:: Mutiara Kata Pembuka Hati ::

What's.....

Children

(Kahlil Gibran)

Your children are not your children.
They are the sons and daughters of Life’s longing for itself
They come through you but not from you,
And though they are with you yet they belong not to you
You may give them your love but not your thoughts,
For they have their own thoughts
You may house their bodies but not their souls,
For their souls dwell in the house of tomorrow,
Which you cannot visit, not even in your dreams
You may strive to be like them, but seek not to make them like you
For life goes not backward nor tarries with yesterday
You are the bows from which your children as living arrows are sent forth
The archer sees the mark upon the path of the infinite,
And He bends you with His might that His arrows may go swift and far
Let your bending in the archer’s hand be for gladness;
For even as He loves the arrow that flies,
so He loves also The bow that is stable


Thursday, August 04, 2005

Kita Diuji pada Titik Terlemah

Vita Sarasi


Saya mempunyai seorang teman yang istimewa. Keistimewaannya bukan pada penampilan fisik yang menawan atau karir yang menjulang, namun pada kemampuannya memahami hikmah dari berbagai peristiwa yang dialaminya. Sepintas, kisah hidupnya terlihat tak berbeda dengan manusia pada umumnya, namun Allah SWT memberikan karunia kecerdasan mata hati padanya untuk dapat mengambil pelajaran yang bisa mencerahkan dirinya maupun rekan-rekan yang ia ceritakan.

Kisah hidupnya kali ini juga demikian. Suatu pagi ia pergi ke sebuah toko untuk membeli roti dan susu bagi kedua anaknya. Letak tokonya agak jauh dari rumah, sehingga perlu waktu sekitar 15 menit berjalan kaki. Ia menyusuri sepanjang jalan setapak yang masih sepi sambil merenung. Terngiang kembali ingatannya pada taushiyah pak Ustadz di pengajian akhir pekan lalu:

"Manusia hidup di dunia ini tak terlepas dari ujian Allah SWT yang menciptakannya. Karakteristik ujian itu, kita diuji justru pada titik terlemah. Waktu atau kondisi kita lemah sebenarnya adalah saat-saat di mana kita membutuhkan atau mencintai sesuatu tetapi apa yang dibutuhkan atau dicintai itu sedang tidak dimiliki atau kurang dari yang dibutuhkan, sehingga kita tergerak untuk mengusahakannya. Pada saat itulah justru Allah menguji kita apakah kita percaya penuh dan berserah diri kepada-Nya atau melakukan sesuatu yang tidak diridhai-Nya."

"Contohnya pada kisah Nabi Ibrahim as. Beliau sangat menyayangi puteranya Ismail as. Tapi Allah SWT malah menyuruh beliau untuk menyembelihnya (QS Ash Shaaffaat 37: 100 – 111)."

"Kemudian dalam Perang Ahzab di mana pasukan muslim yang dipimpin Rasulullah SAW dikepung dari segala penjuru oleh tentara sekutu kaum kafir. Namun Allah SWT justru menguji para muslimin itu dengan udara yang sangat dingin dan kekurangan makanan (QS al-Ahzab 33: 9-25)."

Merasa tergugah dengan taushiyah itu, teman saya lalu mencoba untuk ber-muhasabah di mana kira-kira titik terlemah pada dirinya, sehingga Allah SWT akan mengujinya. "Entahlah. Tapi yang jelas saat ini saya sedang membutuhkan biaya yang cukup besar. Anak saya yang bungsu akan masuk SD bulan depan. Tentunya saya perlu membayar uang pangkal, uang pakaian seragam, uang buku..." Pikirannya lantas terhanyut pada berbagai rencana yang akan dilakukannya untuk memenuhi kebutuhan itu.

Tiba-tiba sorot matanya tertumbuk pada sesuatu yang tergeletak di jalan. Perhatiannya seketika mengerucut. Benda itu berupa selembar kertas, agak kusam. Mungkin habis terinjak sepatu orang yang lalu lalang di situ. Tanpa sadar dipungutnya kertas lusuh itu. Masya Allah, matanya membelalak tak percaya. Kertas itu adalah uang seratus ribu rupiah. Ia tercenung sejenak, dan dalam hitungan detik, uang itu sudah dibersihkannya dari debu dan berada dalam saku bajunya. Hatinya mekar, serasa mendapat durian runtuh. Setengah bersenandung, ia berbinar-binar meneruskan perjalanan ke toko dan tak ingat lagi pada apa yang direnungkannya semenit yang lalu.

Namun sewaktu akan membayar pembelian roti dan susu di kasir toko, tiba-tiba hatinya berbalik menjadi gelisah, "Uang temuan ini halal atau haram ya?" Apakah ini yang dimaksudkan dalam QS Ath-Thalaaq 65: 3, “Wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasibu”, bahwa Allah dapat mendatangkan rezki dari arah yang tidak disangka-sangka. Mungkin Allah berkenan memberikan sebagian rezki-Nya.

Tapi, mengapa hatinya tak kunjung merasa tenang. Pikirannya terus berkecamuk, “Bagaimana kalau pemilik uang itu kembali ke tempat itu dan mencari uangnya yang jatuh? Bagaimana kalau uang itu akan dibelanjakan untuk membeli roti dan susu bagi anak-anaknya? Atau jika uang itu merupakan hasil jerih payahnya selama sebulan penuh dan tidak ada penghasilan lainnya?”

Akhirnya ia menyerahkan uang miliknya sendiri ke kasir dan keluar dari toko dengan hati yang bergulat hebat. Keringatnya mengucur membasahi bajunya. Ia mencoba untuk mengingat-ingat ayat Al-Qur'an atau Hadits, mungkin ada yang bisa dijadikan petunjuk baginya untuk mengambil keputusan dengan tepat. Menurutnya, apapun keputusannya, yang paling penting adalah mendapat ridha Allah SWT.

Alhamdulillah, akhirnya ia mendapat petunjuk berupa sebuah Hadits Rasulullah dari An-Nawas bin Sam'an ra.: “Kebaikan itu adalah akhlak yang baik dan dosa adalah apa-apa yang meragukan jiwamu dan engkau tidak suka dilihat orang lain dalam melakukan hal itu."

Ya Allah, ternyata jiwanya yang ragu-ragu dan gelisah adalah cerminan dari perbuatan dosa yang telah ia lakukan. Jadi, jelas uang temuan itu hukumnya haram jika ia manfaatkan untuk kepentingan pribadinya, tanpa berusaha untuk mencari pemiliknya terlebih dahulu. Ingatannya kembali pada renungannya pagi tadi. “Kita diuji oleh Allah SWT justru pada titik terlemah. Astaghfirullah. Rupanya, titik terlemah saya saat ini adalah yang berkaitan dengan uang."

Keputusannya kini telah bulat. Prinsipnya, uang itu harus segera dikembalikan pada pemiliknya. Tapi bagaimana ia tahu siapa pemiliknya? Sepertinya hanya Allah Yang Maha Melihat saja yang tahu. Akhirnya, tanpa banyak pikir lagi, dia bergegas ke tempat ditemukannya uang itu. Diletakkannya kembali lembaran kertas berharga itu di trotoar sambil berdoa, "Ya Allah, jika Engkau ridhai, hamba mohon kembalikan uang ini pada pemiliknya. Atau mungkin Engkau punya kebijaksanaan untuk menguji hamba-Mu yang lain,"

Teman saya itu kemudian memandangi uang itu dari kejauhan. Hatinya kini sudah sangat tenang dan lega. Alhamdulillah. Hampir saja ia tergelincir pada perbuatan dosa. Nyaris ia gagal dalam menempuh ujian yang diberikan oleh Allah SWT.

Tapi satu pelajaran berharga telah berhasil dipetiknya hari ini: "Kita diuji oleh Allah SWT justru pada titik terlemah yang kita miliki,"

Wallahu a'lam bisshowwab.

go to the top of the page

0 Comments:

Post a Comment
<< Home