:: Mutiara Kata Pembuka Hati ::

What's.....

Children

(Kahlil Gibran)

Your children are not your children.
They are the sons and daughters of Life’s longing for itself
They come through you but not from you,
And though they are with you yet they belong not to you
You may give them your love but not your thoughts,
For they have their own thoughts
You may house their bodies but not their souls,
For their souls dwell in the house of tomorrow,
Which you cannot visit, not even in your dreams
You may strive to be like them, but seek not to make them like you
For life goes not backward nor tarries with yesterday
You are the bows from which your children as living arrows are sent forth
The archer sees the mark upon the path of the infinite,
And He bends you with His might that His arrows may go swift and far
Let your bending in the archer’s hand be for gladness;
For even as He loves the arrow that flies,
so He loves also The bow that is stable


Friday, October 07, 2005

Ramadhan Tahun Lalu ...

Bayu Gawtama

Ramadhan tahun lalu, teramat banyak menu tersaji di meja makan, baik saat sahur, terlebih saat berbuka. Tidak sedikit sisa makanan sahur yang terbuang ke tempat sampah di pagi hari. Begitu juga setumpuk makanan yang tak mampu lagi tertampung di perut usai berbuka. Padahal, di luar sana jutaan anak yatim menangis menahan lapar mereka. Antrian pengemis dan kaum fakir menadahkan tangan meski kadang hanya lelah yang didapat. Sama dengan kita, mereka pun berpuasa. Bedanya, tak ada makanan untuk sahur maupun berbuka. Karena puasa bagi mereka, tak hanya di bulan ramadhan. Sepanjang tahun mereka lakukan hal yang mungkin hanya sebulan kita menjalaninya.

Sepanjang Ramadhan tahun lalu, banyak ibadah yang kita kerjakan. Banyak sudah doa yang terajut, untaian pinta yang terukir, air mata yang tumpah di setiap sujud dan panjang rakaat sholat kita. Sama dengan kita, di luar sana, jutaan fakir miskin tak henti berdoa berharap derma dari yang peduli. Sepanjang tahun kita hanya khusyuk berdoa, namun tanpa tangan yang terhulur menjawab pinta kaum fakir.

Di hari-hari terakhir Ramadhan tahun lalu, langkah-langkah kaki kita memenuhi pusat perbelanjaan untuk menyambut hari raya penuh ceria. Butuh waktu berhari-hari untuk menyambangi beberapa pusat perbelanjaan, teramat banyak peluh yang menetes untuk menjinjing hasil buruan berjam-jam di pusat perbelanjaan. Di hari-hari yang sama pula, kaki-kaki kaum dhuafa memenuhi pusat perbelanjaan. Bukan untuk berbelanja, mereka hanya singgah di emperan pertokoan sambil mengiba berharap kasih sayang. Berkaca mata mereka menyaksikan tawa riang orang-orang keluar masuk toko. Pilu hati mereka menatap jinjingan yang dibawa setiap orang yang keluar toko. Sesekali sepasang matanya singgah di baju lusuh yang kotor dan beraroma tak sedap yang mereka kenakan.

Usai sholat Id tahun lalu, aneka makanan berbagai bentuk dan warna. Beragam minuman aneka rasa menghiasi meja tamu dan meja makan kita. Ketupat, rendang daging, dan berbagai sajian khas lebaran siap terhidang. Untuk orang rumah, juga untuk tamu. Tapi tak ada makanan yang sengaja disiapkan untuk dikirim ke panti anak yatim. Apalah lagi membuka pintu untuk kaum fakir dan menyediakan meja untuk mereka bersantap.

Saat seluruh keluarga berkumpul, merasakan hangatnya silaturahmi yang terjalin indah, ada segepok uang yang kita bagi-bagikan kepada anak-anak, keponakan, cucu, atau pun anak-anak kerabat yang datang. Padahal di depan pagar rumah kita, berpuluh pasang mata menatap iri bermimpi mendapat santunan. Kata “maaf” atau sekadar uang kecil menjadi alat pengusir tamu-tamu tak diundang itu.

Di hari raya tahun lalu, ada tangan lembut yang kita kecup. Begitu juga tahun ini, ibu dan ayah manis duduk menanti antrian anak-anaknya bersimpuh meminta keridhaan. Satu persatu dari yang tertua hingga si bungsu menyalami dan mencium ibu dan ayah mereka. Tak jauh dari tempat kita, anak-anak yatim piatu di rumah panti menatap kosong pintu tempat tinggal mereka. Tak ada yang datang bersilaturahim, membawakan makanan kecil atau ketupat. Dan yang pasti, tak ada tangan-tangan lembut yang mereka kecup untuk dimintai keridhaannya. Sebagian mereka, bahkan tak pernah tahu sosok mulia yang melahirkannya.

Ramadhan tahun ini, mestinya kita lebih peduli. Agar ada secercah senyum terukir di wajah mereka. Semoga.

go to the top of the page

0 Comments:

Post a Comment
<< Home