:: Mutiara Kata Pembuka Hati ::

What's.....

Children

(Kahlil Gibran)

Your children are not your children.
They are the sons and daughters of Life’s longing for itself
They come through you but not from you,
And though they are with you yet they belong not to you
You may give them your love but not your thoughts,
For they have their own thoughts
You may house their bodies but not their souls,
For their souls dwell in the house of tomorrow,
Which you cannot visit, not even in your dreams
You may strive to be like them, but seek not to make them like you
For life goes not backward nor tarries with yesterday
You are the bows from which your children as living arrows are sent forth
The archer sees the mark upon the path of the infinite,
And He bends you with His might that His arrows may go swift and far
Let your bending in the archer’s hand be for gladness;
For even as He loves the arrow that flies,
so He loves also The bow that is stable


Friday, August 26, 2005

Friendship...

Dyan

Ada kalanya Aku dan Kau merasa jauh....
Jauh sekali karna dipisahkan jarak dan waktu.....
bahkan ketika hati terusik tuk ketemu...
seolah mendekap rindu dalam bayang semu....
dan ....
Adakalanya Aku dan Kau merasa dekat....
Dekat sekali...bahkan lebih dekat dari apa yang kita rasakan...
Apa yang kita harapkan...dalam setiap bentang sepanjang kenangan
saat ini...., saat itu......, dan saat yang akan datang

Wahai sahabatku.....yang kusayangi
Memang Aku belum mengenalmu secara mendalam
Bahkan kornea mataku yang katanya tembus pandang
Tak bisa melihat dinding - dinding tebal...... yang tegak menghadang

Bahkan ketika Kau dan Aku jadi penasaran
Timbul gelora membara...di gelanggang "Sejuta Pertanyaan"
Apakah ini suatu kesungguhan...ataukah sekedar lelucon picisan ???
Atau sekedar permainan tipuan...yang penuh ketidak manfaatan ??
Karna sudah tak percaya dengan namanya persahabatan
apalagi hanya kenal lewat imel - imelan
Tapi sahabatku percayalah...,
Bahwa di tengah ketidak mungkinan masih ada celah berkas sinar harapan
Dibalik sejuta keniscayaan..., masih ada uluran tangan kesungguhan
Dibalik semua kemustahilan..., masih ada niat ketulusan
Atau mungkinkah ini sebagai budaya metropolitan

Aku sangat maklum akan hal ini
Karna memang seolah hal mustahil di abad terkini
Dimana egoisme dan saling ketidak percayaan tlah menjadi ciri
Bahkan menjelma menjadi simbol jatidiri

Tetapi sahabatku......
Meski Kau jauh ntah dimana.....
Meski Kau tak tampak seperti siapa....
Juga ketika Kau bertanya tentang Aku...
Disanalah sebenarnya Kau dan Aku menjadi satu
Satu dalam ikatan bathin yang tak kan pernah pudar
walau ombak samudera menggelegar...
bahkan langit kelam dihujani beribu halilintar
Aku tak kan goyah dan tak kan gentar
Karna ku yakin bahwa Kau adalah sahabat baikku....
Bahkan sahabat terbaikku....
bahkan mungkin lebih dari itu...,jika ada kosa kata lain yang utuh

Wahai sahabatku....,
coba kau rasakan ....ketika kau bangun membuka mata
di sudut pelupukmu ku hadir tuk menjelma
ketika kau...sedang pergi...
di sini lah ku slalu menanti
Bahkan ketika kau sedang belajar atau bekerja
Disinilah ku slalu mendukung dengan do'a
Bahkan ketika kau larut dengan kerjaan
Disinilah aku selalu menebar benih harapan
Agar kau bertemu dengan bingkai keberhasilan
Semua karena....." aku Sayang Padamu "

Disinilah ....dilubuk hati ini...
Ada asa yang menghujam begitu dalam
Di langit jingga itulah kutebar sayang sepanjang kenangan
bahkan di seluruh waktu
untukmu.....untukku....dan untuk semuanya....
Mari kita tebar kasih di seluruh jagat raya..
Agar anak cucu kita bisa menuai kasih sepanjang masa
Inilah yang bisa kulakukan untukmu....sahabat baikku.

go to the top of the page

Ranting - Ranting Patah

"Diana"

Bahkan masa itu terlupakan
Dikala daun-daun masih rindang
Tempat berteduh dikala penat..
Bersandar pada batang besar
dan aku mengipasinya dengan daun-daunku..
Kau bercerita angan dalam mimpimu
tentang segala cinta dan kasih
Kau dibelai rinduku...
Asa dalam rindu menjadi satu kedalam belaian sukma-sukma bertarung..
Apa yang tejadi kala masa sudah tidak lagi perduli?
Seribu cinta selaksa kasih terangkum dalam rangkaian cerita panjang
yang mencekam..
Biarkan cerita itu dibawa oleh hempasan ranting-ranting patah yang
jatuh ketanah
walaupun rindu menjadi dendam
cinta jadi makian..
Cerita ranting patah adalah misteri alam yang pasti..

-----------------------------------------------------
Puisi ini dibuat untuk para sahabatku yang sedang kehilangan arti
dari kata sahabat...aku masih disini...

go to the top of the page

One...

One step that makes a difference....
One song can spark a moment......
One flower can wake the dream....
One tree can start a forest.....
One bird can herald spring....

One smile begins a friendship....
One handclasp lifts a soul.......
One star can guide a ship at sea...
One word can frame the goal....
One vote can change a nation....

One sunbeam lights a room....
One candle wipes out darkness....
One laugh will conguergloom......
One step must start each journey....
One word must start each prayer.....

One hope will raise our spirits.....
One touch can show you care.......
One voice can speak with wisdom....
One heart can know what's true.....
One life can make the difference...

You see,it's up to you.......
To begin a change for success.....

go to the top of the page

Tuesday, August 23, 2005

Jika.....

Jika.....
Jika kamu memancing ikan....
Setelah ikan itu terlekat di mata kail, hendaklah kamu mengambil ikan itu....
Janganlah sesekali kamu lepaskan ia ke dalam air begitu saja....
Karena ia akan sakit oleh karena bisanya ketajaman mata kailmu dan mungkin ia akan menderita selagi ia masih hidup.


Begitulah juga setelah kamu memberi banyak pengharapan kepada seseorang...
Setelah ia mulai menyayangimu hendaklah kamu menjaga hatinya....
Janganlah sesekali kamu meninggalkannya begitu saja....
Karena dia akan terluka oleh kenangan bersamamu dan mungkin tidak dapat melupakan segalanya selagi dia mengingatmu....

Apabila sekali ia retak.... tentu sukar untuk kamu menambalnya semula....
Akhirnya ia dibuang....
Sedangkan jika kamu coba membaikinya mungkin ia masih dapat dipergunakan lagi....

Begitu juga jika kamu memiliki seseorang, terimalah seadanya
Janganlah kamu terlalu mengaguminya dan janganlah kamu menganggapnya begitu istimewa....
Anggaplah dia manusia biasa.
Apabila sekali dia melakukan kekhilafan bukan mudah bagi kamu untuk menerimanya.... akhirnya kamu kecewa dan meninggalkannya.
Sedangkan jika kamu memaafkannya boleh jadi hubungan kamu akan terus hingga ke akhirnya....

Jika kamu telah memiliki sepinggan nasi... yang kamu pasti baik untuk dirimu.
Mengenyangkan. Berkhasiat.
Mengapa kamu berlengah, coba mencari makanan yang lain..
Terlalu ingin mengejar kelezatan.
Kelak, nasi itu akan basi dan kamu tidak boleh memakannya.
Kamu akan menyesal.

Begitu juga jika kamu telah bertemu dengan seorang insan..... yang kamu pasti membawa kebaikan kepada dirimu.
Menyayangimu. Mengasihimu.
Mengapa kamu berlengah, coba membandingkannya dengan yang lain.
Terlalu mengejar kesempurnaan.
Kelak, kamu akan kehilangannya apabila dia menjadi milik orang lain
Kamu juga yang akan menyesal

go to the top of the page

Ketika Harus Memilih..

Semalam aku menerima sebuah telepon. Bukan telepon biasa karena sang suara berasal dari masa remajaku yang telah berlalu, dari seorang sahabat yang menghilang untuk masa yang tak terhitung batasnya.

Ada sesuatu dalam suaranya yang mengingatkan aku pada sesuatu. Tentang keraguan lelaki akan ketulusan perempuan. Tentang sebuah tanya yang selalu muncul di saat gundah dan marah melanda:

Benarkah ia mencintaiku?
Tidakkah ia hanyalah seorang egois yang sekadar ingin memproteksi kepentingannya?
Tidakkah ia dipenuhi cemburu yang bersumber dari prasangka-prasangkanya semata, sehingga hatiku dibuat jengah dan kesal padanya?

Ah sahabatku,

Seandainya kamu sadar seberapa beruntungnya kamu. Aku memang tidak sepenuhnya menyetujui cara-caramu, tetapi ada hal-hal tentang perempuan yang kamu perlu tahu, Bahwa:

- Perempuan sering bersikap seolah-olah tak peduli, padahal dalam hatinya ia berharap kamu berkenan menyuarakan perasaanmu tanpa diminta. Pandanganmu, perkataanmu sangat berarti, jauh melebihi apa yang kamu bayangkan.

- Perempuan bisa cemburu berlebih bukan karena penuh prasangka, tetapi lebih karena ia begitu mencintaimu, takut kehilangan dirimu. Barangkali ia telah menjadi sedemikian kalut karena sifatmu yang cuek dan suka menggoda setiap perempuan manis yang tampak di pelupuk matamu, sehingga habislah akal sehatnya dan berbuatlah ia apa yang tidak kamu inginkan. Andai hatimu masih terbuka untuknya, kenapa tak kamu beri ia kesempatan kedua untuk membuktikan cintanya padamu? Jika kamu memang mencintainya juga, apa salahnya mencoba sekali lagi?

- "Perempuan tak bisa minta maaf ketika salah karena egoisme yang bergelayut dalam relung jiwanya".
Yakinkah kamu akan pendapatmu itu? Sama halnya dengan lelaki, perempuan beragam karakternya. Ada yang lembut dan mudah mengaku salah, sementara yang lain lebih memilih bungkam, diam seribu bahasa. Cobalah mengerti bahwa cara perempuan meminta maaf berlainan dan tak selamanya sesuai dengan kehendakmu.
Jika ia tak bisa menyatakannya secara lisan, perhatikanlah sikapnya. Bukankah ia telah menghubungimu dan menyatakan penyesalannya akan kegagalan hubunganmu? Tidakkah menurutmu itu satu bentuk permintaan maaf ?

- Seorang perempuan yang berjalan sendiri dalam tekad dan asanya bukanlah seseorang yang tak memiliki minat akan kehidupan. Dan bukanlah itu berarti bahwa ia tak menginginkan pasangan. Tetapi, saat saja yang belum tepat mempertemukan.
Yakinkah ia akan pilihannya? Barangkali tidak juga. Tetapi, bukankah Allah telah menjanjikan bahwa masing-masing orang diciptakan berpasangan sesuai kepribadiannya? Maka, yang dilakukannya adalah bersabar. Menanti dalam diamnya. Dan jika waktu membuktikan, bahwa yang dinanti tak kunjung tiba, maka ia tetap bersabar karena ia yakin orang yang bersabar dalam cobaan akan diluruhkan dosa-dosanya.

Sahabat,

Bukan maksudku mendiktemu, apalagi mencacimu.
Dalam diri setiap manusia ada kebaikan dan keburukan; aku tentu bukan perkecualian. Aku menyukaimu sebagaimana adanya, sama halnya aku menyukai semua teman lainnya.
Jika perkataanku ada yang menyakitimu, maka maafkan aku. Aku hanya perempuan dengan sekelumit kata yang keluar begitu saja dari bibirnya. Jika aku terlalu banyak berkata: mungkin...aku pikir..., itu lebih karena aku percaya tak ada yang pasti, kecuali eksistensi Tuhan, kematian, dan hari kemudian.

Naifkah aku akan pemikiranku? Mungkin ya, mungkin juga tidak.
Putuskan sendiri bagaimana menurutmu karena relatifitas jawaban sungguh-sungguh ada. Dan aku meyakini bahwa ada hak dan kebebasan bagi siapapun untuk berekspresi dan merasa apapun yang ia rasa. Jika aku memaksamu meyakini sesuatu yang tak sejalan dengan apa yang kamu percayai, bisa jadi di permukaan kamu bersepakat denganku, tetapi jauh dalam lubuk hati, kamu menegasikannya.

Kuharap kamu tak berpikir aku aneh karena mengatakan semua ini, karena inginku hanyalah kamu lebih memahami perempuan, tidak sekadar melihat apa yang kasat mata, tidak juga apa yang serta-merta disimpulkan batinmu.
Ada yang pernah bilang, perempuan dari Venus, sementara lelaki dari Mars.
Secara harfiah tidak, tetapi dari cara bereaksi aku rasa benar. Saat perempuan berusaha setengah mati menerangkan suatu masalah agar jelas duduk persoalannya, lelaki kelihatannya cenderung berpikir bahwa perempuan terlalu cerewet, mengada-ada, dan menjengkelkan. Padahal, maksudnya tidak lain untuk menenangkan dan atau membuat lelaki paham. Sama halnya ketika lelaki diam atau pergi untuk beberapa saat tanpa meninggalkan pesan. Perempuan bisa menganggapnya tak peduli dan menangis tersedu-sedu. Padahal, maksud lelaki adalah untuk menata hati dan pikirannya dulu sebelum mengambil sikap.

Perbedaan perempuan dan lelaki yang begitu tajam di satu sisi membawa banyak salah paham, tetapi di sisi lain menghantarkan keindahan. Karena dari perbedaan, perempuan dan lelaki saling melengkapi. Andai perempuan dan lelaki sama, maka layaknya sebuah pelangi yang semula penuh warna, lengkungan garisnya akan datar, hambar, tanpa kejutan berarti.

Sudah kelewatankah ucapanku? Apakah aku melanggar privasimu? Maafkan aku.
Takkan kuperpanjang lebih jauh lagi karena aku khawatir kamu kehilangan inti di balik maksudku. Maafkan aku karena bersikap seperti perempuan pada umumnya yang bawel akan persoalan yang mungkin menurutmu biasa saja. Yang perlu kamu tahu, bawelku bukanlah karena aku ingin membenarkan seluruh persepsiku, menjadi pemenang dalam sebuah diskusi kecil yang kita awali malam itu, tetapi lebih karena aku menyayangimu dan menginginkan yang terbaik untukmu.

Saran terakhirku, jika boleh kuutarakan:

- Ketika terjadi salah paham, jangan ragu-ragu bicarakan dengan perempuan karena sungguh ia akan sangat menghargai keterbukaan dan keterusteranganmu.
Menyelesaikan persoalan berdua lebih baik daripada dipendam sendirian.

- Jika kamu mencintai seseorang, maka jangan lepaskan ia. Karena tidakkah kamu berpikir bahwa di sana egomu yang telah berbicara? Tidakkah kamu pikir kamu bisa bersama-sama mencari solusinya? Lepaskan egomu dan lihat apa yang bisa kamu lakukan.

- Dan jika kamu merasa tak mungkin kembali lagi, maka maafkanlah ia dan biarkan ia menjadi satu bagian dari kenangan indah yang akan senantiasa menyertaimu. Tak perlu kamu ulas kesalahannya karena meski kamu ungkit seribu kali, takkan berbeda hasil akhirnya.

- Dan jika kamu telah bertemu yang baru, maka jagalah perasaannya. Buktikan bahwa kamu sungguh-sungguh menghargainya, ingin berbagi cintamu, kesetiaanmu, harimu dengannya. Ketika kamu menerima seorang perempuan apa adanya dan menunjukkan betapa kuat komitmenmu padanya, aku yakin segala kecemburuan yang menurutmu tak beralasan akan hilang dengan sendirinya, karena cemburu sebetulnya merupakan wujud kekhawatiran yang secara alami melekat dalam diri perempuan,seperti juga laki-laki, ketika cinta melingkupi kalbunya.

Mudah-mudahan apa yang kubagi denganmu bisa memantapkan langkahmu, memudahkanmu dalam mengambil keputusan, dan cepat menghantarkanmu pada satu tujuan, bersanding dengan dia yang sungguh-sungguh kamu inginkan berada di sisimu sepanjang hayatmu, hidup bahagia bersamanya sampai ajal menjemput di haritua.

Aku kan ikut mendoakan, pasti..

go to the top of the page

Berikan dan Lupakan!

Arvan Pradiansyah

Suatu malam hujan turun dengan lebat diiringi angin kencang dan petir yang menyambar-nyambar. Malam itu telepon berdering di rumah seorang dokter. "Istri saya sakit," terdengar suara minta pertolongan. "Dia sangat membutuhkan dokter segera.

" Si dokter menjawab, "Dapatkah bapak menjemput saya sekarang? Mobil saya sedang masuk bengkel." Mendengar jawaban itu, lelaki tersebut menjadi berang. "Apa?!" katanya dengan marah. "Saya harus pergi menjemput dokter pada malam yang berhujan lebat seperti ini?"

Coba Anda renungkan cerita inspiratif diatas. Seperti yang sudah saya paparkan dalam rubrik ini bulan lalu, kita senantiasa meminta sesuatu kepada orang lain. Sayangnya, kita seringkali lupa untuk memberi. Kita tak sadar bahwa apapun yang kita berikan sebenarnya adalah untuk diri kita sendiri, bukan untuk siapa-siapa.

Di dunia ini tak ada yang gratis. Segala sesuatu ada harganya. Seperti halnya membeli barang, Anda harus memberi terlebih dahulu sebelum meminta barang tersebut. Kalau Anda seorang penjual, Anda pun harus memberikan pelayanan dan menciptakan produk sebelum meminta imbalan jasa Anda. Inilah konsep "memberi sebelum meminta" yang sayangnya sering kita lupakan dalam kehidupan sehari-hari.

Padahal "memberi sebelum meminta" adalah sebuah hukum alam. Kalau Anda ingin anak Anda mendengarkan apa yang Anda katakan, Andalah yang harus memulai dengan mendengarkan keluh kesah mereka. Kalau Anda ingin karyawan atau bawahan Anda bekerja dengan giat, Andalah yang harus memulai dengan memberikan perhatian, dan lingkungan kerja yang kondusif. Kalau Anda ingin disenangi dalam pergaulan, Anda harus memulainya dengan memberikan bantuan dan keperdulian kepada orang lain.

Orang yang tak mau memberi adalah mereka yang senantiasa dihantui perasaan takut miskin. Inilah orang-orang yang "miskin" dalam arti yang sesungguhnya. Padahal, di dunia ini berlaku hukum kekekalan energi. Kalau Anda memberikan energi positif kepada dunia, energi itu tak akan hilang. Ia pasti kembali kepada Anda.

Persoalannya, banyak orang mengharapkan imbalan perbuatan baiknya langsung dari orang yang ditolongnya. Ini suatu kesalahan. Dengan melakukan hal itu, Anda justru membuat bantuan tersebut menjadi tak bernilai. Anda mempraktikkan manajemen "Ada Udang Di Balik Batu." Anda tak ikhlas dan tak tulus. Ini pasti segera dapat dirasakan oleh orang yang menerima pemberian Anda. Jadi, alih-alih menciptakan kepercayaan pemberian Anda malah akan menghasilkan kecurigaan.

Agar dapat efektif, Anda harus berperilaku seperti sang surya yang memberi tanpa mengharapkan imbalannya. Untuk itu tak cukup memberikan harta saja, Anda juga harus memberikan diri Anda, dari hati Anda yang paling dalam. Jangan pernah memikirkan imbalannya. Anda hanya perlu percaya bahwa apapun yang Anda berikan suatu ketika pasti kembali kepada Anda. Ini merupakan suatu keniscayaan, suatu hukum alam yang sejati.

Sebetulnya semua orang di dunia ini senantiasa memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Namun, kita dapat membedakannya menjadi dua tipe orang. Orang pertama kita sebut sebagai orang yang egois. Merekalah orang yang selalu meminta tetapi tak pernah memberikan apapun untuk orang lain. Orang ini pasti dibenci dimana pun ia berada.

Jenis orang kedua adalah orang yang juga mementingkan diri sendiri, tetapi dengan cara mementingkan orang lain. Mereka membuat orang lain bahagia agar mereka sendiri menjadi bahagia. Ini sebenarnya juga konsep mementingkan diri sendiri tetapi sudah diperhalus. Kalau Anda selalu memberikan perhatian dan bantuan kepada orang lain, banyak orang yang akan menghormati dan membantu Anda. Kalau demikian, Anda sebenarnya sedang berbuat baik pada diri Anda sendiri.

Bagaimana kalau Anda membaktikan diri Anda untuk menolong anak-anak terlantar dan orang-orang miskin? Ini pun sebenarnya adalah tindakan "mementingkan diri sendiri dengan cara mementingkan orang lain." Anda mungkin tak setuju dan mengatakan, "Bukankah saya tidak mendapatkan apa-apa. Saya kan bekerja dengan sukarela.

" Memang benar, Anda tidak mendapatkan apa-apa secara materi, tetapi apakah Anda sama sekali tidak mendapatkan apa-apa? Jangan salah, Anda tetap akan mendapatkan sesuatu yaitu kepuasan batin. Kepuasan batin inilah yang Anda cari. Anda membantu orang lain supaya mendapatkan hal ini.

Jadi, apapun yang kita lakukan di dunia ini semuanya adalah untuk kepentingan kita sendiri. Orang-orang yang egois sama sekali tak memahami hal ini. Mereka tak sadar bahwa mereka sedang merusak diri mereka sendiri.

Sementara orang-orang yang baik budinya sadar bahwa kesuksesan dan kebahagiaan baru dapat dicapai kalau kita membuat orang lain senang, menang, dan bahagia. Hanya dengan cara itulah kita akan dapat menikmati kemenangan kita dalam jangka panjang. Inilah hukum Menang-Menang (win-win) yang berlaku dimana saja, kapan saja dan untuk siapa saja.

go to the top of the page

Monday, August 22, 2005


Ka'ba at Masjidil Haram Posted by Picasa

go to the top of the page

Tuesday, August 16, 2005

Mencari Istri Sempurna

Firman Venayaksa


Hamba mencari istri sempurna. Lelah hati dan jiwa. Hamba mencari kemana-mana, alhasil hamba tak sanggup temukan belahan jiwa itu. Setiap hari hamba berdoa, namun belum juga terkabul. Mungkin inilah perjuangan. Lama-lama hamba mulai menikmati kehidupan ini. Walaupun jemu pernah hinggap dalam kamus kehidupan hamba, meraung-raung dalam sunyi.


Sungguh, di dunia yang maya ini, hamba mencoba menghindar dari gundukan dosa, namun laron-laron dosa itu sesekali berduyun mendekati hamba. Sekuat ruh hamba berlari-berlari menuju cahaya, dan konon, salah satu kendaraan untuk mendekatkan diri dengan cahaya itu adalah mendapatkan seorang istri. Ya, hamba mencari istri sempurna, agar hamba bisa menyempurnakan niat hamba, bercengkrama dengan cahaya sejati.


Hamba bergelut dengan hari-hari, mencari secercah cahaya untuk bisa hamba huni dari kegelapan yang semakin gandrung menyelimuti hati hamba lagi. Hamba akui di setiap arah jam yang bergulir ada terpendam berjuta rahasia yang tak bisa hamba singkap keberadaannya, tak mampu hamba kuliti satu persatu apa gerangan yang diinginkan Allah. Tadinya hamba berpikir bahwa hamba telah mampu meredam satu niatan hamba itu, mengubur riak-riak kehidupan yang hamba bangun dengan pondasi rapuh. Rupanya detak suara jarum jam semakin besar menghentak-hentak dan memekakan telinga hamba, lalu hamba kembali terpuruk, pikiran hamba terhuyung-huyung melangkahkan kaki tak tentu arah.


Suatu hari, hamba bertemu dengan mawar. Di taman itu ia hidup sendiri. Warnanya yang merah merekah membuat mata terkagum-kagum. Ingin rasanya hamba mempersuntingnya, memetik segala hasrat yang mulai basah kuyup dengan segala keinginan.


Sang mawar tak sadar bahwa ada yang mengamatinya. Ya Tuhan harum sekali. Ya, ketika pagi merambat, hamba merasakan keharuman yang luar biasa. Merambat ke seluruh ubun-ubun, keharuman yang menakjubkan. Hamba memberanikan diri untuk menyapanya.


"Selamat pagi, Mawar." Mawar tersenyum, senyum yang menyejukkan.


"Selamat pagi. Ada apakah gerangan, sehingga pagi-pagi begini anda bertamu ke taman yang sepi ini?"


"Hamba berniat mencari istri yang sempurna. Setiap hari tanpa sepengetahuan anda, hamba mengamati anda, lalu tumbuhlah sejumput rasa tertentu yang tak bisa terdefinisi. Anda telah menyampaikan keharuman itu lewat wewangian yang disampaikan angin. Hamba pikir andalah yang hamba cari, belahan jiwa yang sekian lama memikat hamba untuk hidup dalam kembara."


"Betulkah aku yang anda cari? Tak malukah anda menikah dengan bunga sederhana sepertiku? Apa yang membuat anda terkagum? Tak banyak yang bisa aku berikan untuk anda."


"Mawar, sudah lama hamba mencari istri yang sempurna. Mungkin inilah harapan terakhir. Melihat warnamu yang memerah, hamba terkesima. Jika anda mengizinkan, hamba ingin melamar anda. Mari kita arungi bahtera hidup ini."


"Kalau betul itu yang anda inginkan, baiklah. Tunggu barang satu minggu, setelah itu jenguklah aku kembali."


"Terimakasih mawar. Ternyata hamba tak salah pilih. Seminggu lagi hamba akan kesini."


Hamba lantas meninggalkannya sendiri di taman itu. Hamba pergi diiringi senyum yang dramatis. Hati hamba seketika terbang ke langit. Sebentar lagi penantian hamba berakhir, hamba akan mendapatkan istri yang sempurna.


Seminggu berlalu, hamba mendatangi taman itu. Langkah kaki bersijingkat dengan sempurna, cepat dan gemulai. Ketika hamba tiba di tempat itu, tiba-tiba hati hamba melepuh, berterbanganlah harapan yang sempat mewarnai relung hati yang basah dengan tinta penantian. Mawar yang akan hamba persunting, yang akan hamba petik ternyata tak lagi berada di tangkainya. Ia telah luruh ke tanah merah, beserakan tak karuan, tak jelas lagi juntrungannya. Hamba tak habis mengerti, mengapa semua ini harus terjadi? Warna yang tadinya memerah, kini berubah kecoklat-coklatan, menjadi keriput, tak sesegar seperti minggu kemarin. Hamba menghampirinya, duduk termenung seperti seorang bocah yang merengek meminta mainan yang telah rusak. Dengan terbata-bata hamba berusaha menyusun kata-kata, menuai kalimat-kalimat. Namun mulut hamba teramat kelu, tak bisa lagi dengan sporadis menelurkan deretan huruf.


"Selamat pagi. Masihkah ada keinginan untuk menikah dengan ketidaksempurnaanku? Inilah aku, sang mawar yang sempat membuatmu terkagum. Mengapa wajah anda tercengang dan seolah tak memahami hakikat hidup?"


"Mengapa anda menjadi seperti ini? Apakah gerangan yang salah?"


"Tak ada yang patut disalahkan. Ini adalah siklus kehidupan. Hamba hanya bisa bertabah menghadapi takdir yang membelenggu. Ini jalan yang harus hamba jalani."


"Tapi hamba mencari istri yang sempurna, Mawar."


"Jika demikian, aku bukanlah belahan jiwamu."


Hamba beranjak dari tempat itu. Kekecewaan menghantui setiap langkah yang hamba bangun. Air mata menderas. Mawar yang sempat mencengkram jiwa, kini hanya onggokan ketakutan yang tak pernah hamba mimpikan sebelumnya.

***

Kini hamba berjalan lagi menyusuri waktu, mencari istri yang sempurna. Di tengah perjalanan, hamba melihat merpati yang terbang, menari di udara. Sayap-sayapnya ia sombongkan ke seluruh penjuru alam. Sungguh cantik ia, membuat cemburu para petualang. Lagi-lagi terbersit sebuah keinginan. Keinginan klasik: Inilah istri yang sempurna, semoga hamba bisa mendapatkannya. Merpati itu hinggap di ranting pohonan. Hamba memberanikan diri untuk memulai percakapan.


"Wahai merpati, tadi hamba melihatmu bercengkrama dengan angin. Bulu putihmu yang kudus, menjadikan harapan dalam batin kembali tumbuh."


"Apa yang hendak anda inginkan?"


"Hamba mencari istri yang sempurna. Andalah yang hamba cari."


"Betulkah aku yang anda cari?"


"Ya tentu. Hamba ingin anda terbang bersama hamba, membangun sebuah keindahan, mengarungi bahtera kehidupan."


"Jika demikian, silahkan tangkap aku. Apabila anda berhasil menangkap diriku, aku berani menjadi belahan jiwa anda. Aku akan belajar menjadi apa yang anda inginkan."


"Tapi bagaimana mungkin hamba bisa menangkap anda? Anda mempunyai dua sayap yang indah dan memesona, sedangkan hamba hanya manusia yang bisa menerbangkan imajinasi saja, selebihnya hamba adalah pemimpi yang takut dengan kehidupan."


"Segala sesuatu mungkin saja terjadi, asalkan ada maksud yang jelas dan lurus. Lebih baik anda pikirkan kembali niatan anda itu. Betulkah aku pasangan yang anda cari? Maaf, hamba aku bercengkrama dulu dengan angin, sampai jumpa."


Hamba tak bisa berkata banyak, merpati telah terbang bersama angin. Angin, oh...rupanya kekasih sejati merpati adalah angin. Hamba tak mau merusak takdir mereka. Bagaimana kata dunia kalau hamba dengan paksa menikahi sang merpati? Dunia akan mencemooh hamba sebagai manusia paling bodoh yang pernah dilahirkan. Tapi kemanakah lagi hamba harus mencari pasangan jiwa?

***

Itulah kabar hamba dulu. Meniti berbagai penderitaan untuk menyempurnakan segala beban yang melingkar di dasar palung jiwa hamba. Itulah gelagat hamba dulu, seperti seorang pecinta yang berkelana tak jelas arah dan tujuan, menghujani kulit lepuh para bidadari, menjadikan mereka gundah, berenang di atas lautan hampa. Begitu juga hamba. Ya, kabar hamba dulu!
Memekik cinta yang bergemuruh, membadai, bercengkrama, meraja, bersengketa, meracau seperti burung kondor yang rindu bangkai-bangkai kematian. Dulu hamba tersesat dalam labirin sunyi tanpa nama. Hamba nyaris seperti mayat yang bergentayangan di siang hari, diperbudak angan-angan, bertubi-tubi mulut hamba memukul angin.


Sampai suatu malam, ketika keheningan mengambang di udara, berderinglah sebuah telepon selular yang teronggok di atas sajadah harapan. Kala itu hamba tidur lelap, mencipta mimpi yang samar. Hamba dibangunkan oleh gemuruh suara ring tone. Anehnya, suara selular itu tidak lagi menggelayutkan melodi seperti biasanya. Suaranya aneh tapi nikmat dan menyejukkan. Kalau tidak salah seperti ini:
Allahuakbar....Allahuakbar...Allahuakbar... Kontan saja hamba terhenyak dan sempat kaget. Hamba mencoba memicingkan mata yang berat seperti terbebani satu ton serbuk besi. Di dinding kamar hamba melihat detak jam yang mengarah pada nomor tiga. Masih sepertiga malam. Siapa gerangan yang berani mengusik persemayaman indah ini? Lalu hamba mulai merunut kata-kata.


"Halo, siapa anda? Mengapa membangunkan hamba? Biarkan hamba beristirah barang sejenak." Hening, tak ada jawaban. Hamba pikir, ini pasti gelagat orang jahil yang mencoba berimprovisasi. Tapi ketika hamba mau menutup telepon selular, hamba mendengar suara yang menggelegar. Bukan, suara ini bukan dari telepon selular, tapi dari segala penjuru mata angin. Keringat
mulai menghujan, ketakutan bersalaman di batin, air mata tak bisa hamba bendung, dan rasa rindu mencengkram hamba dari belakang, rindu yang tak terdefinisi. Mungkinkah doa-doa hamba yang terdahulu akan terkabul? Siapakah gerangan yang bicara? Setelah bermilyar doa berjejalan di udara, hamba harap sejumput cahaya itu yang bicara Ya, semoga bukan kepalsuan yang bicara. Suara itu makin keras terdengar. Suara itu berkata seperti ini.


"Betulkah kau mencari istri yang sempurna?" Dengan terbata-bata hamba bilang,


"Ya...ya..hamba mencari istri yang sempurna. Mampukah anda mengabulkan keinginan hamba yang belum terwujud ini?" Suara itu kembali berujar.


"Berbaringlah, lalu tutuplah matamu. Bukalah ketika suaraku tak terdengar lagi." Hamba ikuti keinginannya.
Hamba tutup mata hamba, dan berbaringlah. Riangnya hati hamba, sebentar lagi hamba akan berjumpa dengan istri sempurna. Jodoh hamba akan hadir. Ah, suara itu hening. Hamba mulai memicingkan mata. Hamba lihat di sekeliling. Mengapa yang terlihat hanya gumpalan-gumpalan tanah yang kecoklatan? Mengapa begitu sejuk? Kemudian hamba melihat pakaian hamba. Putih! Semua serba putih. Bukankah ini kain kafan? Alam barzah, pikir hamba. Lalu hamba melihat sesosok tubuh datang menghampiri, begitu bercahaya, cantik rupawan.


"Siapa anda?"


"Hamba adalah amalan anda. Hamba tercipta dari anda, istri sempurna yang anda ciptakan sendiri. Menikahlah dengan hamba, sambil menunggu semua manusia kembali ke alam sunyi ini."


Begitulah kabar hamba kali ini. Ada lagi yang mau mencari istri sempurna?

go to the top of the page

Monday, August 15, 2005

Tahukah Kita?

Tahukah Kita?

Kita lahir dengan dua mata didepan wajah kita, karena
kita tidak boleh selalu melihat ke belakang. Tapi
pandanglah semua itu ke depan, pandanglah masa depan
kita.


Kita dilahirkan dengan 2 buah telinga di kanan dan di
kiri, supaya kita bisa mendengarkan semuanya dari dua
buah sisi. Untuk bisa mengumpulkan pujian dan kritik
dan menyeleksi mana yang benardan mana yang salah.


Kita lahir dengan otak didalam tengkorak kepala kita.
Sehingga tidak peduli semiskin apapun kita, kita tetap
kaya. Karena tidak akan ada satu orang pun yang bisa
mencuri otak kita, pikirankita dan ide kita.Dan apa
yang anda pikiran dalam otak anda jauh lebih berharga
dari padaemas dan perhiasan.


Kita lahir dengan 2 mata dan 2 telinga, tapi kita
hanya diberi 1 buah mulut. Karena mulut adalah senjata
yang sangat tajam, mulut bisa menyakiti, bisa
membunuh, bisa menggoda, dan banyak hal lainnya yang
tidak menyenangkan.Sehingga ingatlah bicara sesedikit
mungkin tapi lihat dan dengarlahsebanyak-banyaknya.


Kita lahir hanya dengan 1 hati jauh didalam tulang iga
kita.Mengingatkan kita pada penghargaan dan pemberian cinta
diharapkan berasal dari hati kita yang paling dalam. Belajar
untuk mencintai dan menikmati betapa kita dicintai tapi jangan
pernah mengharapkan orang lain untuk mencintai kita seperti kita
mencintai dia.

Berilah cinta tanpa meminta balasan dan kita akan
menemukan cinta yang jauh lebih indah.

go to the top of the page

Monday, August 08, 2005

Dari Seorang Sahabat

AA Abdurrahman

Lahirnya manusia disambut dengan azan
Matinya manusia diiringi dengan solat
Antara azan dan solat alangkah singkatnya hidup ini
Renungkanlah wahai teman temanku yang tercinta

Jadikanlah harta sebagai kemudahan beragama
Ilmu sebagai panduan beragama
Pengalaman sebagai hikmah beragama
Fikiran sebagai keindahan beragama

Ingatkan kebaikan orang lain pada kita
Lupakan keburukan mereka lakukan kepada kita
Ingatkan apa keburukan yang kita lakukan kepada mereka
Lupakan kebaikan diri kita kepada orang lain

Adakalanya kesalahan membuatkan
Sesaorang itu memperbaiki diri
Tidak pernah bersalah itu
Boleh mendatangkan sombong diri
Oleh itu tidakkah beruntung mencuba biarpun terpaksa
Berbuat salah daripada pasrah yang tidak menentu

Adakalanya dalam hidup ini kita terpaksa berkorban
Untuk membahagiakan orang lain
Bulan tak akan menyinarkan cahayanya dimalam hari
Jika ianya tidak membakar dirinya di siang hari

Ambillah hikmah dimana ia berada
Adakalanya hikmah bersemayam
Dihati sesaorang munafik
Namun ia akan gelisah dan tak akan berdiam diri
Sehingga berhasil keluar dan bergabung
Dengan kawan kawannya di dalam dada si mukmin

Kebahagian tertunda yang dibayar dengan pengorbanan
Selalunya terasa manis
Tidak ada satupun didunia ini hasil karya sendiri
Anda mencapai tujuan anda selalunya
Berkat bantuan orang lain

Perkataan itu seperti ubat
Jika engkau gunakan sedikit daripadanya
Akan memberi faedah
Tetapi jika digunakan terlalu banyak akan membahayakan

go to the top of the page

Friday, August 05, 2005

Surat untuk yang "Belum Menikah"


Bismillahi walhamdulillahi, Allahumma sholli wa sallim 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi washohbihi ajma'in

Assalamu'alaikum wr wb,

Saya tulis ini untuk rekan rekan yang punya pacar tapi belum menikah....

Demi Allah dan Rasul-Nya, adalah fitrah bagi manusia untuk saling mencintai
Demi Allah dan Rasul-Nya, adalah indah bila laki dan wanita saling jatuh cinta
Demi Allah dan Rasul-Nya, adalah nikmat bila laki dan wanita bisa bersama
Demi Allah dan Rasul-Nya, adalah rahmat bila laki dan wanita mau menikah
Demi Allah dan Rasul-Nya, adalah laknat bila laki dan wanita bersama tanpa nikah
Demi Allah dan Rasul-Nya, adalah kebaikan bila laki segera menikahi wanita
Demi Allah dan Rasul-Nya, adalah dosa bila laki tidak segera menikahi wanita
Demi Allah dan Rasul-Nya, janganlah kita menganggap kebersamaan laki dan wanita yang belum diikat dalam tali pernikahan tidak menimbulkan dosa/zina, meskipun suka sama suka dan katanya bisa menjaga diri, apa iya..? waspadalah terhadap godaan syetan musuh keturunan Nabi Adam ('alaihi salam)
Demi Allah dan Rasul-Nya, segeralah menikah karena itu sebuah kebaikan, janganlah menunda perbuatan baik untuk menikah demi menjaga kehormatan diri, insya Allah sakinah mawaddah wa rahmah

Saya doakan agar segera menikah.

Salam
Ridwan

go to the top of the page

Thursday, August 04, 2005

Bukti Tak Terbantahkan dari Tanah Haram

Vita Sarasi


"Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS Luqman : 16). Begitulah salah satu pesan Luqman, yang telah dianugerahi Allah SWT sebagian hikmah-Nya, kepada anaknya yang bernama Tharan.

Pesannya singkat namun isinya begitu mendalam. Intinya, bahwa Allah SWT sudah menetapkan sistem balasan (reward and punishment) pada setiap perbuatan manusia secara sangat akurat, adil, dan pasti akan terjadi. Persoalan ini mungkin tampak biasa saja, namun bila kita menyimak cerita pengalaman seseorang pada saat melaksanakan haji di Tanah Suci maka kita akan mengetahui betapa dahsyat dan seketikanya balasan-Nya. Ibaratnya, detik ini seseorang berbuat atau berkata sesuatu, detik berikutnya ia langsung mendapat balasan yang sesuai dengan kebaikan atau keburukannya. Saya mendapatkan kisah-kisah berikut ini dari rekan-rekan yang sudah menjalaninya.

Kisah pertama tentang seorang manajer sebuah perusahaan penerbangan. Saat berada di dekat Masjidil Haram ia bertanya pada temannya, “Mana Ka’bahnya?” Temannya merasa heran sambil menunjuk sosok Baitullah yang megah. ”Lho, itu kelihatan sangat jelas dari sini, kenapa Anda tidak bisa melihatnya?” Anehnya hingga selesai menunaikan ibadah hajinya, manajer tadi tetap tidak bisa melihat Ka’bah. Tidak masuk akal bukan? Kemudian barulah ia mengaku, bahwa selama itu ia terus memikirkan pekerjaan yang ditinggalkannya. Ia kuatir anak buahnya tidak bisa menjalankan amanah pekerjaannya waktu ditinggal haji. Jadi, walau fisiknya berada di Mekkah, namun hati dan pikirannya berada di tempat kerjanya.

Kisah kedua tentang seorang tenaga profesional sebuah perusahaan multinasional. Pada waktu itu ia bersama temannya bertadarus di Masjidil Haram menunggu waktu sholat fardhu tiba. Di depan mereka ada seorang yang berperawakan tinggi dan hitam, namun telapak kakinya terlihat merah sekali. Tanpa sadar ia berkomentar, “Orang negro itu mungkin jarang pakai sandal ya.” Temannya tak menanggapi dan terus mengaji. Sewaktu akan pulang ke hotel, ia celingukan karena kehilangan sandalnya. Anehnya sandal temannya yang diletakkan bersebelahan ada. Tanpa pikir panjang, ia bertelanjang kaki ke toko untuk membeli sandal baru. Tapi keesokan harinya, sandalnya hilang lagi. Kejadian itu berulang terus hingga beberapa kali. Akhirnya ia sadar akan kekhilafannya pada orang negro itu. Astaghfirullah, ia langsung mohon ampun pada Allah SWT. ”Ya Allah saya ingin minta maaf pada orang negro tersebut, tapi bagaimana saya bisa menemukannya?” Alhamdulillah doanya dikabulkan, karena setelah itu sandalnya tak pernah hilang lagi.

Saya kemudian ingat bahwa kisah-kisah tadi sesuai dengan peringatan Allah SWT dalam QS. Al Baqarah 2 : 197 yang artinya: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (Catatan: Rafats artinya mengeluarkan perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau keinginan untuk bersetubuh)

Yang dimaksud bertaqwa kepada Allah SWT adalah menahan diri dari apa-apa yang dilarang oleh-Nya dan melakukan apa-apa yang diperintahkan-Nya. Bekal taqwa itulah yang dimiliki oleh seorang mahasiswa dari sebuah perguruan tinggi terkemuka dalam kisah ketiga berikut ini.

Sewaktu shalat di Mesjidil Haram ia kehilangan dompetnya. Paspor, uang sekitar 300 US dollar dan kunci hotelnya raib semua. Bisa dibayangkan jika ia merasa panik, namun Alhamdulillah ia bisa tetap tenang dan terus melakukan ibadah tanpa mempedulikan peristiwa tersebut. Dari sejak berangkat ia telah membulatkan niatnya berhaji hanya untuk mencari ridha Allah SWT semata. Tak berapa lama kemudian, ia berkenalan dengan seseorang yang rupanya menjadi anggota rombongan seorang pemimpin negara. Ia ditawari menjadi pemandu karena kemahirannya berbahasa Arab dan Inggris. Alhasil ia bisa melaksanakan seluruh rukun haji dengan sempurna bersama dengan rombongan itu. Bahkan kemudian ia bisa tidur di hotel berbintang dan sewaktu pemimpin negara tersebut pulang, ia diberi tiket pesawat dan pesangon 6000 US dollar atau sepuluh kali lipat dari uangnya yang hilang. Subhanallah.

Benarlah firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah 2 : 158 yang artinya: ”Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui” (Catatan: maksud dari Allah SWT mensyukuri hamba-Nya adalah memberi pahala terhadap amal-amal hamba-Nya, mema'afkan kesalahannya dan menambah nikmat-Nya).

Balasan seketika pada seseorang sewaktu naik haji merupakan bukti bahwa janji dan ancaman Allah SWT pasti akan dilaksanakan-Nya. Hal itu juga menunjukkan bahwa manusia akan memperoleh apa yang diusahakannya. Allah SWT berfirman dalam QS. An Najm 39: ”dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”.

Balasan Allah SWT itu bisa dilaksanakan langsung di dunia atau di akhirat kelak sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al Mu’min 17: ”Pada hari ini (hari berbangkit) tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya.” Jadi, jika saat ini ada orang yang rajin beribadah dan jujur tapi hidupnya pas-pasan bukan berarti Allah SWT tidak menghargainya. Sebaliknya kita tidak perlu risau jika masih ada orang yang aman-aman saja ber-KKN-ria; bukan berarti mereka akan luput dari hukuman-Nya.

Seyogyanya kita ingat pula pesan Sayyidina Umar bin Khattab ra. ''Hisablah diri kamu sekalian sebelum dihisab oleh Allah. Dan berhias dirilah (dengan amal) untuk menghadapi ujian terbesar. Sesungguhnya, penghisaban di hari kiamat itu hanya akan terasa ringan bagi orang yang terbiasa menghisab dirinya di dunia.''

Wallahua’lam bish-showab.

go to the top of the page

Kita Diuji pada Titik Terlemah

Vita Sarasi


Saya mempunyai seorang teman yang istimewa. Keistimewaannya bukan pada penampilan fisik yang menawan atau karir yang menjulang, namun pada kemampuannya memahami hikmah dari berbagai peristiwa yang dialaminya. Sepintas, kisah hidupnya terlihat tak berbeda dengan manusia pada umumnya, namun Allah SWT memberikan karunia kecerdasan mata hati padanya untuk dapat mengambil pelajaran yang bisa mencerahkan dirinya maupun rekan-rekan yang ia ceritakan.

Kisah hidupnya kali ini juga demikian. Suatu pagi ia pergi ke sebuah toko untuk membeli roti dan susu bagi kedua anaknya. Letak tokonya agak jauh dari rumah, sehingga perlu waktu sekitar 15 menit berjalan kaki. Ia menyusuri sepanjang jalan setapak yang masih sepi sambil merenung. Terngiang kembali ingatannya pada taushiyah pak Ustadz di pengajian akhir pekan lalu:

"Manusia hidup di dunia ini tak terlepas dari ujian Allah SWT yang menciptakannya. Karakteristik ujian itu, kita diuji justru pada titik terlemah. Waktu atau kondisi kita lemah sebenarnya adalah saat-saat di mana kita membutuhkan atau mencintai sesuatu tetapi apa yang dibutuhkan atau dicintai itu sedang tidak dimiliki atau kurang dari yang dibutuhkan, sehingga kita tergerak untuk mengusahakannya. Pada saat itulah justru Allah menguji kita apakah kita percaya penuh dan berserah diri kepada-Nya atau melakukan sesuatu yang tidak diridhai-Nya."

"Contohnya pada kisah Nabi Ibrahim as. Beliau sangat menyayangi puteranya Ismail as. Tapi Allah SWT malah menyuruh beliau untuk menyembelihnya (QS Ash Shaaffaat 37: 100 – 111)."

"Kemudian dalam Perang Ahzab di mana pasukan muslim yang dipimpin Rasulullah SAW dikepung dari segala penjuru oleh tentara sekutu kaum kafir. Namun Allah SWT justru menguji para muslimin itu dengan udara yang sangat dingin dan kekurangan makanan (QS al-Ahzab 33: 9-25)."

Merasa tergugah dengan taushiyah itu, teman saya lalu mencoba untuk ber-muhasabah di mana kira-kira titik terlemah pada dirinya, sehingga Allah SWT akan mengujinya. "Entahlah. Tapi yang jelas saat ini saya sedang membutuhkan biaya yang cukup besar. Anak saya yang bungsu akan masuk SD bulan depan. Tentunya saya perlu membayar uang pangkal, uang pakaian seragam, uang buku..." Pikirannya lantas terhanyut pada berbagai rencana yang akan dilakukannya untuk memenuhi kebutuhan itu.

Tiba-tiba sorot matanya tertumbuk pada sesuatu yang tergeletak di jalan. Perhatiannya seketika mengerucut. Benda itu berupa selembar kertas, agak kusam. Mungkin habis terinjak sepatu orang yang lalu lalang di situ. Tanpa sadar dipungutnya kertas lusuh itu. Masya Allah, matanya membelalak tak percaya. Kertas itu adalah uang seratus ribu rupiah. Ia tercenung sejenak, dan dalam hitungan detik, uang itu sudah dibersihkannya dari debu dan berada dalam saku bajunya. Hatinya mekar, serasa mendapat durian runtuh. Setengah bersenandung, ia berbinar-binar meneruskan perjalanan ke toko dan tak ingat lagi pada apa yang direnungkannya semenit yang lalu.

Namun sewaktu akan membayar pembelian roti dan susu di kasir toko, tiba-tiba hatinya berbalik menjadi gelisah, "Uang temuan ini halal atau haram ya?" Apakah ini yang dimaksudkan dalam QS Ath-Thalaaq 65: 3, “Wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasibu”, bahwa Allah dapat mendatangkan rezki dari arah yang tidak disangka-sangka. Mungkin Allah berkenan memberikan sebagian rezki-Nya.

Tapi, mengapa hatinya tak kunjung merasa tenang. Pikirannya terus berkecamuk, “Bagaimana kalau pemilik uang itu kembali ke tempat itu dan mencari uangnya yang jatuh? Bagaimana kalau uang itu akan dibelanjakan untuk membeli roti dan susu bagi anak-anaknya? Atau jika uang itu merupakan hasil jerih payahnya selama sebulan penuh dan tidak ada penghasilan lainnya?”

Akhirnya ia menyerahkan uang miliknya sendiri ke kasir dan keluar dari toko dengan hati yang bergulat hebat. Keringatnya mengucur membasahi bajunya. Ia mencoba untuk mengingat-ingat ayat Al-Qur'an atau Hadits, mungkin ada yang bisa dijadikan petunjuk baginya untuk mengambil keputusan dengan tepat. Menurutnya, apapun keputusannya, yang paling penting adalah mendapat ridha Allah SWT.

Alhamdulillah, akhirnya ia mendapat petunjuk berupa sebuah Hadits Rasulullah dari An-Nawas bin Sam'an ra.: “Kebaikan itu adalah akhlak yang baik dan dosa adalah apa-apa yang meragukan jiwamu dan engkau tidak suka dilihat orang lain dalam melakukan hal itu."

Ya Allah, ternyata jiwanya yang ragu-ragu dan gelisah adalah cerminan dari perbuatan dosa yang telah ia lakukan. Jadi, jelas uang temuan itu hukumnya haram jika ia manfaatkan untuk kepentingan pribadinya, tanpa berusaha untuk mencari pemiliknya terlebih dahulu. Ingatannya kembali pada renungannya pagi tadi. “Kita diuji oleh Allah SWT justru pada titik terlemah. Astaghfirullah. Rupanya, titik terlemah saya saat ini adalah yang berkaitan dengan uang."

Keputusannya kini telah bulat. Prinsipnya, uang itu harus segera dikembalikan pada pemiliknya. Tapi bagaimana ia tahu siapa pemiliknya? Sepertinya hanya Allah Yang Maha Melihat saja yang tahu. Akhirnya, tanpa banyak pikir lagi, dia bergegas ke tempat ditemukannya uang itu. Diletakkannya kembali lembaran kertas berharga itu di trotoar sambil berdoa, "Ya Allah, jika Engkau ridhai, hamba mohon kembalikan uang ini pada pemiliknya. Atau mungkin Engkau punya kebijaksanaan untuk menguji hamba-Mu yang lain,"

Teman saya itu kemudian memandangi uang itu dari kejauhan. Hatinya kini sudah sangat tenang dan lega. Alhamdulillah. Hampir saja ia tergelincir pada perbuatan dosa. Nyaris ia gagal dalam menempuh ujian yang diberikan oleh Allah SWT.

Tapi satu pelajaran berharga telah berhasil dipetiknya hari ini: "Kita diuji oleh Allah SWT justru pada titik terlemah yang kita miliki,"

Wallahu a'lam bisshowwab.

go to the top of the page

Suara Keledai

Ibnoe Dzulhadi


Al-Qur'an, sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah mengandung banyak permisalan (al-matsal). Sehingga dapat dikatakan bahwa Al-Qur'an merupakan Kitab Suci tunggal (di dunia hingga hari kiamat) yang sarat “permisalan” atau perumpamaan tersebut. Dan, permisalan tersebut khusus diturunkan dari langit buat manusia. Agar manusia benar-benar dapat berpikir dan mengambil pelajaran (i'tibar, 'ibrah dan al-tadzakkur). Dan memang Allah tidak akan pernah merasa malu untuk memberikan “permisalan” kepada manusia. Meskipun permisalan yang diberikan-Nya lebih rendah dan hina dari “nyamuk” (Qs. Al-Baqarah [2]: 26). Karena Allah memang “tidak punya rasa malu” dalam menerangkan kebenaran (al-haqq) kepada hamba-Nya (Qs. Al-Ahzab [33]: 53).

Hal ini dapat ditemukan secara gamblang dari eksplanasi Allah: “Dan sesungguhnya telah Kami buat dalam Al-Qur'an ini segala macam permumpamaan untuk manusia…” (Qs. Ar-Rum [30]: 58) dan “Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al-Qur'an ini segala macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran” (Qs. Az-Zumar [39]: 27). Meskipun kemampuan manusia dalam menangkap pesan “permisalan” tersebut berbeda-beda. Dan (memang) orang yang dapat menangkap pesan di balik “permisalan’ tersebut menurut Allah hanya orang-orang yang “memiliki ilmu” (Qs. Al-'Ankabut [29]: 43).

Salah satu bentuk dari “permisalan” yang dibuat oleh Allah untuk kita adalah “suara keledai”. Suara keledai menurut Allah adalah “sejelek-jelek” bentuk suara makhluk ciptaan-Nya. Permisalan tersebut adalah salah satu nasehat Luqman Al-Hakim kepada anaknya. Ia menasehati anaknya agar “melunakkan” suaranya: bersikap ekonomis dan tidak “mubadzir” dalam berkata-kata. Ia berkata kepada anaknya:...”dan lembutkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai” (Qs. Luqman [31]: 19). Lalu apa maksud dari “suara keledai” itu?

Sebagai refleksi individual experience, penulis lumayan sering mendengar “suara keledai” ini. Karena kebetulan orang-orang di negeri Firaun dan bumi Kinanah ini penduduknya banyak yang memiliki keledai. Suaranya cukup “lucu” dan “menggelikan”. Biasanya mirip dengan orang yang sedang mengasah kikir: alat pengasah gergaji. Sehingga ia sering membuat “terkejut” orang yang mendengarnya.

Suara keledai adalah perumpamaan “ketidak-tawadhu-an”. Ia adalah lambang ke-takabbur-an dan pragmatisme. Karena ternyata, keledai tidak sering mengangkat suaranya, kecuali ketika (hendak) mengekspresikan “rasa lapar” dan ingin “melampiaskan nafsu birahinya”. Ketika perutnya keroncongan, ia langsung angkat suara. Dan ketika nafsunya bergejolak, ia berteriak sekuat-kuatnya. Sungguh pragmatik memang.

Selain itu, suara keledai melambangkan perbuatan yang tidak memiliki manfaat yang jelas: karena hanya terbatas pada urusan perut dan birahinya. Sehingga Imam Ali karramallahu wajhah berkomentar: “Siapa yang hanya memikirkan masalah perut, maka ia tidak lebih dari apa yang keluar dari perutnya”. Bisa jadi para penguasa yang pragmatik: yang pura-pura menyuarakan aspirasi rakyat, suaranya adalah “suara keledai”. Karena ia tahu benar bahwa suara rakyat itu adalah “suara Tuhan”: besar manfaatnya dalam mengeruk keuntungan. Namun ketika urusan perutnya selesai, rakyat pun dilupakan. Ketika urusan birahinya terlampiaskan, rakyat pun lepas dari memorinya.

Dalam hal ini, yang diperlukan adalah “harmonisasi” antara ucapan dan tindakan. Bukankah wakil rakyat yang baik adalah yang mengerti arti ucapannya. Dan ia paham kepada siapa ia berbicara. Ia sedang berbicara kepada suara Tuhan: yang tidak dapat ditipu dan dimanipulasi.

Nabi saw juga menerangkan agar umatnya tidak berbicara dan beraksi, jika tidak memiliki target dan manfaat yang riil. Beliau menginginkan umatnya agar (benar-benar) dapat mengontrol “mulut” dan “lisannya”. Bahkan beliau menyatakan bahwa indikasi iman adalah berbicara yang baik. Atau kalau tidak baik, lebih baik diam. Juga, refleksi iman itu adalah “memuliakan tetangga dan tamu”. Hal ini dijelaskan oleh beliau dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia memuliakan (menghormati) tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR Bukhari dan Muslim).

Intinya beliau menyatakan: “Ciri baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak ada manfaat yang diambil olehnya” (HR Turmudzi dan yang lainnya. Ini adalah hadits Hasan.). Sehingga, menurut Imam Malik ibn Anas dalam al-Muwatha’-nya menyatakan bahwa ia mendengar kisah tentang Luqman bahwa ia (Luqman) ditanya: “Apa yang membuatmu seperti yang kami saksikan ini –kemuliaan dan keutamaan?” Ia menjawab: “Shidq l-hadits wa ada’ l-amanah wa tarku mala ya'nini” (Berkata jujur, menunaikan amanah dan meninggalkan apa yang tidak ada manfaatnya bagiku). Karena menurut Rasul saw bahwa “salah satu bentuk “kefakihan” seseorang adalah sedikit bicaranya dalam hal yang tidak bermanfaat baginya” (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad ibn Hanbal).

Suara keledai benar-benar seburuk-buruk suara makhluk Allah. Maka jangan pernah meniru suara keledai: suara yang “memekakkan” telinga orang yang mendengarnya: suara yang mengusik ketentraman orang banyak. Suara pragmatisme. Hati-hatilah dari “suara keledai”.

Wallahu a'lamu bi al-shawab

go to the top of the page

Wednesday, August 03, 2005

Saat Kusentuh Jemarimu Dengan Mesra

Abu Aufa


Jemari itu tak lagi lentik, terasa beda saat pertama kali disentuh kala malam pertama. Kulitnya bersisik dan berkerut, karena getir kehidupan. Guratan bekas parutan pun membuatnya bertambah kasar. Tak jarang jemari itu basah, menahan kristal-kristal bening yang menggenang di telaga mata, pedih... teringat pedasnya kata-kata yang pernah menusuk hati.

Kala keheningan malam menjamu temaramnya rembulan, diukirnya do'a - do'a dengan goresan harapan, khusyu', berharap regukan kasih sayang dari Sang Pemilik Cinta. Hingga tubuh penat itupun bangkit, menatap belahan jiwa dengan tatapan cinta, kemudian perlahan dikecupnya sang kakanda dengan mesra.

Indah...
Sungguh teramat indah Al Qur'an melukiskannya, "Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka*." [Al-Baqarah 187]

Adakah yang lebih indah dari rasa kasih sayang diantara kedua insan yang berlainan jenis dalam sebuah ikatan pernikahan? Ia adalah sebuah mitsaqan ghalidza (perjanjian yang kuat), karenanya yang haram menjadi halal, maksiat menjadi ibadah, kekejian menjadi kesucian dan kebebasan pun menjadi sebuah tanggung jawab. Dua hati yang berserakan akhirnya bertautan, ibadah... hanya itu yang dijadikan alasan.

Keindahan cinta dalam sebuah mahligai pernikahan adalah harapan penghuninya. Cinta akan membuat seseorang lebih mengutamakan yang dicintainya, sehingga seorang istri akan mengutamakan suami dalam keluarga, dan seorang suami tentu akan mengutamakan perlindungan dan pemberian nafkah kepada istri tercinta.

Cinta memang dapat berbentuk kecupan sayang, kehangatan, dan perhatian, namun bunga cinta tetaplah membutuhkan pupuk agar selalu bersemi indah. Karenanya, segala kekurangan akan menumbuhkan kebesaran jiwa, bahkan air mata yang mengalir itu pun adalah sebagai tanda kesyukuran kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena IA telah memberikan pasangan hidup yang selalu bersama mengharap keridhoan-Nya.

Lalu, masihkah kehangatan itu nyata seiring bertambahnya usia pernikahan?

Aaah...
Kadang kita sebagai suami lebih sering bersikap dzalim. Kesibukan tiada henti, rutinitas yang selalu dijumpai, lebih menjadi 'istri' daripada makna istri itu sendiri. Masihkah ada curahan kelembutan dari seorang qowwam (pemimpin) yang teduh? Adakah belaian kasih sayang yang begitu hangat seperti kala pertama kedua hati bersatu?

Saat-saat awal pernikahan, duhai sungguh romantis. Rona mata penuh makna cinta terpancar saat saling berpandangan, kedua tangan saling bergandengan, hingga jemari tersulam mesra.

Tak lupa bibir melantunkan seuntai nada
...
Sambutlah tanganku ini
Belailah dengan mesra
Kasihmu hanya untukku
Hingga akhir nanti
...
Amboi... sungguh membuat iri mata yang memandang.

Malam dan siang silih berganti mewarnai hari, susah senang hilang timbul bagaikan gelombang laut, keluh dan bosan pun kadang menelusup, hingga akhirnya lirik lagu cinta pun meredup ...

Sepanjang jalan kenangan kita selalu bergandeng tangan
Sepanjang jalan kenangan kupeluk dirimu mesra
Hujan yang rintik-rintik di awal bulan itu
Menambah nikmatnya malam syahdu...

Akhirnya kemesraan pun hanyalah sekedar kenangan.

Entahlah...
Entah kemana canda yang dahulu pernah membuat istri kita tertawa bahagia, ciuman di kening seraya berpesan "Baik-baik ya di rumah," atau pun sekedar ucapan salam "Assalaamu alaykum ummi," saat akan keluar rumah. Bahkan, lupa kapan terakhir tangan ini menyentuh, menggenggam mesra jemari istri tercinta. Padahal dosa-dosa akan berguguran dari sela-sela jemari saat kedua tangan disatukan.

Duhai Allah,
Airmata itu pernah tumpah, deras bercucuran
Luruh dalam isakan, menyayat kepedihan
Hanya karena enggan jemari ini bersentuhan

Ampuni diri yang dzalim ini yaa Allah
Sadarkan, sebelum saatnya harus beranjak pergi Jauh, dan... tak akan pernah kembali

Wallahua'lam bi showab.

go to the top of the page

Bermesra

Berpahala dan Menghapus Dosa

"Kemesraan hubungan suami istri tentunya merupakan dambaan setiap keluarga. Kemesraan bukan hanya ada pada saat suami istri melakukan hubungan seksual (jima') saja, akan tetapi ada banyak hal yang dapat menjadikan hubungan suami istri mesra dan harmoni."

Hal ini terkadang tidak disadari, sehingga jarang dilakukan secara sadar untuk menjaga kemesraan tersebut. Padahal bila dilakukan dengan niat yang benar dapat menambah kemesraan, mendapat pahala dan sekaligus dapat menghapus dosa-dosa.

Kita sebagai muslim patut bersyukur, karena Rasululloh SAW sebagai uswah terbaik kita telah memberikan tuntunan yang lengkap termasuk dalam hal menjaga kemesraan hubungan suami istri. Dengan demikian kita tidak perlu mencari-cari sumber lain yang kadang justeru menjerumuskan ke dalam hal-hal yang melanggar syari'at. Beberapa hal yang dituntunkan Rasululloh SAW dalam menjaga kemesraan hubungan suami istri, antara lain :

Bergandengan Tangan

Bergandengan tangan (saling memegang tangan) nampaknya merupakan hal sepele yang kadang dilupakan oleh pasangan suami istri. Padahal bila ini dilakukan dengan lemah lembut dan perasaan kasih sayang yang mendalam, merupakan satu hal yang dapat menjadikan suasana semakin mesra bagi pasangan tersebut. Ini sangat bermanfaat jika sebelumnya ada hal-hal yang kurang mengenakkan, sehingga untuk membicarakannya perlu suasana yang tenang dan penuh kasih sayang.

Yang lebih penting lagi, bila dilakukan dengan niat untuk mencari keridhoan Alloh, ketika seorang suami memegang tangan istrinya dengan penuh kasih sayang, dosa-dosa mereka akan keluar melalui celah-celah jari tangan mereka, seperti yang diriwayatkan dalam hadits dari Abu Sa'id.

Ada perkataan bijak yang perlu dipertimbangkan setiap pasutri : "Sungguh bila seorang suami memandang istrinya (dengan rasa kasih sayang) dan istrinya juga memandang suaminya (dengan rasa kasih sayang), maka Alloh akan memandang keduanya dengan pandangan kasih sayang. Dan bila suami memegang tapak tangan istrinya, maka dosa-dosa mereka keluar dari celah-celah jari mereka."


Membelai

Hal yang kedua yang dicontohkan Rasululloh SAW, yang menambah kemesraan hubungan suami istri adalah membelai. Dengan belaian yang lembut penuh kasih sayang dari suaminya, seorang istri akan merasakan ketenangan batin, sehingga hal ini dapat menjadikan dia semakin sayang kepada suaminya. Hal ini dilakukan Rasululloh SAW kepada para istrinya, sekalipun beliau belum akan mencampurinya. Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadits dari sahabat :

"Rasululloh SAW biasa setiap hari tidak melupakan untuk mengunjungi kami (para istrinya) seorang demi seorang. Beliau menghampirinya dan membelainya, sekalipun tidak mencampurinya, sehingga sampai ke tempat istri yang tiba gilirannya, lalu bermalam disitu. " (HR. Abu Dawud).

Hal ini kadang tidak dilakukan oleh pasangan suami istri, karena mungkin dinilai memperlakukan istri seperti kanak-kanak, atau memang belum mengetahui bahwa hal ini sebenarnya diperlukan istri untuk menunjukkan kasih sayangnya.


Mencium

Ada cara lain untuk menciptakan suasana kemesraan suami istri yang juga dicontohkan Rasululloh SAW, diantaranya adalah beliau mencium istrinya sekalipun ia sedang berpuasa. Berciuman merupakan cara sederhana dan mudah dilakukan untuk tetap menjaga kemesraan suami istri. Berciuman tidak hanya dilakukan ketika akan melakukan hubungan seksual. Hal ini baik juga dilakukan pada saat terlarang untuk berhubungan seksual. Misalnya ketika sedang berpuasa dan saat istri sedang haid atau nifas. Pada saat-saat itu kemesraan tetap harus dijaga. Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya :

Dari Umar bin Abu Salamah, sungguh ia pernah bertanya kepada Rasululloh SAW : "Apakah seorang yang berpuasa boleh mencium?" Beliau menjawab :
"Tanyakan kepada orang ini (maksudnya Ummu Salamah)." Lalu (Ummu Salamah) memberitahukan bahwa Rasululloh sering berbuat begitu& " (HR. Muslim).

Dalam beberapa riwayat lain juga dijelaskan bahwa Rasululloh SAW pernah mencium istrinya setelah beliau berwudhu sebelum menjalankan sholat.


Tidur Seranjang

Jika suami istri tidur seranjang, tentunya lebih banyak hal yang dilakukan dalam bermesraan. Dengan tidur satu ranjang memungkinkan mereka saling berdekapan dan berpelukan. Hal ini menjadikan keduanya merasa tentram dan tenang. Hal ini juga dapat menjadi wahana hiburan atau penyegaran setelah melakukan tugas rutin sehari-hari.

Mengingat pentingnya tidur seranjang ini, maka Rasululloh SAW mencontohkan bahwa, beliau tetap tidur seranjang dengan istrinya sekalipun istrinya sedang haidh, seperti diceritakan pada sebuah hadits :

Dari Aisyah ra, ujarnya : "Rasululloh SAW dahulu biasa menyuruh kami berkain, lalu beliau sentuhkan dirinya padaku, padahal saya sedang haidh." (HR. Bukhari dan Muslim).

Sebaliknya seorang istri yang tidak bersedia tidur seranjang akan mendapat laknat malaikat, sebagaiman sabda Rasululloh SAW pada hadits berikut :

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : "Rasululloh SAW pernah bersabda : "Jika seorang istri semalaman tidur memisahkan diri dengan suaminya, maka malaikat melaknatnya hingga shubuh." (HR. Bukhari).


Mandi Bersama

Mandi bersama juga merupakan hal penting untuk menjaga kemesraan suami istri. Mandi bersama dapat menjadikan hiburan yang menyenangkan sekaligus menyegarkan. Rasululloh SAW sebagai tauladan kita juga mencontohkan mandi bersama istrinya, sebagaimana diriwayatkan pada hadits berikut :

Dari Aisyah ra, ia berkata : "Aku biasa mandi bersama Rasululloh SAW dalam satu tempat mandi. Antara tanganku dan tangan beliau saling bergantian mengambil air, tetapi beliau mendahului aku, sehingga aku berkata : 'Sisakan untukku & sisakan untukku&'. Ketika itu kami sedang junub." (HR. Bukhari dan Muslim).

Di samping sebagai sarana menambah kemesraan hubungan suami istri, seorang istri yang memandikan suaminya dengan niat mencari ridho Alloh akan mendapatkan rahmat. Hal ini dijelaskan pada hadits berikut :

Dari Aisyah ra, ia berkata : "Rasululloh SAW pernah bersabda : 'Semoga Alloh merahmati suami yang dimandikan istrinya dan ditutup (kekurangan) akhlaqnya." (HR. Baihaqi)

go to the top of the page

Rezeki

Widi YM

Rezeki itu datang dari arah tak disangka-sangka. "Betul," kata sopir taksi asal Indramayu, Jawa Barat. Lalu dia menengok untuk meyakinkan suara si penumpang. Dia tersenyum. Mungkin ungkapan itu sebagai penyejuk sangarnya kehidupan.

Maklum, menggantungkan harapan pada wakil rakyat seakan sia-sia. Wong, mereka malah getol minta tunjangan dinaikkan, kok. Morat-maritnya ekonomi seolah bukan urusannya. Sebab itu, studi banding ke Amerika Serikat dan Prancis dirasa sangat penting.

Walhasil, kehidupan yang layak bagi sopir taksi di Jakarta pun terasa jauh. Penghasilan makin minim. Apalagi setelah harga BBM naik dan penumpang anjlok. Ini pula yang dirasakan sopir asal Indramayu beranak tiga itu. Biaya hidup makin berat. Belum lagi untuk membayar kontrak rumah Rp 200.000 per bulan.

Dan, sepertinya, cobaan Allah belum berhenti. Belum lama ini, misalnya, taksi dia ditabrak motor. Padahal, mobilnya sudah dijalankan pelan untuk belok kiri, lampu sein dikedipkan, dan tiba-tiba: der! Lampu belakang pecah dan bumper penyok.

Pengendara motor yang sempat terkapar di jalanan ngotot bahwa dirinya benar. Dalihnya, mobil lebih besar dari motor, dan karena itu harus mengalah. Pengemudi taksi bertahan pada sikap: "Saya tidak bersalah!"

Akhirnya, mereka sepakat ke kantor polisi. Pengendara motor diminta mengikuti taksi dari belakang. Namun, di tengah jalan, pengendara motor itu kabur sembari sempat mengumpat jorok. Si sopir taksi cuma mengelus dada. Ibu Kota mengerosi etika dan adab kita? Wallahualam.

Yang pasti, "Saya tidak bisa apa-apa. Saya harus membayar Rp 600.000 untuk mengganti lampu belakang," katanya. Namun, untuk sementara, bumper penyok dan lampu pecah dibiarkan apa adanya. Ia pasrah dalam ketidakberdayaan.

Mungkin sopir ini menyadari bahwa sikap tidak pasrah adalah pintu ke arah keresahan, kesedihan, kekacauan hati, kemurungan, dan bisa memunculkan prasangka buruk pada Allah sebagai tidak adil. Sebaliknya, sikap menyerahkan diri, tunduk, dan menerima diyakini bakal membukakan pintu surga.

Begitulah. Esoknya, sopir taksi ini membawa dua penumpang --satu orang seperti sedang sakit-- dari Jatibening ke Jatinegara, Jakarta Timur. "Berapa?" tanya si penumpang, kala berhenti di mulut sebuah gang. Argometer taksi menunjukkan angka Rp 21.600. "Ya, kasih saja 22," kata sopir.

Ternyata uang di kantong penumpang tidak mencukupi. "Tidak apa. Kasih saja semampu Bapak," kata si sopir. Segepok uang pun diberikan pada sopir, dan langsung dikantongi, karena mempercayai orang lain secara tulus merupakan bagian menanamkan jiwa positif. Begitu selalu yang dilakukan.

Di perempatan lampu merah, saat mau membeli rokok, di kantongnya ada beberapa lembar Rp 50.000-an. "Lho, penumpang tadi membayar berapa?" kata dia dalam hati. Jangan-jangan 22 itu ditafsirkan Rp 220.000, karena orang itu, mungkin, tak pernah naik taksi. Mengembalikan uang itu? Tak mungkin, karena nama dan alamat penumpang tidak jelas.

Hari itu, menjelang asar dia sudah tiba di rumah. Tumben. Istrinya heran. "Ini untuk membayar kontrakan sebulan," kata si sopir pada istrinya sembari menyedorkan uang Rp 200.000. Uang setoran dan plus uang bensin hari itu telah terpenuhi. Wajah istrinya kontan cerah.

Namun, tak urung, batin sopir taksi itu tidak tenang. Di otaknya berkecamuk pertanyaan: "Uang itu halal atau haram?" Jawaban rekan-rekan seprofesi senada: "Itu rezeki halal." Maka, sebagai ungkapan penenteraman batin, dia membeli dua bungkus rokok Dji Sam Soe, lalu diisap ramai-ramai. "Saya ikut senang," katanya lega.

Mendapat rezeki nomplok juga dialami rekan saya, Sony. Suatu siang, kala mukim di Singapura, dia bersama rekannya membawa sedan tanpa kap. Tak jauh dari sebuah bank, muncul pengendara motor yang menyambar kantong milik seorang wanita setengah tua. Aparat dengan sigap mengejar si penjahat. Lalu kantong di tangan perampok itu dilemparkan ke mobil Sony. Bluk!

Polisi tak tahu bahwa hasil rampokan sudah berpindah tangan. Begitu Sony tiba rumah, kantong itu dibuka. Masya Allah! Isinya 240.000 dolar Singapura (kurs waktu itu Rp 1.700, kini sekitar Rp 5.800). Rezeki datang tanpa dinyana. Dua hari kemudian, koran memberitakan bahwa korban perampokan adalah wanita tua yang baru saja mengambil uang hasil penjualan rumahnya.

Hati Sony kontan tersentuh, dan bermaksud mengembalikan uang itu. Rekannya ngotot agar dibagi saja. "Toh tidak ada yang tahu uang itu di tangan kita," kata rekannya. Setelah debat panjang, akhirnya uang rampokan itu diserahkan ke polisi. Korban pun bersukacita. Sebagai ungkapan terima kasih, Sony dihadiahi 40.000 dolar.

Keikhlasan wanita itu membuat hati Sony tenang. Batinnya tambah kaya, lantaran puas bisa meniadakan kesedihan orang lain. Akhirnya, hadiah itu dipakai mentraktir rekan-rekan, dan sebagian disumbangkan pada fakir miskin. Hari itu, pelajaran meningkatkan kualitas hidup baru saja dipaparkan Allah.

Selama ini, banyak orang mencari ketenangan hidup, namun hanya sedikit yang didapat. Batin mereka tetap kopong. Kebahagiaan dan ketenangan itu tak hanya ditentukan oleh selembar hadiah berupa cek yang dicairkan, tapi oleh keriangan dan kelapangan dada.

Dr. 'Aidh Al-Qarni menulis dalam La Tahzan, Jangan Bersedih!: "Hidup itu adalah seni bagaimana membuat sesuatu. Dan, seni harus dipelajari serta ditekuni." Kita perlu kesungguhan untuk mempelajari bagaimana menghasilkan bunga-bunga, semerbak harum mewangian, dan kecintaan di dalam hidup. "Jalani hidup ini apa adanya dengan penuh ketulusan dan keriangan.

go to the top of the page

Tuesday, August 02, 2005

Si Bapak Tua

Cece YS


Siang hari, suasana pelabuhan Tanjung Priok ini sungguh sangat menyengat. Panas dan gersang sudah merupakan cuaca yang akrab ditemui di sini. Dengan langkah malas aku menuju ke warung nasi terdekat untuk mengisi perut ini. Saatnya makan siang.

Terlihat di sekitarku kegiatan bongkar muat di pelabuhan. Kontainer yang naik dan turun dari kapal laut, para pekerja yang sibuk mengangkut barang yang akan dikirimkan, dan para mandor yang sibuk berteriak mengatur para pekerjanya. Truk besar kecil, truk kontainer, forklift dan kendaraan lainnya yang tak hentinya berlalu lalang. Kegiatan di sini tak pernah ada kata diam.

Selesai makan, aku langsung menuju kantorku. "Lebih baik aku di kantor yang sejuk daripada di luar yang sudah pasti panas dan membuat berkeringat ini,"

Ah, sejenak kulihat pekerja-pekerja yang tanpa komando berjalan teratur menuju sebuah kontainer. Rupanya ada perusahaan yang sedang melakukan bongkar muat gula pasir. "Pasti ini impor deh, dan yang sudah pasti ketahuan ruginya dalah para petani gula lokal kita," batin ini menyelisik.

Angkat karung, turunkan, angkat lagi, turunkan. Kuperhatikan dari jauh apa yang dilakukan pekerja itu. Tunggu dulu, aku lihat seraut wajah bapak tua yang masih menjadi pekerja. Dari garis mukanya kutaksir dia sudah tidak pantas untuk bekerja sekeras ini. Duh, hati ini seperti teriris. Kulihat jelas wajah Bapak di sana.

Esok lusa aku sempat berpapasan dengan bapak tua itu yang sedang menikmati sarapannya di sebuah gudang tua. Dari perawakannya dia masih tampak bugar walaupun guratan-guratan ketuaan sudah jelas tampak di sana sini. Segera kusapa dia,

"Sedang sarapan, Pak?" tanyaku.

"Ya, Dik. Buat isi perut. Adik yang kerja di kantor itu?" dengan logat sunda kulon kental dia balas bertanya sambil menunjuk ke arah kantorku.

"Ya, Pak. Bapak sudah lama kerja di sini?" aku mulai mencari tahu.

"Yah, begitulah. Bapak sudah puluhan tahun di sini. Maklum, pendidikan minim, daripada menganggur. Saya harus menghidupi keluarga," jawab si Bapak dengan raut sedikit muram. Sambil membungkus sisa nasi yang tadi dimakan, lalu diselipkan di sela dinding ruangan tempat dia istirahat. Di tempat itu banyak juga pekerja lain yang istirahat di sini.

"Nasinya buat nanti siang lagi, lumayan buat ngirit," jelas si Bapak tanpa menunggu aku bertanya.

"Saya mengerti, Pak. Semoga Allah memberikan barakah atas setiap rezeki yang Bapak peroleh," aku menjawab dengan senyum getir dan juga sayatan pilu kembali di hati ini. Sungguh aku terhenyak melihat enyataan di hadapanku ini.

Si Bapak juga menjelaskan bahwa ia dibayar perkarung yang dia angkat sebesar dua puluh lima rupiah. Ya Allah, berapa karung yang harus ia angkat supaya bisa mencukupi kebutuhan keluarganya di kampung sana. Aku langsung terdiam dan merasa malu pada diri ini yang kadang tidak puas akan rezeki yang Allah berikan.

"Alhamdulilllah, kalo bisa bawa pulang seratus ribu buat keluarga di rumah," lanjutnya.

"Makasih, Pak. Nanti kita sambung lagi," sambil tersenyum aku pamit, karena jam kerja sudah dimulai pagi ini.

Dengan langkah gontai aku kembali ke kantor dan meneruskan pekerjaanku sebagai teknisi ini. Terekam jelas perdebatan beberapa kawan kerjaku beberapa hari yang lalu yang ingin segera minta naik gaji. Pembicaraan yang alot yang kulihat rona wajah penuh ambisi tak berujung di wajah mereka. Sungguh, aku sudah tak bersemangat lagi mengikuti pembicaraan kawan-kawan mengenai hal itu setelah mengobrol dengan si Bapak Tua.

Pesan bapak mertua di rumah juga masih kuingat baik-baik, "Nak, bekerjalah bersungguh-sungguh, jika kau tidak suka atau kurang puas, silahkan keluar. Itu lebih jantan daripada kamu membuat hal yang tidak baik di tempat kerja. Banyak bersyukur karena tidak banyak orang yang bisa bekerja saat ini,."

Sangat kontras apa yang Allah perlihatkan kepadaku kali ini. Semoga setiap diri ini bisa bersyukur dan istiqomah dalam syukurnya kepada Dzat Yang Maha Pemberi. Amin.

"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS Ibrahim: 7)

go to the top of the page

Membuka Komunikasi, Menyatukan Hati

Majalah Ummi No.1/XVII Mei 2005/1426

Membangun jalan komunikasi memang tidak selamanya mudah, perlu waktu bahkan bantuan dari pihak lain. Berikut beberapa hal yang bisa membantu suami istri agar dapat membuka dan melancarkan komunikasi, diantaranya:

Menyamakan pandangan

Komunikasi merupakan modal awal perkawinan yang akan berimbas pada kelancaran berkomunikasi pasangan suami istri. Dalam rumah tangga yang akan dikomunikasikan adalah pilihan-pilihan hidup yang sesuai dengan kemauan dan keinginan, sedangkan kemauan dan keinginan adalah buah keyakinan kita.

"Sehingga tidak mungkin komunikasi bisa baik, kalau pandangan soal baik dan buruk sudah beda. Terutama baik dan buruk yang sangat prinsipil, " jelas Ustadz Ahmad Sahal Hasan Dosen STAIDI al-Hikmah Jakarta

Oleh karena itu, tambahnya menyamakan visi dan misi adalah hal yang sangat penting dan harus dilakukan sebelum pernikahan atau paling tidak sejak awal pernikahan. Persamaan pada hal yang besar ini, seringkali mampu menyingkirkan krikil-krikil kecil dalam perjalanan perkawinan, termasuk soal kelancaran berkomunikasi.

Memahami latar belakang dan karakter pasangan

Menurut Evi Elviati, Psi. Karakter adalah hal dasar yang sudah ada pada diri seseorang sejak lahir. namun, dengan jenis apapun karakter seseorang tetap mampu berkomunikasi, karena komunikasi merupakan ketrampilan. Latihan terus menerus akan menjadikan orang trampil berkomunikasi.

Untuk latihan ini, pihak lain dalam hal ini suami istri dapat saling memberikan bantuan. Misalnya, bila suami nampak susah berkomunikasi karena karakternya yang sangat pendiam, maka istri dapat membantu suami mengungkapkan isi hatinya. "Kita harus bisa menyiasatinya, sehingga bila ada apa-apa dia mau membicarakannya. Suka tidak suka, bilang. Kalau setiap kali kita beri stimulasi, lama-lama dia akan bisa, " ungkap Evi

Dalam hal perbedaan latar belakang, misalnya budaya. Lagi-lagi diperlukan kebesaran hati masing-masing untuk menerimanya. Kalaupun kemudian mengganggu komunikai, misalnya yang satu tidak biasa berbicara pelan, sedangkan yang lainnya tidak biasa bicara keras-keras, perlu dilakukan pembiasaan atau penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan kedua belah pihak.

"Keduanya harus bisa saling menyesuaikan tidak bisa sekedar memaksakan kehendak, sementara kita sendiri tidak mau berubah. Jadi kita lihat mana yang bisa diubah, kita ubah, " papar Evi

Meluruskan persepsi

Kesalahan persepsi seringkali menjadi hambatan dalam berkomunikasi. Ketika suami pulang larut malam, istri langsung saja marah tanpa mendengarkan alasan suami. Apapun yang dikatakan oleh suami dianggapnya bohong. Padahal suami mengatakan alasan benar dan tidak dibuat-buat.

Kejadian ini kerapkali terjadi, padahal seharusnya tidak perlu terjadi bila ada proses klarifikasi. "Jangan punya persepsi buruk dulu. Dalam Islam kan ada yang namanya tabayun, " kata Evi lagi

Begitu pun sikap suami yang terlalu merendahkan istri, karena punya persepsi memang begitulah kedudukan istri. Persepsi ini perlu diluruskan karena Islam meninggikan derajat kaum ibu.
"Supaya persepsi kita pas dengan persepsi Islam, kita harus merujuk pada praktek Rasulallah dan para sahabat," ujar Ustadz Ahmad Sahal

Dengan mempelajarinya, bisa jadi prilaku pasangan yang sebelumnya tidak kita sukai dan kita anggap tidak baik, ternyata sesuai dengan tuntunan Islam. Itu artinya ia harus mengubah persepsi yang selama ini tertanam dibenaknya.

Membangun Empati

Menempatkan diri pada tempat orang lain, cukup efektif untuk menjadikan kita mengerti parasaan dan pikiran orang lain. Pertimbangkanlah apakah bila kita mengatakan seseuatu pada suami atau istri yang mungkin cukup sensitif ia tidak akan tersinggung? Atau apakah waktu dan kondisinya tepat untuk mengungkapkan isi hati?

Mungkin boleh dibilang kurang berempati bila seorang istri mengajak suami berdiskusi panjang lebar, sementara suami baru saja pulang kerja dan terlihat sangat lelah. Saat kita mengerti perasaan dan pikiran pasangan, maka bahasa yang kita ucapkanpun akan lebih mengena bagi dirinya. Komunikasi tentu akan jauh lebih efektif.

Bersikap Asertif

Orang yang asertif tahu perasaan dan keinginannya, serta berani mengungkapkannya tanpa melukai perasaan orang lain. Seorang istri sebenarnya mempunyai hak untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Dan istripun seharusnya mempunyai keberanian untuk mengungkapkannya pada suami, tanpa harus mengabaikan rasa hormat terhadap suami.

Seringkali seorang istri mempunyai keinginan, tapi enggan untuk menyampaikannya kepada suami, dan istri berharap suami akan mengetahuinya sendiri. Padahal, bagaimana mungkin suami dapat mengetahui keinginannya kalau tidak diberi tahu. "Kalau tidak ada komunikasi , manalah dia tahu apa yang kita mau. Dia kan tidak tahu isi hati kita. Karena yang tahu isi hati kita, hanya Allah dan kita, " tegas Evi

Mendekatkan diri pada Allah

Upaya mendekatkan diri pada Allah urgensinya sangat besar, sekaligus sebagai simpul semua usaha melicinkan jalan komunikasi bagi pasangan suami istri. "Karena kita yakin yang memegang hati itu adalah Allah. Kalau hubungan kita dekat dengan Allah, maka hati pasangan kita ada dalam genggamanNya. Kalau dia kecewa dan kesal pada kita, dengan izin Allah, allah akan cairkan kebekuan hatinya, " jelas Ustadz Ahmad Sahal.

go to the top of the page

Mencari Teman

Tuti Afriani

Siang tadi anakku yang berumur 5 tahun, datang dengan airmata, nafasnya naik turun menahan kepedihan hati. Baru saja mainannya dicampakkan ke dalam sawah yang masih berair disebelah apartemen kami oleh empat orang anak yang usianya diatas anakku.

Dengan bergegas aku keluar, berharap masih bisa menyelamatkan mainan tersebut tapi karena dihalangi oleh pagar, tanganku tidak bisa menjangkau mainan tersebut, untuk berlari ke sisi yang lain aku harus memutar jauh dan bila memang ingin mengambilnya, aku harus rela berkubang lumpur.

Dengan pandangan menyesal aku minta maaf dan memeluknya, berharap ia tak terlalu kecewa kehilangan mainannya Tapi rupanya bukan sebab mainan itu anakku tadi menangis, karena dengan ringan dia mengangguk dan tidak ada lagi airmata disana.

Aku tahu, anakku bosan bermain di dalam rumah dan mencoba mencari teman ke luar rumah di depan rumah kami. Kemarin ia menemukan teman yang sebaya dan saling meminjamkan mainan. Namun tidak hari ini, siang ini dia hanya menemukan empat orang anak yang seperti kebanyakan anak lain tidak senang bermain dengan anak yang lebih kecil.

Seperti juga anakku ini, yang cepat jenuh bila bermain dengan adiknya yang berusia dua tahun. Ia meminjamkan mainannya dengan harapan akan diikut sertakan dalam permainan tembak-tembakan mereka, namun sayang mainan tersebut malah dibuang ke sawah.

Penolakan, itu yang membuat hatinya terluka, tidak karena harga atau kesukaannya pada mainan itu. Anakku tidak diterima dalam kelompok yang ditunjukkan dengan membuang mainan yang disodorkan dan meninggalkannya sendirian.

"Tak semua orang bisa dijadikan teman, apalagi teman kepercayaan," kataku padanya.

Bukankah Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa jika ingin melihat akhlak seseorang, perhatikanlah dengan siapa ia berteman. Teman yang baik bisa mengajak kepada kebaikan, sebaliknya tingkah laku yang jahil akan berimbas kepada temannya juga. Bak kata pepatah,siapa yang berteman dengan penjual minyak wangi akan ikut terkena harumnya minyak wangi itu. Siapa yang berteman dengan tukang besi lambat laun ikut pula terkena cipratan apinya.

Seorang teman yang sedang tinggal di luar negeri bercerita bahwa tahun depan ia ingin memasukkan puterinya ke sekolah Indonesia saja, tidak ke sekolah umum di sana . Walaupun jarak dari rumah ke sekolah cukup jauh. Temanku tidak ingin puterinya menjadi aneh di mata teman-teman Jepang karena berkerudung, melaksanakan shalat dan puasa di bulan Ramadhan. Atau sebaliknya puterinya akan menjadi asing dengan aktivitas Islam karena terpengaruh dengan kebiasaan budaya Jepang dari teman-temannya.

Begitu pentingnya arti seorang teman bagi si kecil hingga bisa menggoreskan luka bila mendapat penolakan. Teman bagi anak usia remaja lebih penting lagi. Teman adalah wujud eksistensi diri. Diakui dan diterima dalam kelompok adalah keniscayaan. Namun, untuk diterima sebagai bagian dari pertemanan tidaklah harus mengorbankan diri apalagi akidah. Seorang mahasiswa di Jepang hampir tewas karena diminta menegak minuman keras satu botol tanpa jeda sebagai bagian dari upacara penerimaan junior dalam salah satu club olahraga di Universitasnya.

Bagi orangtua, kesalahan dalam mencari teman berakibat kepada keharmonisan rumah tangga dan hubungannya di dalam keluarga. Seorang sahabat melihat Rasulullah selalu mencium cucu-cucunya bila bertemu dengan mereka, sang sahabat merasa heran dan bertanya. Rasulullah menjawab "barangsiapa yang tidak mencintai, maka ia tidak akan dicintai" Rasulullah adalah sebaik-baik teman dan teladan yang baik bagi sahabat beliau dan umatnya yang mengikuti beliau

Pada skala luas lagi pertemanan antar negara mengakibatkan derita bila tidak selektif memilih teman. Krisis moneter yang tak kunjung usai, bertumpuknya masalah dalam negeri yang tak terselesaikan, bencana dan penyakit yang datang bergantian apakah pertanda ujian atau siksaan dari Allah SWT.

"Hai orang-orangyang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah untuk menyiksamu?" (An-Nisa' 4:144). Wallahu a'lam bisshowwab.

go to the top of the page