:: Mutiara Kata Pembuka Hati ::

What's.....

Children

(Kahlil Gibran)

Your children are not your children.
They are the sons and daughters of Life’s longing for itself
They come through you but not from you,
And though they are with you yet they belong not to you
You may give them your love but not your thoughts,
For they have their own thoughts
You may house their bodies but not their souls,
For their souls dwell in the house of tomorrow,
Which you cannot visit, not even in your dreams
You may strive to be like them, but seek not to make them like you
For life goes not backward nor tarries with yesterday
You are the bows from which your children as living arrows are sent forth
The archer sees the mark upon the path of the infinite,
And He bends you with His might that His arrows may go swift and far
Let your bending in the archer’s hand be for gladness;
For even as He loves the arrow that flies,
so He loves also The bow that is stable


Thursday, June 30, 2005

Sedikit Bukanlah Sia - Sia

Wisnubrata

Ketika masih tinggal di kampung, saya sering mendengar lagu - lagu merdu yang dimainkan seorang pengamen tua menggunakan harmonikanya. Pak Slamet, nama pengamen itu, adalah orang yang sederhana. Walau begitu, ia selalu tampil rapi dengan baju bersih yang dimasukkan. Rambutnya dipotong pendek dan tersisir lurus ke belakang.

Ia biasanya berdiri di depan pintu dengan sikap tegak seperti orang mengheningkan cipta, lalu mulai memainkan harmonikanya. Matanya berkali - kali terpejam saat mengalunkan nada-nada yang mengalir seperti air, tanda ia sungguh kusyuk menyampaikan lagunya.

Meski tak mengerti lagu apa yang dimainkan Pak Slamet, kesungguhannya bermain harmonika telah menarik saya untuk mengetahui apa yang dia lantunkan. Dalam salah satu kesempatan, saya bertanya, "Pak, itu lagu apa?"

Ia menjawab dalam bahasa Jawa halus, yang kira - kira terjemahannya demikian: "Ini adalah lagu agar orang-orang yang mendengarnya menjadi tenteram dan damai. Banyak orang tidak tenteram karena pikiran. Semoga saya bisa membantu menenteramkan mereka."

Jawaban itu sungguh tidak saya sangka - sangka. Tadinya saya mengira akan mendapat jawaban bahwa lagu itu lagu Jawa kuno, atau lagu pop masa lalu. Ternyata dugaan tersebut meleset. Bagaimana mungkin orang tua ini memiliki pemikiran seperti itu? dalam hati kubertanya.

Tapi saya, yang waktu itu adalah seorang mahasiswa dengan pengetahuan maha luas, yang percaya hanya tindakan besarlah yang bisa mengubah dunia, kembali melontarkan pertanyaan dengan nada sedikit melecehkan, "Lalu sudah sampai mana Pak Slamet menyebarkan ketenteraman itu? Sudah berapa orang yang mendengarnya dan sembuh dari kegalauan hidupnya?"

Ia menjawab tersenyum, "Hanya pada beberapa orang yang rumahnya saya lewati di sekitar sini. Semoga ada satu atau dua di antara mereka menjadi damai karena mendengar lagu saya, walau tidak bagus saya memainkannya. Syukur kalau kedamaian itu ditularkan."

Jawaban tersebut menunjukkan betapa besar hatinya dan membuat kecut hatiku. Dalam kesederhanaannya, pengamen tua itu memberikan apa yang bisa disumbangkan bagi orang lain. Tampaknya remeh, karena lagu - lagunya hanya dihargai seratus perak dan hanya didengar oleh segelintir orang di sebuah wilayah kecil. Tapi ketulusan dan kesungguhannya dalam memberi, bernilai jauh lebih tinggi dari itu.

***

Bertahun - tahun kemudian, tepatnya beberapa hari lalu ketika sedang membaca koran mengenai bencana tsunami, saya menyadari keponakanku terus menerus memandangi deretan nama - nama penyumbang dan jumlah yang mereka berikan bagi korban bencana di halaman lain koran.

Keponakan yang masih kecil itu kemudian bertanya, "Ndrong (dari kata gondrong, panggilan saya di rumah), kalau nyumbangnya sedikit, namanya ditulis nggak?"

"Ya ditulis juga," jawabku, sambil menduga anak ini pasti ingin menyumbang agar namanya masuk koran.

Di luar perkiraan, jawaban itu justru membuat raut mukanya kecewa. Saya tahu sebabnya setelah dia melanjutkan, "Aku cuma punya uang sedikit. Malu kalau namanya ditulis. Kalau aku nyumbang sedikit, nggak bisa buat nolong mereka ya?"

Saat itu juga bayangan Pak Slamet terlintas. Kata-katanya, "...Semoga ada satu atau dua di antara mereka menjadi damai karena mendengar lagu saya, walau tidak bagus saya memainkannya..." seolah terdengar lagi.

Teringat kalimat itu, dengan haru saya katakan pada keponakan saya, "Akan ada satu atau dua orang yang tersambung hidupnya karena sumbangan adek, walau hanya sedikit yang adek berikan. Yang sedikit itu tidak sia - sia karena akan menjadi banyak saat dikumpulkan bersama."

Sebagai catatan, kisah mengenai Pak Slamet sering saya ceritakan kepada teman - teman yang merasa putus asa karena usaha mereka menyerukan perdamaian dirasa sia - sia. Usaha mereka memerangi korupsi seolah tak ada artinya. Usaha menegakkan keadilan seperti tak ada hasilnya.

Saya katakan, bila dilihat dari besar kecilnya yang dilakukan, usaha Pak Slamet membagi kedamaian serasa sia - sia, seperti juga perasaan kita saat kita memperjuangkan sesuatu sendirian atau dalam skala kecil. Tapi walaupun kecil, apa yang dilakukan dengan sungguh - sungguh mungkin bisa menggerakkan orang lain, seperti pengamen tua itu telah menggerakkan saya menceritakan hal ini, walau --sekali lagi-- cerita ini hanyalah cerita biasa yang tampak sia - sia.

Namun dalam apa yang sering kita anggap sia - sia, sebenarnya tersimpan harapan karena orang - orang lain barangkali memiliki pemikiran sama. Maka tepatlah kata - kata John Lennon dalam lagunya, Imagine: "You may say I'm a dreamer... but I'm not the only one, I hope someday you'll join us, and the world will live as one..."

go to the top of the page

Ayo, Terus Bergerak!

Air, jika dibiarkan terus menggenang, tanpa aliran, lama-lama akan menjadi sarang penyakit. Demikian juga udara, jika dibiarkan berhenti, tak berhembus, akan menimbulkan kepengapan dan akhirnya merusak pernapasan. Semua harus bergerak. Tidak boleh ada yang diam.

Adalah kenyataan bahwa segala ciptaan Allah selalu bergerak. Bumi, matahari, bulan, bintang, dan semua tata surya berotasi tiada henti. Sekali terhenti akan terjadi kerusakan dan bencana yang luar biasa. Bahkan makhluk-makhluk mikro seperti bakteri dan virus pun bergerak.

Hukum Tuhan yang terjadi pada alam raya itu sesungguhnya terjadi juga pada diri manusia. Secara fisik, jika manusia berhenti, diam, dan tidak melakukan aktifitas, maka dalam kurun waktu tertentu kesehatannya pasti terganggu. Selain mudah lelah, berbagai penyakit akan mulai berdatangan.
Demikian pula halnya dengan pikiran.

Seseorang yang membiarkan otaknya berhenti berpikir, maka dalam jangka waktu tertentu pikirannya akan terganggu. Sulit berpikir logis dan sistematis. Berpikirnya meloncat-loncat, sulit mengingat, dan mudah lupa. Menurut penelitian ilmiah, orang yang kurang terbiasa menggunakan pikirannya, pada usia tuanya akan menjadi pikun.

Jika rumus pergerakan itu terjadi pada alam dan individu manusia, maka hal yang sama juga pasti berlaku pada sebuah masyarakat dan organisasi.

Jangan sekali-kali berhenti, diam, atau stagnan. Karena diam itu berarti mati. Diam itu bisa membawa penyakit. Diam itu tidak sehat. Jangan takut perubahan, perbaikan, dan pembaruan. Sebab semua ciptaan-Nya ditakdirkan selalu bergerak dalam sebuah rotasi yang telah ditentukan.

go to the top of the page

Wednesday, June 29, 2005

Menguji Ketulusan Suami-Istri, Mudah!

Bayu Gautama

Apa yang dilakukan seorang istri ketika mendapati sang suami menderita sakit? Tentu selain kehendak Allah yang menyembuhkan, obat dari dokter yang membantu penyembuhan, adalah sentuhan hangat dan pelayanan yang tulus dari sang istri-lah yang membuat suami bersemangat untuk kembali sehat.

Ia begitu ikhlas membasuh setiap peluh yang bergulir disekujur tubuh suaminya. Jika perlu ia takkan memejamkan matanya sedetikpun untuk menjaga dan memastikan dirinya menangkap setiap keluhan sang suami saat sakit. Istri begitu setia menemani suaminya agar tetap merasa hangat saat menggigil kedinginan atau bahkan melindungi, mendekapnya saat ketakutan akan bayang-bayang kematian, maklum, saat sakit biasanya setiap orang akan merasa dekat dengan kematian.

Dengan tulus sang istri menyuapi makan suaminya, membopongnya ke kamar kecil, memandikannya bahkan jika perlu menggantikan sementara posisi sang suami mencari nafkah jika suami menderita sakit cukup lama. Padahal disaat yang sama, anak-anak mereka tetap membutuhkan perhatian dan kasih sayang orangtuanya, bimbingan dan belaian hangat serta didikan dan tutur lembut ibu mereka. Itu semua dijalani sang istri tanpa sedikitpun keluhan.

Dari semua yang dilakukannya, tergambar indah ketulusannya. Bahwa sikap manisnya tidak hanya saat sang suami sehat, cintanya tetap dan tidak berubah meski sang suami dalam kondisi tak berdaya, bahkan kelembutannya makin terasa menghangatkan tubuh suami yang lemah. Kasih dan sayangnya begitu membangkitkan gairah suami untuk sembuh dari sakit, perhatiannya tidak berkurang setitikpun. Saat itulah sang suami menyadari, betapa makhluk lembut yang sering tidak diperhatikannya itu, begitu tulus dan ikhlas atas dasar cinta dan kasih sayang yang kuat.

Kemudian bandingkan ketika si istri yang menderita sakit. Belum tentu setiap suami mampu memberikan ketulusan yang sebanding dengan apa yang pernah diberikan istrinya. kebanyakan suami berpikir, dengan membawa sang istri kedokter atau membiayai rawat inap di rumah sakit, ia telah menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya.

Kebanyakan suami juga, lebih sering meminta bantuan perawat untuk membasuh peluh istrinya, memandikan, menyuapi makannya dan melayani kebutuhannya selama sakit. Ia juga, lebih cenderung menitipkan anak-anak ke neneknya atau saudara yang lain saat istri sakit. Selain itu, ia pun sibuk menelepon sanak famili untuk bergantian menjagai istrinya di malam hari. Bisa dipahami jika saat jam kerja, karena setiap laki-laki harus mencari nafkah.

Ketahuilah, istri juga butuh kasih sayang yang tulus seperti yang pernah ia berikan kepada suaminya, baik saat sehat terlebih saat menderita sakit. Istri juga ingin diperhatikan, ia juga ingin suaminya selalu menemani disaat-saat sendiri dan kesepian, apalagi saat dicekam derita. Ia mungkin sering menangis dalam deritanya, namun saat itu kita tengah terlelap, dalam sakitnya juga seringkali ia tak memejamkan matanya memikirkan anak-anaknya, tangannya sibuk membelai kepala sang suami yang tertidur disampingnya sambil mengkhawatirkan kesehatan suaminya. Tak lupa sesekali ia mengingatkan agar suaminya tidak lupa makan dan banyak beristirahat.

Nah, jika demikian, tentu kita tahu dan bisa mengukur batas ketulusan kita terhadap istri selama ini. Tentu ada bahkan banyak pula suami-suami yang begitu tulus dan cintanya mengurusi istri, jika demikian, tulisan diatas hanya mengingatkan saja, agar para suami tetap mempertahankan ketulusannya itu.

go to the top of the page

Memandang Istri Menuai Rahmah

Bayu Gautama

Maha Suci Allah yang menciptakan segala sesuatunya penuh makna, Maha Besar Allah dengan segala pencpitaan-Nya yang diperuntukkan bagi hamba-hamba yang bersyukur. Hanya hamba yang bersyukurlah yang sanggup menjadikan segala nikmat sebagai rantai menuju takwa. Hamba yang bersyukur pulalah yang mampu mengambil hikmah, berkah dan rahmah dari setiap pemberian Allah, sekecil apapun, sedikit apapun. Sungguh, Allah sangat bermurah hati untuk melimpahkan rahmat-Nya kepada setiap hamba yang menginginkannya.

Berumahtangga bukan tidak mungkin mengalami berbagai kendala, ujian dan cobaan yang tidak jarang membuat rumah tangga kita seperti sebuah biduk yang diterjang ombak di tengah lautan. Itulah hidup, hidup seorang diri saja kita sudah merasakan berbagai ujian, cobaan yang kerap menimbulkan keputusasaan. Namun, bukan seorang mukmin jika tidak mampu mengatasi segalanya. Karena, bukankah Dia tidak memberikan beban diluar batas kemampuan setiap hamba-Nya.

Maka, dijadikan-Nya lah setiap manusia berpasang-pasangan, diciptakan-Nya lah istri-istri dari jenis manusia agar setiap laki-laki merasa cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Dan dijadikan-Nya pula diantara mereka berdua rasa kasih dan sayang.

Maka juga, Allah jadikan pasangan dari setiap manusia agar saling bahu dalam menanggung beban dan amanah hidup, saling berkomunikasi menyelesaikan setiap permasalahan, dan saling menumpahkan asa dan segumpal perasaan yang membebani, agar semuanya terasa lebih ringan dalam memikul beban itu, lebih nikmat merasakan segala permasalahan, dan lebih indah dalam memaknai hidup yang penuh dengan onak dan duri ini. Ya, dengan merasakan dan memikulnya berdua, semua terasa manis.

Allah pun memberikan jalan yang teramat mudah bagi manusia untuk mendapatkan rahmat-Nya. Dengan rahmat itulah, Allah memberikah kekuatan memecahkan setiap kesulitan, menemukan kemudahan dalam meniti jalan-Nya. Salah satu cara menuai rahmat Allah itu adalah dengan memandang penuh rasa pasangan kita, seperti tertuang dalam sebuah hadits, Dari Abu Sa'id Al Khudry ra, "Sesungguhnya jika seorang lelaki memandang istrinya dan istri memandangnya, maka Allah memandang keduanya dengan pandangan rahmat. Jika dia memegang telapak tangan istrinya, maka dosa keduanya berjatuh dari sela-sela jari mereka berdua" Subhanallaah...

Meski Allah swt mengingatkan agar setiap laki-laki dan wanita menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya. Karena yang demikian itu lebih baik dan lebih suci (QS. An Nuur:24-25). Dan Jika sebagian pandangan mengakibatkan dosa bagi pelakunya, maka pandangan yang satu ini justru mendatangkan rahmat, yakni rahmat dari Allah yang diberikan kepada setiap mukmin. Dengan rahmat inilah, semua kesulitan menjadi mudah dan ringan, yang jauh menjadi dekat, kesedihan menjadi kesenangan, ketakutan menjadi keamanan dan kemiskinan menjadi kekayaan.

Pandangan yang dimaksud Rasulullah ini memang tidak merinci secara detail, apakah pandangan penuh kecintaan, kasing sayang atau kemesraan. Nampaknya itu mencakup semua pandangan kecuali pandangan kebencian dan amarah.

Memandang istri menuai rahmah, pekerjaan yang sungguh ringan namun sungguh besar pahalanya. Sudahkah anda memandang pasangan anda hari ini? Wallahu a'lam bishshowaab.

go to the top of the page

Keluarga Semut

Bayu Gautama

Pukul 22.30 WIB, huh ... lelahnya aku seharian menyelesaikan pekerjaan kantor yang tak habis-habisnya. Kurebahkan tubuhku di lantai depan televisi, sementara kubiarkan TV menyala untuk tetap menjaga agar aku tidak terlelap. Suhu yang sedikit panas memaksaku membuka kemeja dan membiarkan kulitku bersentuhan dengan sejuknya lantai.

"aaauww ... brengsek!" gumamku Segera kutepis sesuatu yang menggigit lenganku hingga ia terjatuh di lantai, ternyata seekor semut hitam.

"Kurang ajar! Apa ia tidak mengerti kepalaku begitu penat dan tubuhku ini seperti mau hancur? Apa ia juga tidak tahu kalau aku sedang beristirahat?" pikirku seraya kembali merebahkan tubuhku.

Tapi, belum sampai seluruh tubuh ini jatuh menempel lantai, "addduuhhh!" Lagi-lagi semut kecil itu menggigitku. Kali ini punggungku yang digigitnya dan gigitannya pun lebih sakit. "heeeh, berani sekali makhluk kecil ini," gerutuku kesal.

Ingin rasanya kulayangkan tapak tangan ini untuk membuatnya mati tak berkutik 'mejret' di lantai. Namun sebelum tanganku melayang, ia justru sudah mengacung-acungkan kepalan tangannya seperti menantangku bertinju. Kuturunkan kembali tanganku yang sudah berancang-ancang dengan jurus 'tepokan maut', kuurungkan niatku untuk menghajarnya karena kulihat mulutnya yang komat-kamit seolah mengatakan sesuatu kepadaku. Awalnya aku tidak mengerti apa yang diucapkannya, tapi lama kelamaan aku seperti memahami apa yang diucapkannya.

"Hey makhluk besar, anda menghalangi jalan saya! Apa anda tidak lihat saya sedang membawa makanan ini untuk keluarga saya di rumah ..." Rupanya ia begitu marah karena aku menghambat perjalanannya, lebih-lebih sewaktu punggungku menindihnya sehingga ia harus terpaksa menggigitku.

Akhirnya kupersilahkan ia melanjutkan perjalanannya setelah sebelumnya aku meminta maaf kepadanya. Susah payah ia membawa sisa-sisa roti bekas sarapanku pagi tadi yang belum sempat kubersihkan dari meja makan. Kadang oleng ke kanan kadang ke kiri, sesekali ia berhenti meletakkan barang bawaannya sekedar mengumpulkan tenaganya sembari membasuh peluhnya yang mulai membasahi tubuh hitamnya.

Kuikuti terus kemana ia pergi. Ingin tahu aku di pojok mana ia tinggal dari bagian rumahku ini. Ingin kutawarkan bantuan untuk membantunya membawakan makanan itu ke rumahnya, tapi aku yakin ia pasti menolaknya. Berhentilah ia di sebuah sudut di samping lemari es sebelah dapur. Di depan sebuah lubang kecil yang menganga, ia letakkan bawaannya itu dan kulihat seolah ia sedang memanggil-manggil semut-semut di dalam lubang itu. Satu, dua, tiga .... empat dan .... lima semut-semut yang tubuhnya lebih kecil dari semut yang membawa makanan itu berlarian keluar rumah menyambut dengan sukaria makanan yang dibawa semut pertama itu. Dan, eh ... satu lagi semut yang besarnya sama dengan pembawa roti keluar dari lubang. Dengan senyumnya yang manis ia mendekati si pembawa roti, menciumnya, memeluknya dan membasuh keringat yang sudah membasahi seluruh tubuh semut pembawa makanan itu.

Hmmm ... menurutku, si pembawa roti itu adalah kepala keluarga dari semut-semut yang berada di dalam lubang tersebut. Kelima semut-semut yang lebih kecil adalah anak-anaknya sementara satu semut lagi adalah istri si pembawa roti, itu terlihat dari perutnya yang agak buncit. "Mungkin ia sedang mengandung anak ke enamnya" pikirku.

Semut suami yang sabar, ikhlas berjuang, gigih mencari nafkah dan penuh kasih sayang. Semut istri tawadhu' dan qonaah menerima apa adanya dengan penuh senyum setiap rizki yang dibawa oleh sang suami, juga ibu yang selalu memberikan pengertian dan mengajarkan anak-anak mereka dalam mensyukuri nikmat Tuhannya. Dan, anak-anak semut itu, subhanallah ... mereka begitu pandai berterima kasih dan menghargai pemberian ayah mereka meski sedikit. Sungguh suami yang dibanggakan, sungguh istri yang membanggakan dan sungguh anak-anak yang membuat ayah ibunya bangga.

Astaghfirullah ..., tiba-tiba tubuhku menggigil, lemas seperti tiada daya dan brukkk .... aku tersungkur. Kuciumi jalan-jalan yang pernah dilalui semut-semut itu hingga menetes beberapa titik air mataku. Teringat semua di mataku ribuan wajah semut-semut yang pernah aku hajar 'mejret' hingga mati berkalang lantai ketika mereka mencuri makananku. Padahal, mereka hanya mengambil sisa-sisa makanan, padahal yang mereka ambil juga merupakan hak mereka atas rizki yang aku terima.

Air mataku makin deras mengalir membasahi pipi, semakin terbayang tangisan-tangisan anak-anak dan istri semut-semut itu yang tengah menanti ayah dan suami mereka, namun yang mereka dapatkan bukan makanan melainkan justru seonggok jenazah.

Ya, Allah ... keluarga semut itu telah mengajarkan kepadaku tentang perjuangan hidup, tentang kesabaran, tentang harga diri yang harus dipertahankan ketika terusik, tentang bagaimana mencintai keluarga dan dicintai mereka. Mereka ajari aku caranya mensyukuri nikmat Tuhan, tentang bagaimana perlunya ikhlas, sabar, tawadhu' dan qonaah dalam hidup.

Hari-hari selanjutnya, ketika hendak merebahkan tubuh di lantai di bagian manapun rumahku aku selalu memperhatikan apakah aku menghambat dan menghalangi langkah atau jalan makhluk lainnya untuk mendapatkan rizki. Ingin rasanya aku hantarkan sepotong makanan setiap tiga kali sehari ke lubang-lubang tempat tinggal semut-semut itu. Tapi kupikir, lebih baik aku memberinya jalan atau bahkan mempermudahnya agar ia dapat memperoleh dengan keringatnya sendiri rizki tersebut, karena itu jauh lebih baik bagi mereka. Wallahu a'lam bishshowab.

go to the top of the page

Nak..., Hadapi Tipu Daya Dunia Dengan Tegar !

Sulthoni

"Tidurlah tidur wahai anak sholihah....
S'moga Allah akan s'lalu menjagamu
Tidurlah tidur wahai buah hatiku
Kelak kau besar jadi muslimah terpandu
Bismikallahumma ahya wa amuut
Bismikallahumma ahya wa amuut....
(nada: lagu "Nina Bobok" -- pen)


Nak, kau telah hadir di atas dunia fana ini. Tangismu yang dulu nyaring terdengar di awal kelahiranmu, telah berubah dengan senyum. Engkau kini memang lebih banyak tersenyum riang. Senyummu melesat lepas tanpa hambatan, tulus, plong, dan tanpa tendensi apa-apa, dari mulut mungilmu.

Aku yakin, senyummu masih murni dan suci, sesuci hatimu. Entah akupun tak tahu persis untuk mengartikulasi senyummu yang lepas tersebut. Aku hanya bisa memaknai, di balik senyuman itu tersimpan optimisme besar, tersimpan energi dahsyat. Mungkin kau akan menjadi petarung yang tak pernah putus asa dalam menghadapi segala tipu-muslihat kaum perusak. Kau akan tetap eksis berada di atas JalanNya, seraya terus menyeru kaummu untuk bergabung bersamamu menuju kemenangan dan kemuliaan sejati. Semoga!

Itulah yang selalu menjadi harapan dan obsesi orangtuamu, nak! Aku selalu bermunajat kepada Allah 'Azza wa Jalla, agar Dia selalu menjagamu, membimbingmu dan memberimu kekuatan agar kau mampu berpegang teguh pada aturanNya yang sempurna hingga akhir hayatmu kelak. Mudah-mudahan obsesi ini tetap Allah pelihara dalam rongga dadaku. Yang membuatku bisa optimis dan bersemangat untuk bisa mengantarkanmu jadi manusia seutuhnya. Demi Allah, inilah yang menjadi puncak kebanggaanku, dan juga puncak kebanggaan umat, insya Allah.

Siang malam pada setiap sujudku, dan hampir setiap menjelang tidurmu, selalu kulantunkan munajatku padaNya. Untuk keselamatan dan kesucian harkat kewanitaanmu, yang insya Allah akan membawa pada keharibaan kejayaan Islam.

Mudah-mudahan Allah SWT selalu menjaga semangat dan obsesiku dari gemerlapnya dunia yang kerap memperdaya itu. Sungguh nak..., aku tak pernah bermimpi kau jadi wanita karir, yang berdandan sensual, bersepatu hak tinggi, menebarkan aroma genit yang menyengat hidung setiap lelaki, yang saban hari keluyuran bebas dengan teman-teman lobinya. Atau sebaliknya, kau jadi perempuan tak berdaya, bekerja di dalam perut-perut pabrik yang pengap, yang hanya membayar tetes-tetes keringatmu dengan upah tak manusiawi. Aku tak ingin kau menjadi Marsinah-Marsinah berikutnya.

Aku tak pernah membayangkan kau jadi penyanyi, sekadar memenuhi dahaga selera rendah kaum lelaki. Yang melantunkan suara-suara birahi dan rela melenggak-lenggokkan tubuhnya di atas panggung, di hadapan ribuan pasang mata, hanya untuk meraih segepok rupiah. Hingga membersitkan khayalan kotor para penikmat suguhan hiburanmu. Naudzubillah min dzalik, nak!

Apalagi...--na'udzu billah tsumma na'udzu billah min dzalik-- demi mengejar popularitas, engkau rela menanggalkan rasa malumu, mempertontonkan auratmu di hadapan siapa saja. Ya Robbi 'Izzati, aku mohon perlindunganMu atas anakku dari perbuatan mungkar dan nista itu.

Wajar, bila menatap masa depanmu, ada rasa masygul melintas di hatiku. Kalaulah di zaman masa kanak-kanakmu sudah demikian bejatnya perilaku manusia, apatah lagi zaman dimana kelak kau dewasa nanti. Betapa tidak! Saat ini saja para wanita berlomba-lomba mengejar kenistaan. Mereka rela menunggu dalam antrian panjang untuk difoto tanpa busana. Nak, wanita di zaman kiwari ini, sepertinya telah diidap penyakit gila memamerkan lekak-lekuk tubuhnya. Mereka seperti puas bila tampilan mereka bisa membetot-betot birahi lawan jenisnya. Lihatlah model busana yang mereka kenakan. Di balik busana yang kian modis dan ngetren di kalangan remaja wanita kiwari itu, pasti ada pesan tersirat: "Ayo tataplah lekak-lekuk tubuhku sepuasnya!" Astaghfirullahal 'adzim...!

Mungkin di zaman dimana kelak kau dewasa nanti, tantangan yang akan kau hadapi kian berat. Firasatku, pada zaman itu orang-orang kian mencampakkan rasa malu. Perilaku najis dan nista pasti akan jadi kebanggaan. Slogan dan jargon-jargon cabul, pasti kian menyesaki atmosfer kehidupanmu. Tak ada tayangan film, iklan, majalah, tontonan, dan model-model busana, kecuali di balik semua itu tersimpan pesan: mengajak manusia menceburkan dirinya pada dunia percabulan. Setelah itu, pagar-pagar etika dan moral ramai-ramai dirubuhkan masyarakat. Paradigma nila-nilai pun dijungkirbalikkan. Perilaku nista dan keji akan jadi simbol-simbol budaya dan kebanggaan. Sementara yang suci dan mulia akan dicap kuno dan ketinggalan zaman. Batas antara wilayah kehidupan privasi dan publik, pasti tak diperlukan. Mungkin--semoga ini tidak terjadi--manusia beramai-ramai menanggalkan simbol-simbol kemanusiaannya, seraya menggantinya dengan simbol kehidupan hewani. Astaghfirullohal 'adzim....!


Membayangkan hidup di zaman kau dewasa nanti, terus terang hatiku menjadi kian miris. Aku membayangkan, mungkin pilihan bisnis paling favorit nanti adalah bisnis seks. Pusat-pusat hiburan, koran, majalah, tivi, iklan, lagu-lagu, model-model busana, serta tontonan pasti tak akan diminati orang, kalau arahnya tidak mengajak manusia melakukan praktek percabulan. Berita di media massa tentang kasus-kasus perkosaan dan bahkan berita "manusia yang rela membinatangkan dirinya" mungkin bukan hal aneh dan menggegerkan. Membayangkan situasi seperti itu, mestinya bagi para orangtua yang waras, mereka akan menjaga lebih ketat anak-anak gadisnya. Tidak membiarkan putri mereka keluyuran bebas di luar dengan dandanan menantang.

Tapi inilah yang tidak habis aku pikir, nak. Saat ini, justru para orangtua sepertinya bangga melihat anak-anak gadis mereka mengenakan busana yang mencetak lekak-lekuk tubuhnya sembari keluyuran di luar rumah dengan bebasnya. Bahkan ironisnya, mereka ikut memilihkan model busana model porno yang mereka nilai cocok untuk anak-anak gadis zaman sekarang. Astaghfirullahal 'adzim...!


Nak, ada sedikit rasa gentar di hatiku, kemana aku harus perlindungkan kesucian dirimu dari kepungan perilaku bejat manusia? Tapi percayalah nak, aku masih optimis bisa mengantarkanmu ke jalan kemuliaan. Aku akan terus mohonkan kepada Allah, mendekatkan diri kepadaNya, meminta kekuatan dan perkenanNya untuk bisa menjagamu nak!

Tetaplah tersenyum nak, jangan menangis. Semoga Allah 'Azza Wa Jalla senantiasa melindungimu dari pikiran, niat, dan mata-mata jahat yang akan menjerumuskanmu pada kehinaan. Harapanku, kelak kau dewasa nanti, kau menjadi wanita yang tetap istiqomah menjaga kesucian dan kehormatan diri. Kau akan berjuang gigih menyelamatkan kaummu yang tengah terombang-ambing dalam kubangan kenistaan dunia. Pegang teguhlah ajaranNya dan tataplah masa depanmu dengan tegar. Insya Allah, doaku senantiasa menyertai langkah-langkahmu!

go to the top of the page

Belajar Dari Si Kecil

Is Helianti

Mungkin ada yang menganggap judul di atas terlalu berlebihan atau bahkan terbalik. Bukan kita (orang tua) yang belajar dari anak, tetapi anaklah yang belajar dari kita. Namun lewat judul di atas saya ingin mengungkapkan sisi indah yang saya dapatkan dari kehadiran anak, yang lewatnya saya belajar banyak hal. Sisi indah yang acap terlupakan ketika buah hati kita bertambah banyak plus bertambah 'menjengkelkan'. Mudah-mudahan tulisan ini bisa menyirami kepenatan dan kebosanan di tengah tugas rutin harian kita sebagai seorang ibu.

Terkadang, kita menganggap bayi adalah makhluk kecil yang tak berdaya. Namun kalau kita renungi ternyata bayi kita telah �mengajarkan� ibunya banyak hal. Dalam suatu majalah berbahasa Jepang seorang bidan yang berpengalaman menolong banyak persalinan mengatakan bahwa mempunyai anak adalah jalan untuk menjadi orang dewasa yang sesungguhnya. Mungkin ada benarnya. Paling tidak, itu terjadi pada diri saya. Rasa terima kasih yang berlipat, ingin berbakti, saya ketika saya hamil dan melahirkan. Rasa mual ketika mengidam, harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan perut besar, rasa sakit luar biasa ketika kontraksi jelang melahirkan mengingatkan saya bahwa ibu saya mengalami hal serupa ketika mengandung dan melahirkan saya. Suatu perasaan yang sangat tipis saya miliki sebelumnya.

Rasa syukur saya kepada Allah dan rasa terima kasih saya pada ibu menumpuk karena beliau telah 'mau' melahirkan saya ke dunia. Jasa yang sangat besar di kala jaman kini banyak mereka yang tak menginginkan kelahiran anaknya dengan menggugurkan janin yang dikandungnya. Ditambah lagi jasa ibu membesarkan saya hingga saya dewasa di tengah-tengah ekonomi yang sulit, tanpa pembantu, tanpa alat-alat rumah tangga elektronik. Di saat ada juga orang yang membuang bayinya karena alasan ketidaksiapan dan kemiskinan. Rasa terima kasih yang telah mengalahkan kekesalan dan ketidakikhlasan terpendam atas ketidaksempurnaan seorang manusia pada diri ibu. Sekaligus mengingatkan saya untuk lebih berbakti pada sosok yang sekarang semakin tua itu. Ini hal yang paling mendalam yang saya dapatkan dari anak saya.

Menjadi orang dewasa yang sebenarnya saya pikir dirasakan juga oleh mereka yang telah menjadi orang tua atau baru akan menjadi orang tua. Sudah banyak contoh para suami yang sebelumnya tak toleransi pada pekerjaan berat rumah tangga istrinya menjadi lebih peka dan mau membantu pekerjaan rumah tangga (yang tak pernah punya kompromi cuti) saat sang istri hamil. Berapa banyak calon ayah atau ayah yang tergugah tanggungjawabnya sebagai tiang utama dalam nafkah keluarga dan pelindung keluarganya ketika mengetahui istrinya mengandung atau saat menatap wajah si kecil tertidur.

Anak juga mengajarkan point penting lain dalam kehidupan saya. Lewat begadang di tengah malam karena terbangun oleh tangisan si kecil yang minta susu, atau popoknya basah oleh pipis atau 'e'e, anak saya mengajarkan kebahagiaan kecil lewat memberi dengan tulus dan rasa cinta. Jangan pikir saya tak menggerutu dan agak malas untuk bangun karena saya masih mengantuk. Sering kali saya (dan banyak ibu lainnya) baru tidur kurang dari satu jam, dan tentu saja saya bukan malaikat yang terus menerus bisa berlapang dada. Namun, semua rasa ini terbang entah kemana ketika saya menatap wajah si kecil yang tertidur dengan ekspresi puas karena kenyang minum ASI dan (atau) bersih popoknya. Rasa yang dulu tidak saya dapatkan ketika harus begadang untuk eksperimen karena harus mengejar data, meski sebagus apapun data yang telah saya peroleh. Rasa yang membuat saya tak jera untuk dibangunkan di tengah malam. Saya benar berharap, rasa bahagia dalam memberi dengan ketulusan dan kecintaan bisa saya tularkan juga kepada hal-hal lainnya dan orang lain dalam hidup saya.

Anak juga mengajarkan saya untuk menghargai saat-saat yang terlihat remeh namun teramat penting dan indah. Saat saya menyusui sambil mengangguk-angguk karena mengantuk, si kecil menatap saya dan tertawa. Padahal kemarin malam dia hanya menatap saya dengan mata bulatnya, sekarang dia sudah bisa tertawa. Duhai, betapa Allah telah memberi saya momen-momen kecil yang tampak biasa namun bisa menghangatkan mata (dan jiwa) saya dengan air mata bahagia. Momen perkembangan si kecil yang hanya bisa saya nikmati pendek saja dalam perjalanan membesarkannya.

Saya juga teringat, dulu saya sering tersenyum geli ketika bercakap-cakap dengan anak-anak kawan-kawan dekat saya. Karena saya sering menemui lagak dan gaya bicara mereka yang sama persis dengan ibunya. Ya, karena anak-anak ternyata tumbuh dan besar dengan menjadikan kita, ibunya, sebagai contoh. Contoh yang baik sekaligus yang buruk. Karena itu anak adalah cermin bagi saya. Lewatnya saya dapat berkaca sosok yang bagaimanakah yang sudah saya tampilkan padanya dan ditirunya. Kadang, anak juga mengingatkan kepada kita dalam bentuk bertanya. Karena anak adalah polos dan murni. Mereka akan mempertanyakan ketika kita alpa melakukan apa yang telah kita nasihatkan kepada mereka. Kehadiran anak telah mendorong saya untuk mau berusaha menjadi sosok yang lebih baik, sehingga saya tidak akan malu untuk bercermin pada mereka.

Sungguh, sebagai seorang ibu rasanya saya harus berterima kasih pada anak, bukan sebaliknya. Lewat kehadirannya saya disadarkan dan diingatkan oleh banyak hal yang kerap terlupakan. Mudah-mudahan ini dirasakan pula oleh para ibu lainnya. Semoga, ketika anak kita bertambah, semakin dewasa dan bijaklah kita, karena �guru� kita bertambah banyak. Semoga ketika anak kita bertambah besar kita juga telah belajar banyak hal yang mungkin tidak sebanding dengan yang telah kita, sebagai ibunya, telah berikan.

go to the top of the page

(Selalu) Hangatkan Cinta Anda

Abi Hufha

Mahligai cinta yang membingkai rumah tangga sepasang suami istri tak selamanya mampu dipertahankan keindahannya. Ia bukan sesuatu yang tak lekang dimakan waktu dan juga tak pudar terkikis dinamika kehidupan. Namun bukan tak mungkin keindahan itu menjadi abadi selamanya, tak terputus oleh perubahan masa dan bahkan tak terhenti oleh perpisahan yang tak mungkin dicegah kejadiannya. Cinta bukanlah sekedar mencium kening pasangan anda setiap pagi atau menjelang tidur, juga tak sebatas kehangatan malam yang diisi dengan riang canda kemesraan. Tidak juga hanya dengan menghadiahkan sesuatu bila dia ulang tahun. Tetapi, cinta lebih dari suatu komitmen yang membutuhkan pemikiran agar selalu bersemi diantara anda.

Berapapun usia pernikahan anda, bukan alasan untuk tidak senantiasa memberikan manisnya cinta terhadap pasangan anda atau membiarkan kehambaran mentaburi hari-hari anda bersamanya. Seiring waktu yang berjalan, sebanyak buah hati yang semakin besar, seharusnya juga semakin bertambah kehangatan cinta diantara sepasang suami istri, meski tidak jarang hidupnya hanya sebatas menikmati masa-masa tua. Karena justru, totalitas cinta anda kepada pasangan anda dimasa-masa tua akan semakin membuat pasangan anda tersenyum bangga (hingga ke dalam hati) bahwa ia tak pernah salah menjadikan anda pasangan hidupnya.

�Berpasangan engkau telah diciptakan, dan selamanya engkau akan berpasangan�. Begitulah sebagian jawaban sang Guru atas pertanyaan seorang aulia, Al Mitra, tentang perkawinan, seperti dituturkan penyair asal Libanon, Khalil Gibran dalam Sang Nabi. Hidup diyakini semakin punya warna dengan memiliki pasangan. Bukankah Allah telah mengumpulkan yang terserak untuk berpasang-pasangan?

Yang dituliskan Gibran bisa sangat tepat, hanya saja yang perlu diperhatikan adalah keadaan pasangan itu setelah perjalanan yang begitu banyak melalui riak, gelombang, onak dan duri, Masihkah komitmen dan pengorbanan yang diberikan seseorang terhadap pasangannya sama dengan yang pernah diberikannya saat pertama kali cinta bersemi, atau saat awal menapaki rumah tangga, dan berjanji saling setia. Masihkah kelembutan yang dulu dicurahkan dalam belaian-belaian kasih sayang, sama hangatnya dengan sentuhan pertama kali seorang kekasih terhadap disahkan sebagai pasangannya. Jawabannya tentu ada pada bagaimana seseorang itu menempatkan cinta agar senantiasa bersemi, berapapun usia pernikahan mereka.

Untuk itu perlu kiranya suatu pemikiran yang berkesinambungan dibangun oleh setiap pasangan tentang bagaimana caranya agar kehangatan cinta tetap melingkari setiap fase perjalanan rumah tangga, agar kelembutan kasih sayang menjadi dasar setiap gerak langkah bersama menuju kebahagiaan dan kedamaian kedamaian. Tidak berlebihan pula jika berharap cinta itu menjadi satu cinta yang tak terpisahkan.

Berikut beberapa tips untuk mempertahankan kehangatan cinta:

1. Menempatkan cinta kepada Allah diatas segala cinta terhadap apapun. Dan senantiasa meningkatkan cinta itu, karena Allah-lah yang Maha menganugerahkan cinta kepada orang-orang yang mencintai-Nya (QS. Al-Maidah:54). Maka ajaklah pasangan (dan seluruh anggota keluarga) untuk semakin mendekatkan diri pada-Nya, misalnya dengan membaca do�a Al Ma�surat bersama setelah qiyamullail.

2. Senantiasa berdo�a kepada Allah agar ditetapkan dalam keshalihan, yang karenanya rahmat, kasih sayang dan kedamaian tetap tercurahkan.

3. Ciptakan komunikasi yang selaras, berkesinambungan, mesra dengan mengkedepankan kaidah-kaidah berkomunikasi seperti, kata-kata yang benar, lemah lembut, mulia dan juga tidak melupakan aspek ketegasan sikap. Komunikasi yang demikian tentu menutup rapat celah-celah kecurigaan dan saling tidak percaya antar sesama.

4. Jadikan kamar/tempat pembaringan adalah tempat dimana segala curahan hati bisa tumpah namun tetap dalam koridor kehangatan dan kemesraan. Sehingga dalam kondisi apapun, semua masalah tetap bisa diselesaikan dengan kepala dingin dan hati yang tenang, dari sekedar lupa cium kening pagi ini, masalah uang belanja sampai soal perkelahian anak-anak tadi siang dengan teman bermainnya.

5. Gunakan waktu secara efektif dan efisien. Jangan sekali-kali menggunakan waktu keluarga (hari libur misalnya) untuk pekerjaan atau hal-hal yang mengganggu waktu keluarga. Karena dengan apapun anda mencoba membayarnya, kerugian yang diderita pasangan anda tidak akan pernah bisa terbayarkan, meskipun anda menggandakan kualitasnya pada hari libur berikutnya.

6. Cerahkan hari-hari dengan variasi, fantasi dan �warna-warni� yang anda ciptakan khusus untuk pasangan anda. Letak aksesoris kamar yang berubah-ubah (terutama yang ringan-ringan), atau warna sprei dan aroma kamar yang menyegarkan. Itu didalam rumah, untuk aktifitas di luar rumah, biasakan secara rutin untuk sekedar jalan pagi bersama di hari minggu (libur) atau jika ada rezeki, sempatkan untuk berekreasi (tamasya).

7. Ciptakan juga hal-hal baru yang menceriakan hari bersamanya, misalnya dengan mencuci pakaian bersama, atau kerjabakti membersihkan rumah dihari libur. Cipratan air dan saling melempar lap pel dalam bingkai canda (dijamin) akan mampu meluluhkan kebekuan atau bongkah konflik yang mungkin saja (berpotensi) tumbuh tanpa disadari, mungkin tidak didiri anda tapi pasangan anda?

8. Jadikan setiap cobaan dan konflik yang ada sebagai bagian dari dinamika cinta, bukankah cinta itu tak selamanya �berwarna� indah? Bahwa didalamnya juga bisa dirasakan pahitnya perjalanan yang dilakukan bersama, hal itu akan menyadarkan kita bahwa juga hidup akan selalu menampakkan warna-warni yang berbeda, bisa disukai bisa tidak, namun tetap harus dijalani. Ini seperti sepasang kekasih yang baru menikah, seringkali hanya menangkap sisi-sisi indah kehidupan tanpa peduli cobaan yang siap (pasti) menanti.

9. Tak salahnya mengenang selalu saat-saat indah bersama pasangan anda, kapanpun dan dimanapun, sendiri maupun berdua. Niscaya, hal itu akan semakin membuat anda bangga terhadap pasangan anda itu. Atau setidaknya mampu memaksa anda mengikhlaskan kesalahan yang pernah dibuat pasangan anda.
10. Mengingat-ingat kelebihan dan keistimewaan yang ada pada pasangan dan meminimalisir ingatan akan kesalahan dan keburukan yang mungkin (pernah) ada padanya. Insya Allah, indahnya cinta yang dulu bersemi pertama kali tetap anda rasakan saat ini, terlebih ditambah oleh ribuan kehangatan yang tercurah dari buah hati yang teramat mencintai anda berdua. Wallahu a�lam bishshowab.

go to the top of the page

Ajarkan Anak-Anak Cinta Masjid, Niscaya Surga Kau Rengkuh !

Sulthoni

Dapat dipastikan, semua orangtua (yang Muslim tentunya) mencita-citakan anak-anak mereka menjadi anak yang sholeh/sholihat: rajin mengaji, taat pada orangtua, dan gemar ibadah, khususnya sholat. Apalagi bila anak-anak gemar sholat berjama'ah di masjid, pasti orangtua senang dan bangga. Tapi apakah harapan itu sudah relevan dengan apa yang kita lakukan terhadap anak kita? Andalah yang bisa menjawabnya dengan jujur.

Salah satu ajaran Islam yang prinsipil adalah menekankan sikap konsisten bagi para pemeluknya. Artinya, seorang Muslim dituntut harus selaras apa yang diyakini hatinya, dengan ucapan dan perbuatannya. Karena itu dalam Surat Ash-Shof ayat 2, Allah 'Azza wa Jalla mengingatkan kita; "Wahai orang-orang beriman, kenapa engkau mengatakan sesuatu yang tidak kamu lakukan. Allah sangat murka kepada orang-orang mengatakan sesuatu yang tidak dilakukannya."

Jika pesan itu dikorelasikan dengan soal pendidikan anak, maka para orangtua sepatutnya mampu menjadi pelopor kebaikan di dalam keluarganya. Sebab ia akan menjadi figur rujukan bagi sikap dan perilaku seluruh anggota keluarga. Aneh dong, jika seorang bapak memerintahkan anaknya sholat ke masjid, tapi ia malah duduk-duduk santai di depan layar kaca. Maka merupakan sebuah keniscayaan, seorang pemimpin keluarga memiliki kredibilitas kepemimpinan yang bisa diteladani oleh seluruh anggota keluarganya.

Dengan kata lain, orangtua harus memiliki kredibilitas moral dan amal. Yang dimaksud dengan kredibilitas moral ialah, orangtua harus mampu memperlihatkan akhlaqul karimah, meliputi antara lain; jujur dalam berkata, tidak cepat marah, penyantun, pemaaf, serta berpenampilan Islami.

Sedang yang dimaksud kredibilitas amal, seorang mu'min harus mampu memperlihatkan kinerja yang baik, apakah tatkala ia berada di kantor, dan/atau ketika ia berada di rumah. Ia harus rajin melaksanakan amal kebajikan, baik berupa ibadah mahdhoh maupun ghoiru mahdhoh. Misalnya, ia tak segan-segan membantu meringankan pekerjaan istri jika ada waktu. Peduli dan ringan tangan dengan masalah kebersihan rumah dan lingkungan. Selain itu tentunya, seorang kepala rumah tangga harus mampu menjadi figur hamba Allah SWT yang ta'at melaksanakan perintah-perintahNya. Seyogyanya seorang pemimpin rumah tangga harus menjadi teladan utama dalam hal menegakkan amal-amal Islami bagi seluruh anggota keluarganya.

Dalam konteks sholat, orangtua semestinya harus mampu menjadi pelopor dalam menciptakan atsmosfer sholat yang kental di keluarganya. Biasakanlah anak-anak diajak ke masjid, walaupun mungkin mereka yang berusia kanak-kanak belum tertib melaksanakannya. Tapi hal itu harus dilakukan secara rutin dan terus-menerus. Kita tidak boleh bosan mengajak mereka ke masjid dan memberikan contoh yang baik, khususnya dalam hal sholat. Jika terus-menerus kita biasakan anak dibawa ke masjid, suatu saat anak akan terbiasa berangkat ke masjid dan melaksanakan sholat berjama'ah dengan tertib secara mandiri, insya Allah.

Sekarang persoalannya, bagaimana kita membiasakan mereka untuk cinta mengunjungi masjid? Sebelum membincang hal itu lebih jauh, ada baiknya kita simak riwayat berikut.

Dari Jabir bin Samurah ra, ujarnya: "Saya shalat Zhuhur bersama Rasulullah saw, kemudian beliau pula ke keluarganya dan saya pun pulang bersamanya. Dua orang anak kecil menghadang beliau. Dan Rasulullah saw mengusap pipi mereka seorang demi seorang." Jabir berkata lagi; "Adapun saya sendiri beliau usap pipi saya dan saya merasakan tangan beliau dingin dan harum baunya, seolah-olah baru keluar dari celupan minyak wangi." (HR Muslim)

Hadits di atas menjelaskan bahwa Rasulullah saw menyambut dengan baik dan bersikap penuh lemah-lembut kepada anak-anak yang turut shalat di masjid. Jabir bin Samurah adalah salah seorang dari anak sahabat yang diperlakukan dengan penuh kelembutan oleh Rasulullah saw. Sehingga Jabir merasakan lembutnya usapan tangan Rasulullah saw yang sejuk dan sangat harum.

Riwayat di atas menceritakan, betapa para sahabat Rasul giat melatih anak-anak mereka untuk mencintai masjid dengan cara membiasakan mereka melaksanakan sholat berjama'ah di masjid yang diimami Rasulullah saw. Dengan cara memberikan latihan-latihan praktis itulah, anak-anak akan gemar melakukan amal-amal Islami.

Kita sebetulnya bisa mencontoh metoda-metoda praktis pendidikan anak yang telah diterapkan Rasulullah saw dan para sahabatnya, khususnya dalam melatih kebiasaan melaksanakan sholat berjama'ah di masjid. Salah satu kiatnya adalah, kita tidak menyia-nyiakan waktu dimana sebenarnya kita bisa melaksanakan sholat ke masjid dengan mengajak anak-anak kita. Karena peluang itu merupakan kesempatan terbaik untuk menanamkan rasa cinta masjid kepada anak-anak. Apalagi bagi orangtua yang sibuk bekerja di luar rumah.

Tentu saja, hal itu harus kita lakukan secara terus-menerus, bukan cuma sekali-dua kali saja. Karena kita tidak sedang mengajari anak menyalakan/mematikan radio, yang cukup dengan kata-kata serta contoh praktis sekali atau dua kali. Tapi kita sedang melatih anak cinta mengamalkan perintah Allah SWT, melalui praktek-praktek pembiasaan.

Tentu saja ini tidak dibatasi oleh waktu, tetapi harus dilaksanakan secara konsisten terus menerus sampai akhir hayat kita. Kata para ulama; "Ajarkan anak-anakmu cinta masjid, niscaya surga kau raih." Yuk..., ajak anak-anak kita ke masjid!

go to the top of the page

Membangun Surga Dunia

Sulthoni

"Jika ada surga di dunia, maka itu adalah keluarga yang harmonis. Dan jika ada neraka di dunia, itu adalah keluarga broken-home." Ungkapan itu tercetus dari mulut seorang sosiolog wanita Jerman, Ivonne Bach. Sebuah pernyataan jujur dari Ivonne, betapa pentingnya keluarga dalam kehidupan dan peradaban umat manusia. Sayangnya Ivonne tak mengerti jalan untuk mencapai "surga dunia" itu.

Jika saja Ivonne tahu, bahwa Islam sangat berkepentingan terhadap upaya mewujudkan surga-surga dunia itu, pasti ia akan mencarinya di dalam Islam. Karena Islam memandang, bahwa pilar utama masyarakat dan bahkan peradaban manusia, sesungguhnya adalah keluarga.

Karena petunjuk-petunjuk pembentukan keluarga yang harmonis, begitu lengkap terdapat di dalam Al Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah SAW. Ini sebagai bukti, betapa besarnya perhatian Islam terhadap keluarga. Kita pasti sepakat bahwa eksistensi moral masyarakat, sangat ditentukan oleh eksistensi moral keluarga-keluarga yang terhimpun dalam masyarakat tersebut.

Dengan kata lain, bagaimana filosofi yang melatarbelakangi seseorang/masyarakat dalam membangun keluarga, begitulah perilaku dan budaya masyarakat yang akan lahir. Jika niat berkeluarga sebatas pemuasan kebutuhan biologis semata, pasti tidak akan lahir tanggungjawab keluarga tersebut untuk melahirkan generasi yang bermoral dan kuat. Sebaliknya jika niat berkeluarga seseorang lantaran karena keta'atannya pada Allah SWT, maka ia barengi niat pernikahannya, bukan hanya sebagai pemuasan dahaga biologis semata. Tetapi yang lebih mendasar adalah, pernikahan akan dijadikannya sebagai sarana untuk melahirkan generasi-generasi yang bertaqwa.

Surga dunia yang dimaksud Ivonne, jika saja ia mengerti tak lain adalah keluarga Islami. Yakni keluarga yang dibangun di atas fondasi nilai-nilai Tauhid. Keluarga yang diikat oleh kesamaan visi dan misi pengabdian kepada Zat Maha Pencipta. Dari kumpulan keluarga Tauhid itulah insya Allah, akan lahir generasi pejuang kebenaran yang selalu menebarkan rahmat bagi alam semesta.

Isyarat untuk mewujudkan keluarga Islami itu setidaknya tercantum di dalam Al Qur'an Surat At Tahrim ayat 6; "Wahai orang-orang beriman, jagalah diri dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya terbuat dari manusia dan batu."

Isyarat itu begitu tegas, bahwa keluarga yang merepresentasikan surga dunia sebagaimana yang dimaksud Ivonne, tak lain keluarga yang seluruh anggotanya tunduk dan takut pada aturan Allah 'Azza Wa Jalla. Keluarga yang dilatari oleh niat tulus dan agung para pengendalinya, untuk melakukan rekayasa sosial dan peradaban yang yang dirahmatiNya. Keluarga yang berjalan mengikuti skenario Robbani dalam memenangkan pertarungan rekayasa masa depan.

Secara praktis, kita bisa mewujudkan "surga dunia" itu mulai dari hal-hal yang sederhana. Berikut kiat-kiat praktis itu.

1. Pasangan suami-isteri harus menjadi teladan "sosok Islami" bagi seluruh anggota keluarga. Konsekuensi dari itu ialah, para pemimpin keluarga selayaknya harus memahami ajaran Islam secara baik, sehingga mereka bisa menjadi rujukan Islami bagi seluruh persoalan keluarga yang muncul.

2. Menciptakan atmosfer Islami dalam rumah tangga, meliputi perilaku seluruh anggota keluarga, hiasan-hiasan rumah, suara-suara atau musik yang diperdengarkan di dalam rumah setiap hari, bacaan-bacaan yang tersedia, tontonan-tontonan keluarga, makanan-minuman yang biasa dikonsumsi, penegakan disiplin terhadap waktu-waktu sholat, dan sebagainya. Hendaknya semua harus bermuara pada bukti ketundukan kita kepada Allah 'Azza wa Jalla.

3. Mewajibkan seluruh anggota keluaga mengikuti aktivitas tarbiyah Islamiyah yang berkesinambungan, dengan sumber-sumber kajian yang shohih, dan para pembina yang memiliki kredibilitas baik secara aqidah, akhlaq, maupun pemikiran-pemikirannya.

4. Membiasakan para anggota keluarga untuk berkumpul dalam waktu tertentu secara reguler, sebagai sarana evaluasi perjalanan keluarga, apakah ia masih lurus berada pada track "pengabdian kepada Allah". Selain itu pertemuan rutin keluarga itu dapat menjadi ajang sarana "taushiyah keluarga" dan sarana penguat ikatan hati seluruh anggota keluarga.

5. Mengagendakan jadwal-jadwal wisata dakwah bagi keluarga. Entah itu kunjungan ke rumah-rumah para syaikh/ulama yang sholih, maupun kunjungan ke tempat-tempat panti yatim, pesantren, maupun menghadiri acara-acara ke-Islaman di masjid-masjid.

Mudah-mudahan petunjuk sederhana di atas bisa kita jadikan "platform" untuk mengawali langkah pembentukan "surga dunia" yang kita cita-citakan. Surga yang kelak dari dalamnya lahir para rijal/pemuda Islam yang akan memberi nuansa yang lebih manusiawi bagi kehidupan umat manusia. Semoga !

go to the top of the page

Rumahku Surgaku...

Yesi Elsandra

Baiti Jannati, begitu Rasulullah mengilustrasikan kehidupan rumah tangga beliau yang penuh dengan keharmonisan, kebahagiaan, ketenangan, sakinah, mawaddah, dan rahmah. Rumah tangga yang dibangun bukan atas pondasi syahwat terhadap kecantikan, harta, pangkat, jabatan serta pesona dunia lainnya. Tapi sebuah keluarga yang dibangun karena ketaatan kepada Allah. Sampai akhir zaman keluarga beliau merupakan rujukan utama bagi mereka yang mendambakan syurga dunia.

Syurga dunia itu hanya dapat diwujudkan oleh pasangan laki-laki sholeh dan wanita sholehah, yang memahami betul kewajiban masing-masing untuk saling berbagi, mengokohkan kelebihan, dan menutupi segala kekurangan masing-masing. Keikhlasan kita menerima pasangan apa adanya, baik itu fisik, intelektual, ekonomi, keturunan, dan sebagainya, karena kita bukanlah Muhammad yang sempurna, Yusuf yang tampan, Umar bin Khatab yang gagah perkasa, Mush’ab Bin Umair yang serba kecukupan, Salman Al-farisi yang ahli strategi, Abdurahman Bin ‘Auf yang ahli ibadah.

Jangan juga bermimpi dan meninggikan diri, karena kita bukanlah Khadijah yang kaya raya, Aisyah yang cendikiawan, Fatimah yang tabah dan putri seorang pemimpin besar, Ratu Balqis yang cantik jelita, Asma binti Yazid yang kritis dan cerdas, Hafshah binti Umar yang ahli ibadah. Kita hanyalah manusia biasa, yang berusaha memadukan dua unsur menjadi sebuah kekuatan, yang dengannya kita mengharapkan keridhoan dari Allah, mengikuti sunnah Rasulullah, sumber investasi abadi, serta meneguhkan langkah.

Pasangan kita adalah pakaian kita. Siapapun tidak ingin pakaiannya kumuh dan lusuh, ia pasti ingin pakaiannya nyaman, tidak kebesaran, tidak pula kekecilan. Kehati-hatian saat memilih dan membelinya merupakan indikator mendapatkan pakaian yang baik. Rasulullah SAW sangat menganjurkan kepada para pemuda agar lebih memprioritaskan memilih zatuddin (wanita shalihah) untuk dijadikan pendamping hidupnya. Beliau mengatakan “Wanita dinikahi karena empat perkara: “Karena hartanya, kecantikannya, nasabnya dan agamanya. Maka pilihlah yang beragama (shalehah) niscaya engkau akan bahagia”. (HR. Muttafaqun Alaih)

Begitupun kepada wanita, hendaklah ia memilih laki-laki yang baik pemahaman agamanya, yang hatinya tertaut pada rumah Allah, yang dalam pikirannya terpeta semangat memajukan Islam, mempunyai visi dan misi yang jelas dalam membangun keluarga, memiliki wibawa dihadapan istri dan anak-anaknya, memiliki tanggung jawab memberi nafkah, tidak saja batin, tapi juga lahir, termasuk di dalamnya mengajarkan ilmu.

Ketika rumah tangga itu telah berlayar, tetapi dalam perjalanannya kita menemukan badai besar yang menghantam, segeralah introspeksi diri atas proses membangun kapal besar rumah tangga kita. Rumah tangga manapun termasuk rumah tangga Rasulullah pernah memiliki masalah. Cuma bedanya, masalah dalam rumah tangga Rasulullah merupakan keindahan yang memberkati.

Mungkin proses terbentuknya rumah tangga kita dulunya diselimuti debu dan syahwat dunia, yang menyebabkan ridho dan barakah dari Allah sirna. Sehingga setiap perbedaan sedikit saja dan masalah kecil menjadi prahara. Istri tidak ikhlas melayani suami, suamipun coba-coba berpaling, tidak ada keterbukaan, tidak ada kejujuran, tidak saling menghargai, tidak saling menyayangi, cinta kasih yang hanya dirajut beberapa bulan berubah jadi dendam dan angkara murka. Inilah yang dinamakan neraka dunia.

Astaghfirullah, segeralah mohon ampun kepada Allah atas sisi-sisi hati yang berpaling dari petunjuk-Nya. Kekhilafan tidak melibatkan Allah dalam membuat keputusan panjang akan menyengsarakan tidak saja di dunia, tapi juga kelak diakhirat, satu sama lain akan menjadi musuh. Sebesar apapun kekhilafan kita, lautan ampun dan Maghfirah Allah seluas langit dan bumi. Segeralah menghadap pada-Nya, memohon agar kita diberikan seseorang yang dapat menentramkan hati, menjaga kehormatan diri, meneguhkan langkah, saling mengingatkan dalam ibadah. Karena tidak ada satu pun yang kita lakukan di dunia ini melainkan hanya untuk ibadah kepada Allah.

Mudah-mudahan Allah memperkenankan kita mendapatkan suami yang sholeh, yang menggauli istrinya dengan lembut dan penuh kasih sayang, yang mengajarkan istrinya ilmu dunia dan agama. Seorang suami yang memiliki takut dan harap hanya kepada Allah, khusyuk dalam ibadah, giat mencari nafkah, bertanggung jawab terhadap keselamatan istri dan anak-anaknya baik di dunia maupun di akhirat.

Mudah-mudahan kita diberikan seorang istri yang taat beribadah, halus dan lembut, terhormat dengan hijab yang menjaga dirinya, yang dalam dirinya berkumpul kebaikan, terdidik dengan tarbiyah islamiyah, ridho melayani suaminya kapanpun, mendidik anak-anaknya secara islami, yang menjadikan keluarga sebagai jembatan menggapai ridho Allah.

Rumahku Syurgaku merupakan keinginan setiap insan. Untuk mendapatkannya, jadikanlah keluarga Rasulullah sebagai rujukan utama. Keluarga tersebut telah membuktikan kepada dunia hingga akhir zaman, bahwa tidak ada kebahagiaan dan ketentraman yang melebihi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, yang terdiri dari laki-laki yang sholeh dan wanita yang sholehah, yang menjadikan Islam sebagai sumber kekuatannya.

go to the top of the page

Bermesraan Ala Rasulullah

Cathy, Didik L Kuntadi

Bermesraan, itulah yang membuat hubungan suami-istri terasa indah dan nikmat. Caranya? Coba perhatikan uraian berikut ini.

Dalam berkomunikasi, ada dua jenis lambang yang bisa dipergunakan, yaitu lambang verbal dan lambang non verbal. Menurut penelitian Profesor Birdwhistell, maka nilai efektifitas lambang verbal dibanding non verbal adalah 35:65. Jadi, justru lambang non verbal yang lebih efektif dalam menyampaikan pesan.

Bermesraan, adalah upaya suami istri untuk menunjukkan saling kasih sayang dalam bentuk verbal. Sentuhan tangan dan gerak tubuh lainnya, adalah termasuk lambang non verbal ketika suami berkomunikasi dengan istrinya. Komunikasi verbal semata belumlah efektif jika belum disertai oleh komunikasi non verbal, dalam bentruk kemesraan tersebut.

Rasulullah saw pun merasakan pentingnya bermesraan dengan istri, sehingga beliau pun mempraktekkannya untuk menghias hari-hari dalam keluarganya, yang tecermin seperti dalam hadis-hadis berikut:

1. Tidur dalam satu selimut bersama istri


Dari Atha' bin Yasar: "Sesungguhnya Rasulullah saw dan 'Aisyah ra biasa mandi bersama dalam satu bejana. Ketika beliau sedang berada dalam satu selimut dengan 'Aisyah, tiba-tiba 'Aisyah bangkit. Beliau kemudian bertanya, 'Mengapa engkau bangkit?' Jawabnya, 'Karena saya haidh, wahai Rasulullah.' Sabdanya, 'Kalau begitu, pergilah, lalu berkainlah dan dekatlah kembali kepadaku.' Aku pun masuk, lalu berselimut bersama beliau." (HR Sa'id bin Manshur)

2. Memberi wangi-wangian pada auratnya

'Aisyah berkata, "Sesungguhnya Nabi saw apabila meminyaki badannya, beliau memulai dari auratnya dan mengolesinya dengan nurah (sejenis bubuk pewangi), dan istrinya meminyaki bagian lain seluruh tubuhnya. (HR Ibnu Majah)

3. Mandi bersama istri

Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Aku biasa mandi bersama dengan Nabi saw dengan satu bejana. Kami biasa bersama-sama memasukkan tangan kami (ke dalam bejana)." (HR 'Abdurrazaq dan Ibnu Abu Syaibah)

4. Disisir istri

Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Saya biasa menyisir rambut Rasulullah saw, saat itu saya sedang haidh".(HR Ahmad)

5. Meminta istri meminyaki badannya

Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Saya meminyaki badan Rasulullah saw pada hari raya 'Idul Adh-ha setelah beliau melakukan jumrah 'aqabah." (HR Ibnu Asakir)

6. Minum bergantian pada tempat yang sama

Dari 'Aisyah ra, dia berkata, "Saya biasa minum dari muk yang sama ketika haidh, lalu Nabi mengambil muk tersebut dan meletakkan mulutnya di tempat saya meletakkan mulut saya, lalu beliau minum, kemudian saya mengambil muk, lalu saya menghirup isinya, kemudian beliau mengambilnya dari saya, lalu beliau meletakkan mulutnya pada tempat saya meletakkan mulut saya, lalu beliau pun menghirupnya." (HR 'Abdurrazaq dan Sa'id bin Manshur)

7. Membelai istri

"Adalah Rasulullah saw tidaklah setiap hari melainkan beliau mesti mengelilingi kami semua (istrinya) seorang demi seorang. Beliau menghampiri dan membelai kami dengan tidak mencampuri hingga beliau singgah ke tempat istri yang beliau giliri waktunya, lalu beliau bermalam di tempatnya." (HR Ahmad)

8. Mencium istri

Dari 'Aisyah ra, bahwa Nabi saw biasa mencium istrinya setelah wudhu', kemudian beliau shalat dan tidak mengulangi wudhu'nya."(HR 'Abdurrazaq)

Dari Hafshah, putri 'Umar ra, "Sesungguhnya Rasulullah saw biasa mencium istrinya sekalipun sedang puasa." (HR Ahmad)

9. Tiduran di Pangkuan Istri

Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Nabi saw biasa meletakkan kepalanya di pangkuanku walaupun aku sedang haidh, kemudian beliau membaca al-Qur'an." (HR 'Abdurrazaq)

10. Memanggil dengan kata-kata mesra

Rasulullah saw biasa memanggil Aisyah dengan beberapa nama panggilan yang disukainya, seperti 'Aisy, dan Humaira (pipi merah delima).

11. Mendinginkan kemarahan istri dengan mesra

Nabi saw biasa memijit hidung 'Aisyah jika ia marah dan beliau berkata, Wahai 'Uwaisy, bacalah do'a: 'Wahai Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, hilangkanlah kekerasan hatiku, dan lindungilah diriku dari fitnah yang menyesatkan." (HR. Ibnu Sunni)

12. Membersihkan tetesan darah haidh istri

Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Aku pernah tidur bersama Rasulullah saw di atas satu tikar ketika aku sedang haidh. Bila darahku menetes ke tikar itu, beliau mencucinya di bagian yang terkena tetesan darah dan beliau tidak berpindah dari tempat itu, kemudian beliau shalat di tempat itu pula, lalu beliau berbaring kembali di sisiku. Bila darahku menetes lagi ke tikar itu, beliau mencuci di bagian yang terkena darah itu saja dan tidak berpindah dari tempat itu, kemudia beliau pun shalat di atas tikar itu." (HR Nasa'i)

13. Bermesraan walau istri haidh

Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Saya biasa mandi bersama Rasulullah saw dengan satu bejana, padahal kami sama-sama dalam keadaan junub. Aku biasa menyisir rambut Rasulullah ketika beliau menjalani i'tikaf di masjid dan saya sedang haidh. Beliau biasa menyuruh saya menggunakan kain ketika saya sedang haidh, lalu beliau bermesraan dengan saya." (HR 'Abdurrazaq dan Ibnu Abi Syaibah)

14. Memberikan hadiah

Dari Ummu Kaltsum binti Abu Salamah, ia berkata,
"Ketika Nabi saw menikah dengan Ummu Salamah, beliau bersabda kepadanya, Sesungguhnya aku pernah hendak memberi hadiah kepada Raja Najasyi sebuah pakaian berenda dan beberapa botol minyak kasturi, namun aku mengetahui ternyata Raja Najasyi telah meninggal dunia dan aku mengira hadiah itu akan dikembalikan. Jika hadiah itu memang dikembalikan kepadaku, aku akan memberikannya kepadamu."

Ia (Ummu Kultsum) berkata, "Ternyata keadaan Raja Najasyi seperti yang disabdakan Rasulullah saw, dan hadiah tersebut dikembalikan kepada beliau, lalu beliau memberikan kepada masing-masing istrinya satu botol minyak kasturi, sedang sisa minyak kasturi dan pakaian tersebut beliau berikan kepada Ummu Salamah." (HR Ahmad)

15. Segera menemui istri jika tergoda.

Dari Jabir, sesungguhnya Nabi saw pernah melihat wanita, lalu beliau masuk ke tempat Zainab, lalu beliau tumpahkan keinginan beliau kepadanya, lalu keluar dan bersabda, "Wanita, kalau menghadap, ia menghadap dalam rupa setan. Bila seseorang di antara kamu melihat seorang wanita yang menarik, hendaklah ia datangi istrinya, karena pada diri istrinya ada hal yang sama dengan yang ada pada wanita itu." (HR Tirmidzi)

Begitu indahnya kemesraan Rasulullah saw kepada para istrinya, memberikan gambaran betapa Islam sangat mementingkan komunikasi non verbal ini, karena bahasa tubuh ini akan lebih efektif menyatakan cinta dan kasih sayang antara suami istri. Nah, silakan mencoba. �

go to the top of the page

Hidup Terasa Manis Bila Hubungan Tetap Harmonis

Sulthoni

Bahasan kali ini masih menyangkut soal keta'atan istri kepada suaminya. Bila Rasulullah menganjurkan para istri untuk ta'at, khususnya dalam memenuhi ajakan suaminya, memang cukup beralasan. Ada banyak kebaikan yang didapat seorang suami tatkala hajat seksualnya terpenuhi dengan baik. Tahukah anda, hubungan mesra yang harmonis, dapat menyehatkan jiwa dan raga?

Doktor Goudy Geily, penceramah masalah kesehatan di rumah sakit Kerajaan Inggris, London, meyakini bahwa terdapat sejumlah besar kelemahan pada tubuh manusia yang diakibatkan aspek kejiwaannya. Penyakit-penyakit itu antara lain, rasa letih, penurunan kekuatan fisik, rasa sakit di semua persendian, dan rasa sakit pada kulit. Bahwa sakit kejiwaan, menurutnya, secara ilmiah telah dibuktikan dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, dan mempengaruhi perubahan hormonal di dalam tubuh.

Meskipun ia mengakui pentingnya hubungan-hubungan lain dalam kehidupan seorang wanita, seperti hubungan dengan anak-anaknya, hubungan dengan keluarga familinya, hubungan dengan keluarga suami, dan hubungan dengan teman-teman wanitanya, Namun Dr. Geily meyakini bahwa hubungan secara manusiawi yang paling penting dalam kehidupan laki-laki dan wanita adalah hubungan seksual yang harmonis antara suami dan istri. Ia melihat bahwa kualitas hubungan seksual antara suami dan istri sangat mempengaruhi kualitas hubungan antara keduanya secara keseluruhan.

Berikut pernyataannya;

"Hubungan seksual antara suami dan istri menduduki peringkat pertama dalam hal pengaruh dan urgensinya dalam hubungan antara keduanya. Bahkan, dalam kondisi kegagalan salah seorang dari keduanya pada aktivitas yang lain, seperti pekerjaan atau bahkan dalam kondisi ketika seluruh sarana dialog di antara mereka telah terputus, maka hubungan intim antara keduanya tetap menjadi sumber yang efektif untuk memuaskan serta mengharmoniskan rasa cinta dan saling menghargai".

Pernyataan di atas didukung oleh peneliti yang lain; yakni Dr. Elvis Christoper, Direktur Lembaga Konsultasi Problematika Seksual di Inggris. Beliau mengatakan;

"Problematika seksual dan kepekaan seseorang berperan - dalam batas tertentu- terhadap terjangkitnya seseorang oleh penyakit di lambung, dada, dan meningkatnya tekanan darah. Sebagaimana ia juga menyebarkan rasa sedih yang berlebihan, lemahnya kekebalan terhadap penyakit lambung serta radang usus pada laki-laki dan wanita."

Sebuah penelitian di Kuwait menunjukkan, bahwa prosentase penderita penyakit kanker, organ pernafasan, hati, dan paru-paru di kalangan orang lajang, mencapai enam kali lipat dibanding pada orang-orang yang telah menikah.

Kantor Berita Reuter pernah melaporkan hasil sebuah penelitian, bahwa pengobatan terbaik yang nampak pada tahun 1995 bagi penyembuhan penyakit gelisah ialah, hubungan seksual yang harmonis antara suami dan istri. Sementara majalah Man's Health dalam suatu artikelnya menuturkan;

"Berbagai kajian mengatakan, bahwa hubungan seksual yang teratur, bukan hanya meringankan tekanan jiwa. Namun dapat memperpanjang usia juga."

Sebagian besar kaum Muslimin, mungkin masih menganggap permasalahan seks suami-istri sebagai persoalan tabu dan tak perlu diangkat ke permukaan. Tapi pada kenyataannya, hadits-hadits Rasulullah yang menyoroti soal "kemesraan hubungan suami-istri" cukup banyak. Bahkan Rasulullah setengah "memaksa" kepada kaum perempuan untuk selalu siaga melayani kehendak kencan suaminya. Di bawah ini salah satu perintah Nabi saw tentang cara menjaga keharmonisan hubungan suami-istri.

"Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk memenuhi keinginan suaminya, maka hendaklah ia (istri) menurutinya, meskipun sedang berada di dapur," (h.r. Imam Bukhori, Muslim, dan Tirmidzi)


Pesan tersirat dari hadits di atas adalah, sesibuk apapun seorang istri berkutat dengan pekerjaannya di dapur, tak bisa menjadi alasan baginya untuk menunda hasrat kencan suaminya. Ia harus peka terhadap isyarat sang suami dan selalu fresh bila berhadapan dengan kekasih tercintanya.

Selamat bercinta dengan pasangan anda wahai para suami-istri soleh/solihat, Semoga hubungan harmonis Anda, akan membuahkan hidup yang lebih manis di dunia dan di akhirat. Wallahu a'lam bish showwaab.

go to the top of the page

Semoga Ia Tahu ...

Bayu Gautama

Segera kupanggil tukang mainan di KRL itu, boneka tangan berbentuk bebek dengan bunyi yang lucu saat dipencet bagian dalamnya, lebih lucu lagi adalah lidah boneka yang keluar secara mengagetkan bersamaan dengan bunyinya. “Beli satu bang ...” kubayangkan senyum ceria Dinda saat menerima hadiah ‘murah’ dari ayahnya ini. Kumasukkan ke dalam tas kantong besar melengkapi beberapa item mainan lainnya yang telah kubeli sebelumnya.

Kemarin, tidak kurang satu kantong besar lainnya berisi mainan yang kubeli dari sebuah pusat mainan anak-anak terkenal. Kupilih berbagai mainan yang pernah ditunjuk Dinda ketika dulu pernah kuajak sambil mengantar mamanya berbelanja. Ada boneka barbie, mainan perlengkapan dapur, dokter-dokteran, boneka-boneka binatang yang lucu-lucu.

Besok, aku juga sudah berjanji dalam hati untuk membelikan sebuah tas sekolah yang pernah ia minta setiap kali melihat konvoi anak-anak Taman Kanak-Kanak Cendikia lewat depan rumah kami. Usianya yang baru menginjak angka 3 membuat ia hanya bisa bermimpi menjadi bagian dari konvoi tersebut. Menurut cerita ibunya, ia terlihat sangat riang ketika anak-anak TK itu melambai-lambaikan tangan ke arahnya, dan dengan senyumnya yang manis ia membalas lambaian tersebut. Bahkan sampai iring-iringan terakhir sudah terlihat bagai titik di ujung gang ia masih berdiri terpaku dengan tangan terus melambai. Lambat, perlahan melemah lambaiannya dan seperti enggan menurunkan tangannya matanya yang bulat bersinar indah mulai berkaca-kaca, sebaris kata pendek pun meluncur sedih, “Besok kesini lagi ya kakak ...”

Ibunya yang memperhatikan tingkah Dinda seolah bisa menangkap seberkas impian di benak Dinda. Ia meminta izin ke Yayasan Cendikia agar anaknya diizinkan untuk sekedar bermain bersama anak-anak TK itu. Alhamdulillaah bukan cuma sekedar bermain izin yang diberikan, bahkan Dinda dibolehkan untuk ikut berbaris dengan anak-anak itu sebelum memasuki kelas. Hanya saja, tentu Dinda tak boleh masuk kelas karena ia bukan siswa disitu. Senang bercampur sedih yang dirasakan Dinda, senang karena bisa ikut dalam keriangan bersekolah, namun sedih ketika harus rela tak bisa masuk kelas pada saat jam belajar. Senang karena Putri, tetangga sebelah yang baru masuk Sekolah Dasar memberikannya seragam TK, sedih karena seragam itu hanya berlaku di halaman bermain.

Saat itu, aku meminta ibunya agar tak terlalu menuruti permintaan Dinda karena kupikir saat ini waktunya Dinda untuk bermain, mungkin tahun depan barulah ia dikenalkan dengan sekolah. Jadilah Dinda menangis karena tas yang dimintanya tak pernah kubelikan, ibunya pun tak berani membantah laranganku agar tidak membelikannya atas seizinku.

Lusa, hari libur kerja, aku juga sudah berjanji mengajak Dinda untuk tamasya, kemanapun ia mau. Selama ini, ia hanya selalu mendengar keceriaan Dunia Fantasi dari Rena temannya. Atau kesejukan alam di Puncak dari Lia, dan kehangatan pantai Anyer, Carita bahkan pantai Kuta dari Doni yang keluarganya memang hoby ke pantai. Dinda selalu menceritakan ulang hal-hal indah dan menyenangkan dari teman-temannya itu ke ibunya. Kepadaku? Tidak, karena ia tahu aku teramat bosan mendengar cerita-cerita dia yang diulang-ulang itu.

Kubayangkan Dinda tak kalah hebatnya bercerita kepada Doni, Lia dan Rena akan semua pengalamannya berjalan-jalan, tamasya yang baru pertama kali dijalaninya itu. Dan aku, ayahnya, akan teramat senang berjam-jam mendengar cerita Dinda meski aku tahu persis yang dia lakukan saat tamasya.

Aku sudah berubah, sebuah kejadian yang menghentakkan jiwa dan bathinku menyadarkanku dari rasa sayang yang tertahan kepada Dinda. Pekerjaan dan kesibukan berbagai aktifitas luar membuatku terlalu sering menggadaikan kebersamaanku dengan gadis kecilku nan manis itu.

Boneka, sejumlah mainan kesenangannya, tas sekolah impiannya, jalan-jalan yang akan menjadi fantasinya, akan kuberikan semuanya hari ini, besok dan kapanpun ia inginkan. Kan kubiarkan ia bercerita sepanjang ia suka, sekalipun sampai tertidur dalam pelukanku. Namun itu semua terlambat, Dinda tak mungkin melihat boneka dan mainan kesenangannya, tak kan pernah memakai tas sekolah impiannya dan takkan pernah bertamasya bersama. Sejak dua hari lalu saat kepergiannya yang menghentakkan jiwa, ingin rasanya aku mendengar lagi cerita-ceritanya dengan bahasa dan logat yang lucu yang dulu teramat membosankan bagiku. Aku sangat mencintainya, semoga ia tahu.

go to the top of the page

Jadilah Tetangga Yang Baik

Sulthoni

Bertetangga adalah bagian kehidupan manusia yang hampir tidak bisa mereka tolak. Manusia toh, bukan semata-mata personal-being (makhluk individu), tapi juga merupakan social-being (makhluk sosial). Seseorang tidak bisa hidup secara sendirian atau menyendiri. Mereka satu sama lain harus selalu bermitra dalam mencapai kebaikan bersama. Ini merupakan hukum sosial. Islam bahkan memerintahkan segenap manusia untuk senantiasa berjama'ah dan berlomba dalam berbuat kebaikan. Sebaliknya Islam melarang manusia bersekutu dalam melakukan dosa dan permusuhan.

Isyarat hidup berjama'ah dalam kebaikan dan harus senantiasa memeliharanya, misalnya termaktub dalam surat Al-Maidah ayat 2, yang artinya sebagai berikut;

"Bertolong-tolonganlah kamu dalam berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya."

Dalam menumbuhkan dan mensosialisasikan budaya kebaikan dan taqwa itu, tetangga merupakan objek yang patut didahulukan (setelah anggota keluarga tentunya). Ini hirarki penyebaran kebaikan sebagaimana diarahkan Al Qur'an.

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah barat dan timur itu suatu kebaikan. Akan tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta.".

Bahwa urutan kebaikan menurut ayat di atas adalah, setelah beriman (dalam pengertian menyeluruh), maka urutan berikutnya adalah membangun perilaku sosial yang sehat. Jadi Islam menginginkan budaya kesalehan itu tidak terbatas pada sekup personal (pribadi), tapi juga terciptanya kesalehan secara sosial. Maka, dalam konteks ini hidup rukun dan harmonis dengan tetangga menjadi sangat penting dan wajib.

Rasul memerintahkan kita untuk selalu menghormati tetangga jika kita benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir, seperti termaktub dalam hadits beliau di bawah ini;

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia menghormati tetangganya." (HR Bukhori)

Anjuran untuk menghormati tetangga, tentu maknanya amat luas. Menghormati berarti juga tidak menyakiti hatinya, selalu berwajah manis pada tetangga, tidak menceritakan aib tetangga kita, tidak menghina dan melecehkannya, dan tentu juga tidak menelantarkannya jika dia benar-benar butuh pertolongan kita. Rasululullah saw misalnya, melarang kita berbuat gibah (menjelek-jelekkan kehormatan) pada tetangga kita. Seorang sahabat bertanya pada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, apakah gibah itu?" Beliau menjawab; "Engkau menyebut sesuatu yang tidak disukai dari saudaramu." (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).

Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, Nabi saw bersabda; "Jibril senantiasa menasihatiku mengenai tetangga, sehingga aku mengira dia akan mewariskannya." (Muttafaqun 'Alaih)

Syaikh Abu Muhammad bin Abi Jamrah mengatakan; "Memelihara hubungan dengan tetangga, termasuk bagian dari kesempurnaan iman." Paralel dengan pernyataan ini, Syeikh Yusuf Qordhowi menyebutkan, seorang tetangga memiliki peran sentral dalam memelihara harta dan kehormatan warga sekitarnya. Dengan demikian seorang Mukmin pada hakikatnya merupakan penjaga yang harus bertanggung jawab terhadap keselamatan seluruh milik tetangganya. Bahkan, seorang tidak dikatakan beriman jika dia tidak bisa memberi rasa aman pada tetangganya.

Karena itu dalam salah satu fatwanya Yusuf Qordhowi mengatakan, hukuman bagi pelaku zinah itu berat. Akan tetapi, bila pelaku zinah itu ternyata adalah tetangga korban sendiri, maka hukumannya harus lebih berat lagi.

Ya Allah 'Azza wa Jalla, jadikanlah kami warga yang baik bagi tetangga kami.

go to the top of the page

Nak...

Nak, jauh sebelum kau hadir dalam kehidupan ayah dan ibu, kami senantiasa bermohon kepada Allah Swt agar dikaruniai keturunan yang sholeh dan sholihah, yang taat kepada Allah, berbakti kepada orang tua, rajin beribadah dan belajar, serta dapat menjadi penerus dakwah Ilallaah.

Banyak rencana yang kami rancang, agar kelak bila kau hadir, kami sudah siap menjadi orang tua yang baik dan mampu mendidikmu dengan didikan yang sesuai dengan dinnul Islam, tuntunan kita seperti yang dicontohkan oleh Rosulullah Saw kepada kita.

Ayah dan Ibu ingin, kelak bila Allah mengamanahkan kepada kami seorang putri, maka dia akan berakhlaq seperti akhlaqnya Fatimah putri Rasulullah, dan bila Allah mengamanahkan seorang putra, maka dia akan seperti Ali.

Setelah tanda kehadiranmu mulai tampak, Ibu sering mual, muntah-muntah, sakit kepala dan sering mau pingsan, Ibu dan Ayah bersyukur kepada Allah atas karunia-Nya, kami menjagamu sepenuh hati, serta senantiasa berharap, kelak kau lahir sebagai anak yang sehat, sempurna dan menyenangkan.

Sejak dalam rahim, kami mencoba menanamkan kalimat-kalimat tauhid kepadamu dan berupaya mengenalkanmu kepada Sang Pencipta, dengan bacaan ayat-ayat suci-Nya, dengan senandung-senandung shalawat Nabi, dengan nasyid-nasyid yang membangkitkan semangat da’wah dan rasa keimanan kepada Allah yang Esa.

Saat kau akan lahir, Ibu merasakan sakit yang amat sangat, seolah berada antara hidup dan mati, namun Ibu tidak mengeluh dan putus asa, karena bayangan kehadiranmu lebih Ibu rindukan dibanding dengan rasa sakit yang Ibu rasakan. Ibu tak henti-hentinya berdo’ a, memohon ampunan dan kekuatan kepada Allah. Ayahpun tidak tidur beberapa malam untuk memastikan kehadiranmu, menemani dan menguatkan Ibu, agar sanggup melahirkanmu dengan sempurna. Bacaan dzikir dan istighfar, mengiringi kelahiranmu.

Begitu kau lahir, sungguh rasa sakit yang amat sangat sudah terlupakan begitu saja. Setelah tangismu terdengar, seolah kebahagiaan hari itu hanya milik Ibu dan Ayah. Air mata yang tadinya hampir tak henti mengalir karena menahan sakit, berganti menjadi senyum bahagia menyambut kelahiranmu. Ibu dan Ayah bersyukur kepada Allah Swt, kemudian Ayah melantunkan bacaan adzan dan iqomat ditelingamu, agar kalimat yang pertama kali kau dengar adalah kalimat Tauhid yang harus kau yakini dan kau taati selama hidupmu.

Saat pertama kali kau isap air susu Ibu, Ibu merasakan kenikmatan dan kebahagiaan yang tiada tara. Ibu ingin memberikan semuanya kepadamu, agar kau segera tumbuh besar dan sehat. Ibu berupaya supaya ASI ini dapat mencukupi kebutuhanmu. Ibu berupaya untuk selalu dekat denganmu, dan selalu mengajakmu kemanapun Ibu pergi, supaya kapanpun kau lapar, Ibu selalu siaga memberikan air surgawi karunia Ilahi itu kepadamu.

Ibu berusaha untuk selalu siap siaga menjagamu, kapanpun dan dalam keadaan apapun. Saat malam sedang tidur lelap, Ibu akan terjaga bila kau tiba-tiba menangis karena popokmu basah atau karena kau lapar. Saat sedang makan dan kau buang air besar, Ibu dengan rela menghentikan makan dan mengganti popokmu dulu. Dan semuanya, Ibu lakukan dengan senang hati, tanpa rasa risih dan jijik.

Sejak kau masih dalam ayunan, Ibu senantiasa membacakan do'a dalam setiap kegiatan yang akan kau lakukan. Ibu bacakan do'a mau makan ketika kau hendak makan, do’a mau tidur ketika kau mau tidur, dan do’a apa saja yang harus kau tahu dan kau amalkan dalam kehidupan keseharianmu. Ibu bacakan selalu ayat kursi dan surat-surat pendek satu persatu setiap malam, dikala mengantarmu tidur, ayat-per ayat dan Ibu ulang berkali-kali hingga kau sanggup mengingatnya dengan baik, dengan harapan kau besar nanti menjadi penghafal Al Qu’ran.

Ketika kau sudah mampu berbicara, subhanallah, tanpa kami duga, kau telah hafal berbagai macam do’a dan beberapa surat pendek. Ibu bersyukur dan bangga kepadamu. Muncul harapan dalam hati ini, kelak kau tumbuh menjadi anak yang pintar dan rajin belajar.

Tatkala kau mulai belajar sholat, dan usai sholat kau lantunkan do’a untuk orang tua, walau dengan bacaan yang masih belum sempurna, bercucur air mata ibu karena kau telah mampu melafalkan do’a itu. Timbul harapan dihati yang paling dalam, kelak hingga ketika Ibu dan Ayah tiada, kau tetap melantunkan do’a itu, karena do’amu akan memberikan kepada Ibu dan Ayah pahala yang tak henti-hentinya di yaumil-akhir. Kaulah asset masa depan bagi umi dan abi. Kau akan mampu menolong umi dan abi di yaumil-akhir nanti, bila kau menjadi anak yang sholihah.

Nak, kehadiranmupun memberikan kepada Ibu dan Ayah pelajaran yang sangat berharga, kau mengingatkan kami
tatkala masih sepertimu. Mengingatkan dengan lebih kuat lagi, betapa besar pengorbanan yang dilakukan oleh kakek nenekmu kepada kami, hingga Ibu dan Ayah tumbuh dewasa dan bahkan sampai menjadi orang tua seperti mereka.

Ibu dan Ayah sangat menyayangimu, karena kami ingin kaupun menjadi anak yang penyayang terhadap sesama. Kami hampir selalu menyertakan kata sayang dibelakang namamu saat memanggilmu, supaya hatimu senang dan gembira bersama Ibu dan Ayahi.

Saat kau memasuki usia sekolah, Kami carikan sekolah yang baik untukmu. Sekolah yang memiliki visi pendidikan seperti yang Ibu dan Ayah inginkan. Alhamdulillaah, saat kau mulai sekolah, telah banyak berdiri sekolah-sekolah Islam Terpadu, sehingga kami tidak kesulitan mencarikan sekolah untukmu. Ayah mengantarmu ke sekolah setiap pagi dan Ibu mendampingimu selalu hingga kau berani ditinggal di sekolah sendiri.

Keperluan sekolahmu selalu kami upayakan, walau kadang harus dengan susah payah, agar kau bisa memperoleh pendidikan yang baik dan layak untuk kehidupanmu dimasa yang akan datang. Kami senantiasa berupaya membimbingmu untuk dapat melakukan segala sesuatu, agar saat besar nanti kau mampu melayani dirimu sendiri.

Bila Ibu dan Ayah tidak mau melayanimu untuk hal-hal yang sudah dapat kau lakukan sendiri, itu bukan berarti kami tidak menyayangimu, tapi justru sebaliknya. Karena Ibu dan Ayah sayang sekali padamu, kau tidak boleh terlalu dimanjakan, hingga saat kau besar nanti, kau jadi anak yang mandiri dan serba bisa.

Maafkan Ibu dan Ayah bila sekali waktu (atau bahkan sering) memarahimu ketika kau membuat kesalahan yang berulang-ulang. Sungguh, sebenarnya Ibu dan Ayah tak ingin memarahimu, namun kamipun sadar bahwa kau harus tahu dan harus dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, agar saat kau dewasa dan telah bergaul dengan masyarakat umum nanti, kau bisa memilih untuk selalu melakukan yang haq dan meninggalkan yang bathil. Semoga kau tidak salah sangka.

Maafkan pula bila Ibu dan Ayah selalu membatasi tontonan dan bacaanmu, karena dewasa ini sangat banyak media yang dapat merusak pendidikan yang sudah kami terapkan kepadamu. Itu semua kami lakukan, agar kau terpelihara dari hal-hal negatif yang akan mendangkalkan akhlaq dan perilakumu. Ibu dan Ayah ingin, kau menjadi anak yang faqih dalam hal agama, menjadi generasi Qur’ani, dan menjadi penerus dakwah Ilallaah.

Inilah harapan Ibu dan Ayah kepadamu, sangat banyak dan sangat ideal. Oleh karenanya, kami senantiasa memohon petunjuk dan bimbingan dari Allah Yang Esa, yang Berkuasa dan Maha Agung, agar tidak salah langkah dalam mendidikmu.

Robbanaa hablanaa min azwaajinaa wadzurriyaatinaa qurrota a'yun waj’alnaa lilmuttaqiina imaaman. Amiin

go to the top of the page

Ibunda...

Sitta Izza Rosdaniah

Ibunda...
Di tirai pagi kubersandar pada dinding kesedihan
Di senandung alam kuberbaring pada rajutan kerinduan

Ibunda...
Telah jauh jarak antara kutub-kutub tubuh kita
Membentang kerinduan didalam anak-anak sungai diujung mata kita

Ibunda...
Coba kukumpulkan keindahan dunia untuk ganti hadirmu
Coba kupilah yang terbaik untuk isi kerinduanku

Tapi bunda...
Dunia takkan mampu menggantikanmu
Pilahan yang terbaik takkan lagi coba kuisi dalam rinduku
Dunia... ah apalah arti dunia ketika surgapun ditelapak kakimu
Menopang segala yang ada ditubuh, hati dan luangan kasih sayangmu
Hingga begitu indah setiap detik dalam rahimmu
Hingga begitu indah setiap detik dalam gendonganmu
Hingga begitu indah setiap detik dalam pangkuanmu
Hingga derita kau rasa indah demi anandamu

Lalu... kenapa hanya rindu yang ananda punya untuk ibunda

Tidak bunda...
Rindu ini hadir dalam Doa anandamu
Agar surga selalu hadir untukmu
Bukan hanya ditelapak kakimu

Ya Allah, Engkau Maha Tahu apa yang ada di dalam dada hamba, betapa hamba mencintai dan menyayangi ibu hamba…

Ya Allah, hamba yakin Engkau yang Maha Perkasa akan mampu membuka hati ibu hamba dan menyatukan kami kembali dalam kokohnya ikatanMu….Amien.

Selamat Ulang Tahun, Bunda… … You are the one and only.

go to the top of the page

Seputih Melati

Bayu Gautama

Melati tak pernah berdusta dengan apa yang ditampilkannya. Ia tak memiliki warna dibalik warna putihnya. Ia juga tak pernah menyimpan warna lain untuk berbagai keadaannya, apapun kondisinya, panas, hujan, terik ataupun badai yang datang ia tetap putih. Kemanapun dan dimanapun ditemukan, melati selalu putih. Putih, bersih, indah berseri di taman yang asri. Pada debu ia tak marah, meski jutaan butir menghinggapinya. Pada angin ia menyapa, berharap sepoinya membawa serta debu-debu itu agar ianya tetap putih berseri. Karenanya, melati ikut bergoyang saat hembusan angin menerpa. Kekanan ia ikut, ke kiri iapun ikut. Namun ia tetap teguh pada pendiriannya, karena kemanapun ia mengikuti arah angin, ia akan segera kembali pada tangkainya.

Pada hujan ia menangis, agar tak terlihat matanya meneteskan air diantara ribuan air yang menghujani tubuhnya. Agar siapapun tak pernah melihatnya bersedih, karena saat hujan berhenti menyirami, bersamaan itu pula air dari sudut matanya yang bening itu tak lagi menetes. Sesungguhnya, ia senantiasa berharap hujan kan selalu datang, karena hanya hujan yang mau memahami setiap tetes air matanya. Bersama hujan ia bisa menangis sekeras-kerasnya, untuk mengadu, saling menumpahkan air mata dan merasakan setiap kegetiran. Karena juga, hanya hujan yang selama ini berempati terhadap semua rasa dan asanya. Tetapi, pada hujan juga ia mendapati keteduhan, dengan airnya yang sejuk.

Pada tangkai ia bersandar, agar tetap meneguhkan kedudukannya, memeluk erat setiap sayapnya, memberikan kekuatan dalam menjalani kewajibannya, menserikan alam. Agar kelak, apapun cobaan yang datang, ia dengan sabar dan suka cita merasai, bahkan menikmatinya sebagai bagian dari cinta dan kasih Sang Pencipta. Bukankah tak ada cinta tanpa pengorbanan? Adakah kasih sayang tanpa cobaan?

Pada dedaunan ia berkaca, semoga tak merubah warna hijaunya. Karena dengan hijau daun itu, ia tetap sadar sebagai melati harus tetap berwarna putih. Jika daun itu tak lagi hijau, atau luruh oleh waktu, kepada siapa ia harus meminta koreksi atas cela dan noda yang seringkali membuatnya tak lagi putih?

Pada bunga lain ia bersahabat. Bersama bahu membahu menserikan alam, tak ada persaingan, tak ada perlombaan menjadi yang tercantik, karena masing-masing memahami tugas dan peranannya. Tak pernah melati iri menjadi mawar, dahlia, anggrek atau lili, begitu juga sebaliknya. Tak terpikir melati berkeinginan menjadi merah, atau kuning, karena ia tahu semua fungsinya sebagai putih.

Pada matahari ia memohon, tetap berkunjung di setiap pagi mencurahkan sinarnya yang menghangatkan. Agar hangatnya membaluri setiap sel tubuh yang telah beku oleh pekatnya malam. Sinarnya yang menceriakan, bias hangatnya yang memecah kebekuan, seolah membuat melati merekah dan segar di setiap pagi. Terpaan sinar mentari, memantulkan cahaya kehidupan yang penuh gairah, pertanda melati siap mengarungi hidup, setidaknya untuk satu hari ini hingga menunggu mentari esok kembali bertandang.

Pada alam ia berbagi, menebar aroma semerbak mewangi nan menyejukkan setiap jiwa yang bersamanya. Indah menghiasharumi semua taman yang disinggahinya, melati tak pernah terlupakan untuk disertakan. Atas nama cinta dan keridhoan Pemiliknya, ia senantiasa berharap tumbuhnya tunas-tunas melati baru, agar kelak meneruskan perannya sebagai bunga yang putih. Yang tetap berseri disemua suasana alam.

Pada unggas ia berteriak, terombang-ambing menghindari paruhnya agar tak segera pupus. Mencari selamat dari cakar-cakar yang merusak keindahannya, yang mungkin merobek layarnya dan juga menggores luka di putihnya.

Dan pada akhirnya, pada Sang Pemilik Alam ia meminta, agar dibimbing dan dilindungi selama ia diberikan kesempatan untuk melakoni setiap perannya. Agar dalam berperan menjadi putih, tetap diteguhkan pada warna aslinya, tidak membiarkan apapun merubah warnanya hingga masanya mempertanggungjawabkan semua waktu, peran, tugas dan tanggungjawabnya. Jika pada masanya ia harus jatuh, luruh ke tanah, ia tetap sebagai melati, seputih melati. Dan orang memandangnya juga seperti melati.

Dan kepada melatiku, tetaplah menjadi melati di tamanku. Karena, aku akan menjadi angin, menjadi hujan, menjadi tangkai, menjadi matahari, menjadi daun dan alam semesta. Tetapi takkan pernah menjadi debu atau unggas yang hanya akan merusak keindahannya, lalu meninggalkan melati begitu saja.

go to the top of the page

Mendayunglah Kalian Hingga ke Tepian...

mahabbah12@yahoo.com

Dimanapun engkau,
Dan dalam keadaan apapun,
Berusahalah dengan sungguh-sungguh
Tuk menjadi seorang pencinta

Tatkala cinta benar-benar tiba
Dan menyelimutimu
Maka selamanya kau akan menjadi seorang pencinta.

(Kearifan cinta, Jalaluddin Rumi)

Ketika melihat pasangan yang baru menikah, saya suka tersenyum. Bukan apa-apa, saya hanya ikut merasakan kebahagiaan yang berbinar spontan dari wajah-wajah syahdu mereka. Tangan yang saling berkaitan ketika berjalan, tatapan-tatapan penuh makna, bahkan sirat keengganan saat hendak berpisah. Seorang sahabat yang tadinya mahal tersenyum, setelah menikah senyumnya selalu saja mengembang. Ketika saya tanyakan mengapa, singkat dia berujar "Menikahlah! Nanti juga tahu sendiri". Aih...

Menikah adalah sunnah terbaik dari sunnah yang baik itu yang saya baca dalam sebuah buku pernikahan. Jadi ketika seseorang menikah, sungguh ia telah menjalankan sebuah sunnah yang di sukai Nabi. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa Allah hanya menyebut nabi-nabi yang menikah dalam kitab-Nya. Hal ini menunjukkan betapa Allah menunjukkan keutamaan pernikahan. Dalam firmannya, "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan rasa kasih sayang diantaramu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kalian yang berfikir." (QS. Ar-Rum: 21).

Menikah itu Subhanallah indah, kata Almarhum ayah saya dan hanya bisa dirasakan oleh yang sudah menjalaninya. Ketika sudah menikah, semuanya menjadi begitu jelas, alur ibadah suami dan istri. Beliau mengibaratkan ketika seseorang baru menikah dunia menjadi terang benderang, saat itu kicauan burung terdengar begitu merdu. Sepoi angin dimaknai begitu dalam, makanan yang terhidang selalu saja disantap lezat. Mendung di langit bukan masalah besar. Seolah dunia milik mereka saja, mengapa? karena semuanya dinikmati berdua. Hidup seperti seolah baru dimulai, sejarah keluarga baru saja disusun.

Namun sayang tambahnya, semua itu lambat laun menguap ke angkasa membumbung atau raib ditelan dalamnya bumi. Entahlah saat itu cinta mereka berpendar ke mana. Seiring detik yang berloncatan, seolah cinta mereka juga. Banyak dari pasangan yang akhirnya tidak sampai ke tujuan, tak terhitung pasangan yang terburai kehilangan pegangan, selanjutnya perahu mereka karam sebelum sempat berlabuh di tepian. Bercerai, sebuah amalan yang diperbolehkan tapi sangat dibenci Allah.

Ketika Allah menjalinkan perasaan cinta diantara suami istri, sungguh itu adalah anugerah bertubi yang harus disyukuri. Karena cinta istri kepada suami berbuah ketaatan untuk selalu menjaga kehormatan diri dan keluarga. Dan cinta suami kepada istri menetaskan keinginan melindungi dan membimbingnya sepenuh hati. Lanjutnya kemudian.

Saya jadi ingat, saat itu seorang istri memarahi suaminya habis-habisan, saya yang berada di sana merasa iba melihat sang suami yang terdiam. Padahal ia baru saja pulang kantor, peluh masih membasah, kesegaran pada saat pergi sama sekali tidak nampak, kelelahan begitu lekat di wajah. Hanya karena masalah kecil, emosi istri meledak begitu hebat. Saya kira akan terjadi "perang" hingga bermaksud mengajak anak-anak main di belakang. Tapi ternyata di luar dugaan, suami malah mendaratkan sun sayang penuh mesra di kening sang istri. Istrinya yang sedang berapi-api pun padam, senyum malu-malunya mengembang kemudian dan merdu suaranya bertutur "Maafkan Mama ya Pa..". Gegas ia raih tangan suami dan mendekatkannya juga ke kening, rutinitasnya setiap kali suaminya datang.

Jauh setelah kejadian itu, saya bertanya pada sang suami kenapa ia berbuat demikian. "Saya mencintainya, karena ia istri yang dianugerahkan Allah, karena ia ibu dari anak-anak. Yah karena saya mencintainya" demikian jawabannya.

Ibn Qayyim Al-Jauziah seorang ulama besar, menyebutkan bahwa cinta mempunyai tanda-tanda. Pertama, ketika mereka saling mencintai maka sekali saja mereka tidak akan pernah saling mengkhianati, Mereka akan saling setia senantiasa, memberikan semua komitmen mereka. Kedua, ketika seseorang mencintai, maka dia akan mengutamakan yang dicintainya, seorang istri akan mengutamakan suami dalam keluarga, dan seorang suami tentu saja akan mengutamakan istri dalam hal perlindungan dan nafkahnya. Mereka akan sama-sama saling mengutamakan, tidak ada yang merasa superior. Ketiga, ketika mereka saling mencintai maka sedetikpun mereka tidak akan mau berpisah, lubuk hatinya selalu saling terpaut. Meskipun secara fisik berjauhan, hati mereka seolah selalu tersambung. Ada do'a istrinya agar suami selamat dalam perjalanan dan memperoleh sukses dalam pekerjaan. Ada tengadah jemari istri kepada Allahi supaya suami selalu dalam perlindunganNya, tidak tergelincir. Juga ada ingatan suami yang sedang membanting tulang meraup nafkah halal kepada istri tercinta, sedang apakah gerangan Istrinya, lebih semangatlah ia.

Saudaraku, ketika segala sesuatunya berjalan begitu rumit dalam sebuah rumah tangga, saat-saat cinta tidak lagi menggunung dan menghilang seiring persoalan yang datang silih berganti. Perkenankan saya mengingatkan lagi sebuah hadist nabi. Ada baiknya para istri dan suami menyelami bulir-bulir nasehat berharga dari Nabi Muhammad. Salah satu wasiat Rasulullah yang diucapkannya pada saat-saat terakhir kehidupannya dalam peristiwa haji wada': "Barang siapa -diantara para suami- bersabar atas perilaku buruk dari istrinya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Ayyub atas kesabarannya menanggung penderitaan. Dan barang siapa -diantara para istri- bersabar atas perilaku buruk suaminya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Asiah, istri fir'aun" (HR Nasa-iy dan Ibnu Majah ).

Kepada saudaraku yang baru saja menggenapkan setengah dien, Tak ada salahnya juga untuk saudaraku yang sudah lama mencicipi asam garamnya pernikahan, Patrikan firman Allah dalam ingatan : "...Mereka (para istri) adalah pakaian bagi kalian (para suami) dan kalian adalah pakaian bagi mereka..." (QS. Al-Baqarah:187)

Torehkan hadist ini dalam benak : "Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan begitu pula dengan istrinya, maka Allah memperhatikan mereka dengan penuh rahmat, manakala suaminya merengkuh telapak tangan istrinya dengan mesra, berguguranlah dosa-dosa suami istri itu dari sela jemarinya" (Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi' dari Abu Sa'id Alkhudzri r.a)

Kepada sahabat yang baru saja membingkai sebuah keluarga, Kepada para pasutri yang usia rumah tangganya tidak lagi seumur jagung, Ingatlah ketika suami mengharapkan istri berperilaku seperti Khadijah istri Nabi, maka suami juga harus meniru perlakukan Nabi Muhammad kepada para Istrinya. Begitu juga sebaliknya.

Perempuan yang paling mempesona adalah istri yang shalehah, istri yang ketika suami memandangnya pasti menyejukkan mata, ketika suaminya menuntunnya kepada kebaikan maka dengan sepenuh hati dia akan mentaatinya, jua tatkala suami pergi maka dia akan amanah menjaga harta dan kehormatannya. Istri yang tidak silau dengan gemerlap dunia melainkan istri yang selalu bergegas merengkuh setiap kemilau ridha suami.

Lelaki yang berpredikat lelaki terbaik adalah suami yang memuliakan istrinya. Suami yang selalu dan selalu mengukirkan senyuman di wajah istrinya. Suami yang menjadi qawwam istrinya. Suami yang begitu tangguh mencarikan nafkah halal untuk keluarga. Suami yang tak lelah berlemah lembut mengingatkan kesalahan istrinya. Suami yang menjadi seorang nahkoda kapal keluarga, mengarungi samudera agar selamat menuju tepian hakiki "Surga". Dia memegang teguh firman Allah, "Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..." (QS. At-Tahrim: 6)

Akhirnya, semuanya mudah-mudah tetap berjalan dengan semestinya. Semua berlaku sama seperti permulaan. Tidak kurang, tidak juga berlebihan. Meski riak-riak gelombang mengombang-ambing perahu yang sedang dikayuh, atau karang begitu gigih berdiri menghalangi biduk untuk sampai ketepian. Karakter suami istri demikian, Insya Allah dapat melaluinya dengan hasil baik. Sehingga setiap butir hari yang bergulir akan tetap indah, fajar di ufuk selalu saja tampak merekah. Keduanya menghiasi masa dengan kesyukuran, keduanya berbahtera dengan bekal cinta. Sama seperti syair yang digaungkan Gibran,

Bangun di fajar subuh dengan hati seringan awan
Mensyukuri hari baru penuh sinar kecintaan
Istirahat di terik siang merenungkan puncak getaran cinta
Pulang di kala senja dengan syukur penuh di rongga dada
Kemudian terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam sanubari
Dan sebuah nyanyian kesyukuran tersungging di bibir senyuman


Semoga Allah selalu menghimpunkan kalian (yang saling mencintai karena Allah dalam ikatan halal pernikahan) dalam kebaikan. Mudah-mudahan Allah yang maha lembut melimpahkan kepada kalian bening saripati cinta, cinta yang menghangati nafas keluarga, cinta yang menyelamatkan. Semoga Allah memampukan kalian membingkai keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah. Semoga Allah mematrikan helai keikhlasan di setiap gerak dalam keluarga. Jua Allah yang maha menetapkan, mengekalkan ikatan pernikahan tidak hanya di dunia yang serba fana tapi sampai ke sana, the real world "Akhirat". Mudah-mudahan kalian selamat mendayung sampai ketepian. Allahumma Aamiin.

Barakallahu, untuk para pengantin muda. Mudah-mudahan saya mampu mengikuti tapak kalian yang begitu berani mengambil sebuah keputusan besar, yang begitu nyata menandakan ketaqwaan kepada Allah serta ketaatan kepada sunnah Rasul Pilihan. Mudah-mudahan jika giliran saya tiba, tak perlu lagi saya bertanya mengapa teman saya menjadi begitu murah senyum. Karena mungkin saya sudah mampu menemukan jawabannya sendiri.

go to the top of the page

Isteriku Tetap Yang Paling Cantik

Dewa
Taman Kebalen, 23 Juli 2003


Pukul 4.05, alert di hpku membangunkan. Ia ikut bangun. Padahal, aku tahu baru pukul 23.30, ia bisa tidur setelah berjibaku dengan kerjanya, kerja rumah tangga, urusan dua anakku, dan mengurusi aku sebagai suami. Belum lagi, pukul 01.15 terbangun untuk sebuah interupsi.

Ups, rupanya ia lupa menyetrika baju kantorku. Aku mandi, shalat lail dan shalat subuh. ia selesai pula menyelesaikan itu. Plus, satu stel pakaian kerjaku telah siap.

Aku siap berangkat. Ah, ada yang tertinggal rupanya. AKu lupa memandangi wajahnya pagi ini. "Nda, kamu cantik sekali hari ini," kataku memuji.

Ia tersenyum. "Bang tebak sudah berapa lama kita menikah?" Aku tergagap sebentar. Melongo. Lho, koq nanya itu. hatiku membatin. Aku berhenti sebentar dan menghitung sudah berapa lama kami bersama. Karena, perasaanku baru kemarin aku datang ke rumahnya bersama ust. Bambang untuk meminangnya."Lho, baru kemarin aku datang untuk meminta kamu jadi istriku dan aku nyatakan ‘aku terima nikahnya Herlinda Novita Rahayu binti Didi Sugardhi’ dengan mas kawin sebagaimana tersebut tunai." Kataku cuek sembari mengaduk kopi hangat rasa cinta dan perhatian darinya.

Ia tertawa. Wuih, manis sekali. Mungkin, bila kopi yang aku sruput tak perlu gula. Cukuplah pandangi wajahnya. "Kita sudah delapan tahun Bang." Katanya memberikan tas kerjaku.

"Aku berangkat yah, assalamualaikum," kataku bergeming dari kalimat terakhir yang ia ajukan.

Aku buru-buru. "Hati-hati yah dijalan." Sejatinya, aku ingin ngobrol terus. sayang, KRL tak bisa menunggu dan pukul 7.00 aku harus sudah stand by di ruang studio sebuah stasiun radio di Jakarta.

Aku di jalan bersama sejumlah perasaan. Ada sesuatu yang hilang. Mungkin benar kata Dewa, separuh nafasku hilang saat kau tidak bersamaku. kembali wajahnya menguntit seperti hantu. Hm, cantiknya istriku. Sayang, waktu tidak berpihak kepadaku untuk lebih lama menikmatinya.

Sekilas, menyelinap dedaunan kehidupan delapan tahun lalu. Ketika tarbiyah menyentuh dan menanamkan ke hati sebuah tekad untuk menyempurnakan Dien. Bahwa Allah akan memberikan pertolongan. Bahwa rezeki akan datang walau tak selembar pun kerja kugeluti saat itu. Bahwa tak masalah menerapkan prinsip 3K (Kuliah, Kerja, Kawin).

Sungguh, kala itu kupikir hanya wanita bodoh saja yang mau menerimaku, seorang jejaka tanpa harapan dan masa depan. Tanpa kerja dan orang tua mapan. Tanpa selembar modal ijazah sarjana yang saat itu sedang kukejar. Tanpa dukungan dari keluarga besar untuk menanggung biaya-biaya operasional.

Dan, ternyata benar. Kuliahnya dan kuliahku bernasib serupa. Berantakan. Waktuku habis tersita untuk mengais lembar demi lembar rezeki yang halal. Sementara ia harus merelakan kuliahnya di sebuah perguruan tinggi negeri untuk si Abang, anakku.

Kehidupan harus terus berjalan. Kutarik segepok udara untuk mengisi paru-paruku. Kurasakan syukur mendalam. Walau tanpa kerja dan orang tua mapan, ‘kapal’ku terus berlabuh. Bahkan, kini sudah mengarung lebih stabil dibanding dua dan tiga tahun pertama.

Ternyata, memang benar Allah akan menjamin rezeki seorang yang menikah. Allah akan memberikan rezeki dari arah yang tidak terduga. Walaupun tetap semua janji itu muncul dengan sunatullah, kerja keras. Kerja keras itu terasa nikmat dengan doa dan dampingan seorang wanita yang rela dan ikhlas menjadi istriku.

Namun, aku tahu wajah cantik istri ku mungkin akan memudar dengan segala kesibukan, mempersiapkan makanan untuk si Abang dan Ade yang mau berangkat sekolah, mempersiapkan tugas-tugas untuk pekerjaanya, belum lagi mengurusi tetek bengek rumah tangga. Kelelahan seolah menggeser kecantikan dan kesegarannya. Untunglah, saat aku pulang, ia bisa mengembalikan semua keceriaan itu dengan seulas senyum yang menyelinap dibalik penat dan kelelahan.

Istriku cantik sekali pagi ini. Maafkan aku tak bisa menemanimu. Namun, doa dan ridhaku selalu bersamamu.

Sayangku,kumohon dekat di sini
temani jasadku yang belum mati
Aku melayang

go to the top of the page