:: Mutiara Kata Pembuka Hati ::

What's.....

Children

(Kahlil Gibran)

Your children are not your children.
They are the sons and daughters of Life’s longing for itself
They come through you but not from you,
And though they are with you yet they belong not to you
You may give them your love but not your thoughts,
For they have their own thoughts
You may house their bodies but not their souls,
For their souls dwell in the house of tomorrow,
Which you cannot visit, not even in your dreams
You may strive to be like them, but seek not to make them like you
For life goes not backward nor tarries with yesterday
You are the bows from which your children as living arrows are sent forth
The archer sees the mark upon the path of the infinite,
And He bends you with His might that His arrows may go swift and far
Let your bending in the archer’s hand be for gladness;
For even as He loves the arrow that flies,
so He loves also The bow that is stable


Monday, May 09, 2005

Tidak Tahu Kalau Tidak Tahu

Oleh Prie GS

Kita butuh ilmu baik untuk tahu maupun untuk tidak tahu. Itulah kenapa ada di antara kita yang bisa tahu kalau dirinya tahu, ada yang tahu kalau dirinya tidak tahu dan ada juga yang tidak tahu kalau dirinya tidak tidak tahu. Keadaan pertama akan membuat seseorang menjadi tenang, kedua akan membuat orang gampang kagum dan yang ketiga membuat orang jadi aneh. Orang Jawa menyebutnya sebagai wagu.

Untuk tahu bahwa kita menderita penyakit wagu juga tidak gampang jika tidak cukup ilmu. Padahal ilmu khusus ini tidak akan ada cukupnya karena penyakit wagu itu banyak tingkatnya. Tingkat pertama adalah tingkat yang gampang-gampang saja, potongan rambut, misalnya. Bahkan untuk memahami bentuk kepalanya sendiri pun bukan hal yang mudah. Itulah kenapa kita sering melihat model rambut yang sama tapi dipakai oleh pihak yang berbeda: artis sinetron, tukang sol sepatu, hingga kernet angkutan.

Jika cuma menilik potongan rambutnya, sulitlah kita membedakan ketiganya. Tapi sudah tentu, karena sejatinya mereka adalah berbeda, mestinya berbeda pula cukuran rambutnya. Jika mereka nekat mamakai gaya yang sama, pasti ada di antara mereka yang harus berstatus wagu dan tidak pantas. Soal siapa yang pantas dan tidak, tentu cuma pembaca yang berhak menentukannya.

Tingkat wagu berikutnya bisa menimpa lebih dari sekadar potongan rambut, tapi gaya bicara. Ada jenis gaya bicara yang sama tapi diperagakan oleh pihak yang berbeda, misalnya guru, pejabat dan tetangga Anda. Jika gaya bicara guru dipakai pejabat, akan segera terasa kesan keganjilannya karena memang cuma guru yang boleh memakai gaya sebagai orang yang lebih pintar. Maka jika si bukan guru itu nekat "mengajar" ia akan segera disebut menggurui.

Tapi karena membaca gaya bicara diri sendiri pun bukan soal mudah, maka gaya guru ini bisa sering dipakai siapa saja. Karena gaya guru ini enak dipakai, maka ia juga bisa menggoda siapa saja. Para pejabat tergoda memakai karena kekuasaannya. Tetangga dan teman Anda tergoda memakai karena status sosialnya, sementara ada pula pihak lain yang tergoda memakai karena kenekatannya.

Melihat orang-orang yang bicara serupa guru itu bisa menjengkelkan, bisa pula menghibur. Tergantung pendekatan selera Anda. Jika boleh menyarankan, pakailah pendekatan kedua. Karena melihat orang berani bicara menggebu-gebu tanpa ada seorangpun menganggapnya bermutu, tentu pemandangan yang menyenangkan.

Tingkat penyakit wagu yang lain bisa bergerak lebh jauh lagi, ke wilayah perilaku. Ada jenis perilaku yang sama tapi diperagakan oleh pihak yang berbeda. Misalnya, penjarah, copet dan oknum anggota dewan. Orang-orang ini dari potongan rambut, cara dandan dan gaya bicaranya, sebetulnya sudah bisa dibedakan. Yang satu bisa serampangan baik menyangkut cara bicara maupun gaya berdandan. Maklum, namanya juga copet. Yang lain bisa intelek, ilmiah dan berjas rapi, maklum, meskipun oknum, namanya juga angota dewan. Tapi dari segi kelakuan, orang-orang ini serupa belaka, terutama jika melihat uang. Halal atau haram, milik sendiri atau milik tetangga, uang itu akan diembat juga.

Tingkat yang terakhir, dan ini tingkat paling berbahaya, jika penyakit wagu itu sudah menyangkut keyakinan. Ada jenis keyakinan yang sama tapi dipakai oleh orang-orang yang berbeda, misalnya agamawan, petualang politik dan orang-orang yang salah jurusan. Pakaian mereka bisa serupa, sama-sama memakai atribut kemuliaan, tapi mutu kesabaran mereka bisa berbeda. Ada orang yang yakin dirinya sebagai mulia, tapi pemarahnya luar biasa. Terhadap perbedaan pendapat sedikit saja menguap kemarahannya, terhadap perbedaan selera ia tak biasa. Terhadap orang yang berbeda jalan, ia bisa mengobarkan permusuhan.

Itulah tadi daftar orang penderita penyakit wagu, yang bermuara pada tidak tahu kalau dirinya tidak tahu. Siapa tahu saya dan Anda masuk di dalamnya.

go to the top of the page

0 Comments:

Post a Comment
<< Home