu berarti zindiq, dan terus menerus berdosa itu merupakan kemaksiatan. Ibadah Fardlu tidak bisa digugurkan oleh ahwal ruhani.

Wahai anak-anakku, amalkan hukum dan ilmuNya, jangan sampai kalian keluar jalur, jangan lupa pada janjimu. Perangilah hawa nafsumu, syetanmu, watakmu dan duniawimu. Jangan putus asa pada pertolongan Allah Azza wa-Jalla, karena pertolongan itu akan datang pada kalian dengan keteguhan kalian, sebagaimana firmanNya:
“Sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang sabar” (al-Baqarah: 153, al-Anfaal 46), dan “Sesungguhnya golongan Allah itulah yang menang.” (Al-Maidah 56), dan “Orang-orang yang memerangi nafsunya menuju Kami, bakal Kami tunjukkan Jalan-jalan Kami.” (Al-Ankabut: 69)

Kekanglah ucapan nafsumu ketika mengadu kepada sesama makhluk. Mengadulah kepada Allah Ta’ala saja, adukan sesama makhluk itu kepada Allah agar bisa taat kepadaNya jauh dari maksiat padaNya. Karena anda mencegah mereka dari kesesatan, bid’ah dan menuruti hawa nafsu. Anda semua memerintah mereka untuk mengikuti Kitab dan Sunnah Rasulullah SAW.

Wahai kaum Sufi, hormatilah Kitab Allah Azza wa-Jalla dan bersikap sopanlah di hadapanNya. Kitab itulah yang menghubungkan kalian dengan Allah Azza wa-Jalla. Jangan kalian jadikan Al-Qur’an itu sebagai makhluk. Allah berfirman, “Ini adalah KalamKu…” Sedangkan kalian menganggap bukan? Siapa yang menolak Allah dan menjadikan Qur’an sebagai makhluk telah benar-benar kafir pada Allah Azza wa-Jalla. Inilah Al-Quran yang dibaca, yang di eja, yang didengar, yang ditulis dalam mushhaf, yaitu Kalam allah Azza wa-Jalla. Imam Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, “Pena itu makhluk, dan yang tertulis itu bukan makhluk. Qalbu itu makhluk tetapi yang terjaga dalam qalbu itu bukan makhluk.”

Ambilah nasehat dari Al-Qur’an dengan cara mengamalkannya, bukan cara berdebat tentang Al-Qur’an. Akidah itu kata yang sedikit tetapi amal itu banyak. Hendaknya anda mengimani Al-Qur’an, anda akan benar hati anda, dan anda akan mengamalkan melalui fisik anda. Sibukkan diri anda dengan hal-hal yang berguna bagi anda, dan jangan berpaling pada akal dangkal anda yang rendah.

Kalamullah yang manqul tidak bisa disimpulkan lewat ma’qul (lewat akal). Nash tidak bisa dibiarkan dengan hanya bertumpu qiyas. Janganlah anda meninggalkan yang jelas, hanya dengan memilih pengakuan-pengakuan, sedangkan harta manusia saja tidak bisa diambil kecuali dengan transaksi yang jelas, bukan lewat pengakuan-pengakuan. Nabi saw. bersabda, “Kalau manusia mengambil sesuatu lewat pengakuan-pengakuannya (klaim) pasti akan terjadi suatu klaim dari kaum pada kaum lainnya atas hutang darah dan harta. Tetapi bukti ada pada yang mengaku, dan sumpah pada yang mengingkari.” (Hr Bukhari)

Ucapan tidak ada gunanya dan jika hati kita buta. Sabda Nabi SAW : “ Yang lebih aku khawatirkan dari ummatku, adalah ucapan dari orang pintar yang munafiq.”

Wahai Ulama, wahai si bodoh, wahai orang yang hadir dan tidak hadir, malulah kalian semua pada Allah. Pandanglah Allah dengan hati kalian, hinakan dirimu padaNya. Jalankanlah dirimu di jalan-jalan kepastianNya, dan disiplinkan rasa syukur atas nikmatNya, dan raihlah pencahayaan dalam gelap, ketika beribadah padaNya. Bila sudah kau dapatkan, kalian dapat kemuliaan dan syurga Allah Azza wa-Jalla di dunia maupun di akhirat.

Anak-anak sekalian…. Seriuslah anda, jangan sampai ada yang tersisa di hatimu, rasa senang pada dunia. Jika sudah mampu demikian, jangan anda biarkan nafsu menempel di hatimu. Kalau engkau lupa, segera ingat, kalau alpa segera bangkit. Karena nafsu tidak membiarkan diri anda untuk menghadap Allah. Siapa pun yang bisa merasakan ini, akan meraih ma’rifat. Suatu model pribadi langka, yang hatinya tak berpijak pada sesama makhluk.

Wahai golongan munafik yang tertimpa bencana di hatinya. Ingatlah kaum Sufi itu ketika memandang dengan mata hati kepada selain Allah Azza wa-Jalla, mereka menyerahkan keselamatannya untuk kembali kepadaNya dan melemparkan dirinya di haribaanNya, dan ucapannya terputus dari selain DiriNya. Hingga waktu berganti, hari, bulan dan tahun terus menerus tanpa hentinya memandang Allah Azza wa-Jalla.
Merekalah makhluk Allah paling cerdas, Seandainya anda melihat mereka, pasti anda mengatakan mereka itu gila. Sebaliknya jika mereka memandang kalian, pasti mereka katakan, “Sungguh orang-orang ini tidak selamat di hari qiyamat nanti.”

Hati para Sufi senantiasa takut dan penuh pengagungan remuk redam di hadapan Allah Ta’ala. Ketika hati mereka terbuka oleh keagungan dan kebesaranNya, bertambah pula rasa takutnya, hampir-hampir hatinya hangus dan tulang-tulangnya berserak. Bila Allah memandang mereka, terbukalah pintu-pintu RahmatNya, KeindahanNya, KelembutanNya, dan menjadi harapan baginya dalam kedamaian mereka.

Tak ada yang lebih kucintai ketimpang orang yang mencari akhirat dan mencari Allah Azza wa-Jalla. Sedangkan pemburu dunia, makhluk dan nafsu, hawa kesenangan, sungguh aku tak suka, kecuali aku datang untuk mengobatinya, karena mereka ini sakit, dan tak ada yang lebih sabar menghadapi si sakit kecuali seorang dokter.

Wah celaka anda ini. Anda sembunyikan perkara anda dari saya, padahal Allah melihat yang tersembunyi. Tampaknya anda memburu akhirat, tapi sebenarnya anda memburu dunia. Keruwetan di hatimu tertulis di lambungmu, rahasiamu dalam ketampakanmu/ Dinar di tanganmu berubah jadi perak. Jangan kau sembunyikan semua karena saya melihat banyak di sana. Serahkan padaku sampai ku bersihkan dan sisanya aku lemparkan. Sedikit yang bagus lebih baik dibanding banyak yang kotor. Bawa dinharmu ke mari, saya akan bersihkan dan saya punya alat pembersih.

Tobatlah kalian dari riya’ dan nifaq. Karenanya sebagian sufi mengatakan, ikhlas itu tidak dikenal kecuali oleh orang yang riya’. Dan orang yang sangat langka adalah orang yang ikhlas dari awal hingga akhir.
Anak kecil awalnya berbohong dan bermain-main dengan debu dan najis, mereka terjatuh pada kotoran, dan mereka juga sering mencuri-curi dari ayah bundanya, mereka berjalan dengan lagak. Ketika sudah dewasa akalnya mereka tinggalkan sedikit demi sedikit, kemudian berlaku sopan kepada ayah bundanya.

Siapa yang dikehendaki baik oleh Allah ia akan memiliki adab dan meninggalkan hal-hal yang tak sopan di hadapanNya. Siapa yang dikehendaki buruk ia tetap hidup sebagaimana kehancurannya, baik di dunia maupun di akhirat, Allah menciptakan penyakit dan obat. Penyakitnya adalah maksiat, dan obatnya adalah to’at. Zalim itu penyakit, obatnya menegakkan keadilan. Salah itu penyakit, obatnya benar. Kontra dengan Allah itu penyakit, obatnya adalah tobat dari mabuk dosa.

Obat menjadi sempurna, manakala anda bisa memisahkan diri anda (hati anda) dari tempelan makhluk dan hatimu bersambung pada Allah Azza wa-Jalla. Keluhuran anda sampai di langit, walau hunian anda di bumi. Hatimu sendiri bersama Allah, walau jasadmu bersama makhluk. Jangan sampai hatimu dikendalikan nafsumu dan ditunggangi.

Jika nafsu tidak patuh pada anda untuk taat kepada Allah Azza wa-Jalla, maka anda harus latih dengan rasa lapar dan dahaga, hina dan telanjang jiwa, serta khalwat di tempat yang tidak nyaman bagi makhluk. Jangan berhenti sampai anda benar-benar tenteram bersama Allah Azza wa-Jalla. Jika sudah tenteram anda jangan membuat sambungan lagi yang membuat anda alpa kembali.

Anda mungkin sudah berbuat ini dan itu, tapi jika hati anda tidak komitmen pada tujuan, yaitu berselaras dengan Kehendak Allah dan meninggalkan maksiat padaNya, akan selalu remuk redam. Karena itu lahir dan batinmu itu untuk Allah, hingga berselaras dalam kepatuhan padaNya tanpa maksiat, syukur tanpa kufur, dzikir tanpa lupa, baik tanpa buruk.

Tak ada untung di hatimu, kalau hatimu masih bertengger makhluk. Seandainya anda bersujud seribu tahun di atas batu, sementara hatimu menghadap selain Allah, tak ada gunanya amaliyah anda, karena anda mencintai selain Dia. Janganlah anda memohon CintaNya sampai dalam diri anda terhapus dari semuanya selain Dia. Bagaimana anda berzuhud hati anda, sedangkan di hati anda masih banyak hal-hal lain? Ingatlah bahwa Allah melihat apa yang ada dibalik alam semesta ini. Bagaimana anda bisa katakan tawakkal kepada Allah sedangkan hati anda tidak sama sekali? Anda betawakal selain Allah?
Anak-anak sekalian, jangan sampai anda terpedaya pada sifat lembutnya Allah azza wa-Jalla sedangkan pukulan dan siksaNya begitu dahsyat…Jangan pula terpedaya oleh para Ulama yang bodoh kepada Allah Azza wa-Jalla. Ilmunya justru menyiksa mereka, bukan membahagiakan mereka. Mereka para Ulama yang pandai akan hukum Allah, tapi bodoh pada Allah Azza wa-Jalla.

Mereka memerintahkan kebaikan tapi tidak menjalaninya, melarang kemungkaran tapi malah melanggarnya. Mereka bermohon kepada Allah, tapi hatinya malah lari dariNya, bergelimang dosa dan kesalahan. Nama-nama mereka ada pada saya, dan tercatat dalam sejarah.
Ya Allah terimalah tobat mereka dan tobat kami. Anugerahilah kami bagi Nabiu sayyidina Muhammad saw, dan bapak kami Ibrahim as. Ya Allah jangan sampai diantara kami saling menguasai, tetapi limpahilan antara kami saling memberikan manfaat, dan masukkanlah kami dalam rahmatMu…Amin.

go to the top of the page

Cahaya Ditengah Kegelapan

Senja di atas Indonesia teramat merah jingga, ketika syetan-syetan berkelebat memenuhi cakrawala. Lalu Nabi saw, menyabdakan agar kita menutup pintu-pintu rumah, menutup kendil dan makanan-makanan, menyuruh anak-anak supaya segera masuk ke dalam rumah.

Sebab ketika senja menjelang surupnya, syetan berkeliaran di mana-mana.
Apa yang terjadi ketika musim senja tiba? Sebuah fakta, bahwa kita segera memasuki kegelapan malam. Jubah-jubah hitam membungkus bumi. Angin wabah menusuk jantung. Hanya hati kita yang bergantung di langit, bersama bintang-bintang, bahkan bersama siraman cahaya purnama. Hati kita.

Kita sedang istirah dalam doa-doa malam. Kita ditunggu Allah di sepertiga terakhirnya. Kita lampiaskan segala keluh kesah dan kekesalan atas kezaliman. Kita sampaikan pula segumpal darah yang menyelinap di dalam dada kita. Hati yang kita pasrahkan kepadaNya. Kita gemuruhkan tabuhan-tabuhan tasbih, sholawat dan permohonan ampunan. Kita gali sungai airmata dari mata air kemahaindahanNya (Jamaliyah-Nya). Sebab, Fajar Kehidupan menunggu masa depan kita.

Itulah awalnya. Ketika, kita bangun pagi, tiba-tiba di depan kita, negeri ini, adalah reruntuhan. Ia dihadapkan pada kenyataan, betapa bangsanya hanyut dalam mimpi 32 tahun, dan begitu bangun segalanya telah musnah. Dengan tertatih-tatih bersama sisa-sisa waktu, ada seorang pemimpin membangkitkan lagi semangat, menyalakan lagi api, meniupkan lagi nafas-nafas masa depan, mengumpulkan kembali sisa-sisa bangunan, dan mengaduk kembali mana yang bisa dipakai, mana yang harus dibuang, sembari membawa bahan-bahan baru yang mengokohkan bangunan rumah bangsa ini.

Dulu rumah bangsa ini runtuh karena dikuasai oleh hantu-hantu politik, hantu-hantu koruptor, hantu-hantu mafioso. Hantu itu beranak pinak, sampai menghuni seluruh sudut rumah bangsa, dan berjuta-juta penghuni rumah itu mengikuti kegelapan demi kegelapan hantu itu. Maka, ketika seorang Kiai menyalakan lilin dan menyiramkan cahaya, hantu-hantu mulai gentayangan kembali mencari celah-celah untuk mematikan lampu-lampu dan lilin-lilin itu. Kiai itu terjengah bukan main, setiap kali ia menyalakan lampu dan lilin, ada badai meniupnya, ada nafas-nafas malam yang kotor menyebulnya. Lalu sekuat tenaga ia kobarkan cahaya, tetapi badai kegelapan juga sangat berbahaya, bahkan mereka bagai siluman saling mengoyak, saling berebut untuk meniup cahaya-cahaya itu.

Istana yang dulu dihuni oleh hantu, dipenuhi oleh siluman negerinya, mulai sedikit bercahaya. Tetapi sayang sekali, cahayanya tidak sampai menembus di Gedung Rakyat yang gelap gulita, di wilayah Senayan sana. Sebab pesta kegelapan tak juga berakhir, sedangkan gedung itu adalah milik rakyat yang merindukan cahaya-cahaya masa depan.

Tak bisa dihindari akhirnya, sebuah pertempuran dahsyat antara cahaya dan kegelapan, antara benderang hati dan gelapnya nafsu, antara amanah-amanah yang harus dipikul dengan ambisi-ambisi yang ingin merebutnya, antara ruang-ruang peradaban melawan lorong-lorong mengerikan, antara mereka yang membawa kilat cakrawala dengan kemunafikan-kemunafikan yang menutup mata hatinya, menyumpal telinga jiwanya, membungkam lisan kebenarannya.

Tiba-tiba jarum jam sejarah berputar cepat memasuki empat belas abad silam. Ketika Nabi dengan para sahabatnya bertempur melawan angkara murka kafir-kafir Quraisy di lembah dan bukit-bukit Uhud. Kemenangan hampir-hampir di tangan, tiba-tiba kemunafikan menyelimuti sejumlah pasukannya, lalu mereka tersungku dalam perebutan jarahan perang, dan akhirnya mereka raih kekalahan.

Perang Uhud adalah kemenangan pasukan kegelapan, pasukan kemunafikan, pasukan kefasikan, pasukan yang memberhalakan duniawi, pasukan-pasukan berhala. Perang Uhud adalah kemenangan syetan dan Iblis, kemanangan asap hitam yang menyesakkan seluruh dada penghuni bumi, kemenangan siluman dengan sejuta topeng politiknya. Itulah hebatnya kafir-kafir, ketika ia terdesak dalam kekalahannya, tiba-tiba ia melemparkan umpan agar segera dijarah oleh hipokrit-hipokrit, sampai mereka lupa diri, dan setelah itu dihancurkan.

Saya memasuki kembali dunia normal saat ini. Di negeri ini, di alam nyata ini. Saya melihat melihat harapan ketika memangkan sebuah pertempuran melalui komitmen moral di padang pertempuran Badar Nusantara, dimana kekuatan minoritas kebenaran hendak mengalahkan mayoritas kemungkaran. Tak disangka, dalam membawa pasukan bangsa ini, kita harus melewati apa yang disebut Perang Uhud Nusantara. Di bukit dan lembah-lembah Uhud Nusantara, sesungguhnya strategi sudah dicanangkan, kemenangan sudah di tangan, tetapi tiba-tiba kemunafikan mengoyak-ngoyak kita semua. Konspirasi nafsu kita telah mengalahkan dan meniup cahaya kebenaran.

Sebuah bahaya besar mengguncang dari dalam tubuh bangsa ini, ketika kapal besar bangsa ini menyeberangi bahtera menuju benua impian, dan siap melawan bajak-bajak laut yang bertopeng mengerikan, tiba-tiba dari dalam kapal muncul pemberontakan yang disulut oleh segelintir manusia yang tidak menginginkan sang nakhoda dan wakil nakhoda bersatu menuju benua itu. Pertempuran melawan bajak-bajak laut itu tengah berkecamuk, dan kemenangan demi kemenangan diraihnya, tiba-tiba di saat hendak lari dari samudera kebangsaan, bajak laut itu melempar pundi-pundi agar diperebutkan para penunggang kapal besar bangsa ini.

Maka, bisa dibayangkan, betapa riuh rendahnya suara berebut dalam kapal besar itu. Melihat kenyataan seperti itu, bajak-bajak laut menyerang kembali, dan merobek kapal besar itu. Gemrincing pertempuran semakin seru, dan sungguh, kapal besar itu mulai tergenang gelombang samudera, pelan-pelan mulai tenggelam.

Para bajak laut dan kaum hipokrit itu mulai merayakan kemenangannya. Mereka berpesta, bahwa pasukan-pasukan kebenaran telah kalah, dan mereka angkat wakil Nakhoda itu menjadi pemimpin barunya, dengan kapal baru, dimana seluruh teknologi kapal itu sudah dikuasai para pembajak itu. Sehingga nakhoda baru itu hanya bisa mengikuti apa yang diperintahkan mereka.

Nakhoda dan seluruh bangsa yang masih mengikutinya, mulai ditenggelamkan oleh koyakan gelombang demi gelombang. Gelombang yang digerakkan oleh badai kejahatan. Tiba-tiba Lautan Putih muncul di permukaan, menarik kapal besar yang hendak tenggelam itu. Dan kapal itu pun bersandar pada pulau kebenaran di dalam samudera. Pulau itu adalah pulau Khidhir, dimana ada bangunan masjid yang dibangun dengan mutiara-mutiara hikmah dan pengetahuan, menaranya menjulang sampai ke Baitul Ma’mur sana. Betapa indah dan eloknya bangunan masjid itu, betapa agung dan megahnya ruang-ruang besar di dalamnya. Di luar bangunan masjid Khidhir ada bangunan-bangunan peradaban, bangunan Kota Ilahi yang dihuni oleh para Sufi. Nakhoda itu bersandar di sana, dan seluruh bangsa yang telah dibersihkan dari kemunafikannya.

Sementara para bajak laut dan kaum munafiq, menganggapnya, bahwa Nakhoda dengan kapal besarnya telah ditelan samudera, menjadi santapan hiu ganas, menjadi bangkai yang tak akan pernah hidup lagi.

Lebih baik mereka menyangka demikian. Biarkanlah, lebih baik mereka terus berpesta. Lebih baik mereka terus membagi-bagi tugas kemenangan yang diraihnya. Lebih baik mereka terus melaju dengan kapal hipokrianya. Lebih baik mereka terus melajukan kapalnya menuju sebuah benua, bukan benua masa depan, tetapi benua masa lalu tanpa hatinurani. Benua penyesalan.

Sebuah benua yang dituju oleh nakhoda itu, sesungguhnya bukanlah benua impian Dan benar ketika warna merah adalah merah senja yang jingga, bertepatan ketika kapal itu sampai di dekat benua. Gerbangnya adalah tengkorak-tengkorak manusia, sungainya adalah keringat rakyat, minumnya adalah darah, makanan-makanannya adalah aspal jalan raya dan hutan-hutan kayu yang dulu pernah rimbun penuh anugerah, pestanya adalah intrik-intrik politik, kata-katanya adalah kotoran, bangunan-bangunannya adalah hasil perampokan, menara-menara yang menjulang hanya sampai pada mendung hitam yang menggantung di cakrawala. Bahkan matahari pun tak pernah menembuskan cahayanya. Mengerikan.

Apa pun pesta yang sedang diselenggarakan itu, apa pun foya-foya kegembiraan yang disebar-sebar itu, apa pun bendera-bendera yang dikibarkan itu, masa lalu hanyalah sebuah penyesalan. Kita tidak ingin mengecewakan bangsa ini, dengan trauma-trauma, dengan darah dan kekerasan, dengan intrik, korupsi, kolusi, nepotisme dan segala hal yang terus menerus berselingkuh di balik celah-celah rumah bangsa.

Ayo! Kita berangkat! Menuju benua impian kita, menuju demokrasi yang sesungguhnya, menuju cahaya kebenaran yang dinyalakan oleh kalbu-kalbu kita. Jangan takut dan jangan gelisah, karena kekasih-kekasih Tuhan itu tidak pernah takut dan tidak pernah gelisah. Kita akan menaiki Kapal Jiwa bersama Allah, sebab, Allah menyertai kita.

Saya merekam seluruh peristiwa itu. L;alu saya tulis dengan tinta Lautan Khidhir dan gerak-gerik pena kefanaan jemari kehambaan. Saya tulis di atas kertas dari Cahaya Lauhul Mahfudz, agar kelak dibaca dan didengar oleh mereka yang sedang menyaksikan peradilan sejarah bangsa ini, siapa sesungguhnya yang benar, siapa sesungguhnya yang merekayasa, siapa sesungguhnya yang menjadi alat-alat, siapa sesungguhnya yang berselingkuh dalam kemunafikan, siapa sesungguhnya lawan yang sesungguhnya.

Saya mencoba menahan keharuan yang mengembang di atas kelopak mata. Tetapi dada telah basah oleh airmata. Terkadang yang tampak di depan mata saya adalah Sayyidina Al-Husein yang dikhianati dan dizalimi, terkadang yang tampak adalah pemuka Syuhada’ Sayyidina Hamzah yang jadi korban kemunafikan di lembah Uhud. Kadang yang tampak adalah senyum Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang miskin, kadang yang tampak adalah kegagahan Sholahuddin Al-Ayyubi. Kadang yang tampak adalah peristiwa kekalahan, lalu yang mengembang dari putik melati adalah aroma moral sejati seorang negarawan. Kadang yang tampak adalah Sayyidina Ali yang ditikam oleh intrik kemunafikan, kadang yang tampak adalah keelokan Yusuf yang dirobek bajunya dari belakang oleh nafsu Zulaikha.

Mungkin saja membuat anda muak, ketika nafsu anda bergerak membuka lembar demi lembar kebenaran. Mungkin saja jantung anda tertusuk, ketika darah hitam duniawi membisul dalam segumpal jantung anda. Mungkin saja bibir anda menyungging ke arah sudut paling sinis, ketika ambisi dan keangkuhan anda yang membaca. Bahkan tulisan ini menjadi sesuatu yang sangat menakutkan dan mengusir nurani anda, ketika anda membaca dengan kacamata kemunafikan.

Bacalah dengan mata hati dan kalbu kehambaan: Jika tulisan ini terasa pahit, biarlah jadi penyembuh duka anda. Jika terasa manis, semoga jadi penghangat kebekuan anda. Jika terasa asam, semoga pengejut kealpaan hati anda. Jika terasa pedas, jadikanlah sambal hidangan makanan jiwa anda. Jika terasa asin, itulah memang sari lautan yang mentralisir kebingunan anda. Selebihnya, Wallahu A’lam bish-Shawab.

go to the top of the page