:: Mutiara Kata Pembuka Hati ::

What's.....

Children

(Kahlil Gibran)

Your children are not your children.
They are the sons and daughters of Life’s longing for itself
They come through you but not from you,
And though they are with you yet they belong not to you
You may give them your love but not your thoughts,
For they have their own thoughts
You may house their bodies but not their souls,
For their souls dwell in the house of tomorrow,
Which you cannot visit, not even in your dreams
You may strive to be like them, but seek not to make them like you
For life goes not backward nor tarries with yesterday
You are the bows from which your children as living arrows are sent forth
The archer sees the mark upon the path of the infinite,
And He bends you with His might that His arrows may go swift and far
Let your bending in the archer’s hand be for gladness;
For even as He loves the arrow that flies,
so He loves also The bow that is stable


Tuesday, September 06, 2005

Marah Reda karena Wudhu

Putra sulungku Ammar yang berusia 5,5 tahun ternyata membawa sifat yang sama persis dengan ayahku. Mudah tersinggung dan mudah marah. Bedanya putraku itu juga mudah tersenyum dan mudah pula menangis alias cengeng. Dengan sifat campur sarinya ini aku sering kesulitan menghadapinya. Terkadang bila diberitahu sesuatu, amarahnya tiba-tiba meledak. Karena ia merasa lebih benar. Untuk meredakan amarahnya sangatlah sulit, sebab biasanya diiringi dengan tangis yang berkepanjangan.

Amarahnya lebih mudah meledak bila menginginkan sesuatu tetapi aku tidak mengerti apa maksugnya. Atau kebetulan diminta melakukan sesuatu pada saat ia ingin melakukan hal yang lain. Seperti suatu malam selepas sholat Magrib, ia memintakuyang sedang melipat baju untuk membuatkan kamera-kameraan dari kertas. Waktu itu aku tidak mengerti apa maksudnya, karena ia mengatakan minta dibuatkan foto. Foto seperti apa? Kutunjukan beberapa foto keluarga yang menempel di dinding, mungkin seperti itu maksudnya.

"Kalau foto seperti itu, ibu tidak bisa membuatkannya. Harus difoto dulu." Ia menjawab, "Bukan seperti itu. Pokoknya foto!" rengeknya.

Beberapa kali aku memintanya menjelaskan apa maksudnya, tapi ia tetap ngotot minta dibuatkan foto. Kukatakan mungkin sebuah gambar dirinya di sebuah kertas. Juga bukan. Seperti dugaanku semula, akhirnya marahnya meledak karena aku tidak juga mengerti apa maksudnya. Sambil mengomel ia menangis dan menjerit-jeritkan kata foto. Pokoknya foto! Aku jadi pusing, melihatnya marah sambil menangis. "Sudah, berhenti nangisnya! Dengarkan azan!" bujukku untuk meredakan tangisnya.

Tiba-tiba saja tanpa kuduga, ia berhenti menangis kemudian bangkit dan masuk kamar mandi. Aku dengar ia membaca niat wudhu dan mengambil wudhu. Memang sejak beberapa hari ini, ia sedang rajin sholat. Ia sudah mulai mendapat pelajaran sholat di sekolahnya di TKIT. Jadi aku diamkan saja ia berwudhu, dan kuteruskan melipat baju. Setelah keluar dari kamar mandi. ia duduk di sebelahku. "Bu, buatkan itu loh...alat untuk foto," ucapnya dengan suara tenang.

Aku sendiri merasa heran, masa sih marahnya sudah reda? "Yang untuk foto, apa fotonya?" "Yang untuk foto. Kamera!" jawabnya.

Aku tersenyum, ternyata itu toh maksudnya. Mungkin tadi ia kesulitan menemukan kata kamera di otaknya. Setelah tersiram air wudhu, amarahnya mereda dan pikirannya jadi terbuka. Ternyata wudhu memang ampuh untuk meredakan amarah. Aku sendiri jarang melakukannya kalau sedang emosi. Sejak itu, bila anakku mulai bangkit amarahnya, segera kugiring untuk berwudhu. Kujelaskan padanya, bahwa marah itu dari setan dan setan itu diciptakan oleh Allah SWT dari api. Air wudhu bisa memadamkan api, sehingga bisa meredakan. Walaupun untuk kadang timbul marah kedua. Namanya juga anak-anak.

Artikel ini diambil dari Majalah Ummi No. 10/XVI Februari 2005/1425 H.

go to the top of the page

0 Comments:

Post a Comment
<< Home